Minggu, 26 Juni 2011

Natuna Ingin Pisah Dari Kepri

TANJUNG PINANG – Masyarakat di Kabupaten Natuna menyambut baik rencana Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang akan memisahkan Kabupaten Natuna dari Provinsi Kepulauan Riau dan menggabungkanya ke Provinsi Kalimantan Barat agar rentang kendali lebih efisien.



Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kepri asal Kabupaten Natuna, Fahmi Fikri mengatakan, masyarakat Natuna menyambut positif rencana Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang akan memisahkan Kabupaten Natuna dari Provinsi Kepri dan menggabungkannya dengan Provinsi Kalimantan Barat. Itu sesuai dengan aspirasi masyarakat Natuna yang selama ini merasa tidak diperhatikan Pemerintah Provinsi Kepri sehingga perekonomian tetap tertinggal meskipun Natuna sangat kaya dengan sumber daya alam.

Menurutnya, desakan agar Kabupaten Natuna lepas dari Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dan bergabung dengan Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) sudah tak terbendung lagi. Wacana tersebut murni merupakan aspirasi masyarakat sebagai bentuk kekecewaan terhadap Pemerintah (Pemprov) Provinsi Kepri.

”Kami mendukung sepenuhnya aspirasi warga Natuna untuk bergabung dengan Pemerintah Kalimantan Barat (Kalbar). Sikap tersebut murni didasari rasa ketidakpuasan masyarakat atas minimnya perhatian Pemprov Kepri,” katanya, Rabu (27/4).

Menurutnya, ada kesenjangan yang mencolok antara perhatian Pemprov kepada Natuna dengan daerah lain seperti Batam, Bintan dan Karimun. Padahal kontribusi pemasukan Natuna telah menyumbangkan setengah dari APBD Kepri. Namun, kenyataan di lapangan terlihat Natuna terkesan dianaktirikan dibanding daerah tingkat dua lainnya. Misalnya terkait dengan lapangan pekerjaan yang sangat minim. Kondisi itu dipicu kesenjangan pembangunan sehingga pihak swasta tidak tertarik menanamkan modalnya di Natuna.

Selain itu, kebijakan Pemerintah Provinsi juga sering bertentangan dengan Pemerintah pusat, Misalnya terkait proyek pembangunan pelabuhan perikanan terpadu yang harusnya dibangun di Natuna sesuai perintah Presiden SBY sewaktu berkunjung ke Natuna. Pemerintah pusat melalui APBN telah mengalokasikan dana 150 miliar rupiah untuk proyek tersebut.

Namun, Pemerintah Provinsi Kepri malah mengalihkan pembangunannya ke Kabupaten Karimun. Menurut Fahmi, kebijakan mengalihkan proyek ke Karimun jelas tidak bijaksana dan melukai perasaan warga Natuna.

Menurutnya, pihaknya sudah pernah mengusulkan Natuna dimekarkan menjadi provinsi sendiri. Alasannya, jika sudah menjadi provinsi sendiri, pemerintah akan efektif menggunakan PAD tanpa adanya intervensi daerah lain.

Jika pemerintah pusat tidak menyetujui pembentukan provinsi sendiri, maka Natuna lebih baik bergabung dengan Provinsi Kalimantan Barat karena jaraknya lebih dekat sehingga rentang kendali lebih efesien.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cahaya Keadilan , Arifin mengatakan pihaknya akan terus memperjuangkan Natuna agar bergabung dengan Kalbar karena jaraknya lebih dekat sehingga perhatian pemerintah provinsi diharapkan bisa lebih besar terhadap pembangunan ekonomi di Natuna.


Wakil Bupati Natuna, Imalko Ismail mengatakan, Natuna diberi anugerah kekayaan alam yang berlimpah. Misalnya, satu ladang gas di terminal D Aplha saja memiliki cadangan terukur 222 triliun cubic feet dengan kandungan gas hidrokarbon 46 triliun cubic feet. Maka bisa dibayangkan berapa rupiah yang bisa didapat dari pengelolaan gas, sementara Natuna memiliki banyak ladang gas.

Daerah itu juga memiliki kandungan minyak bumi jutaan barel yang sudah di ketahui dan masih dalam bentuk cadangan.

“Dengan potensi gas dan minyak yang dimiliki, menjadikan Natuna tidak hanya sebagi penghasil terbesar di Indonesia tapi juga di Asia,” katanya.

Selain Migas, Natuna juga memiliki potensi kelautan yang sangat besar disebabkan mayoritas wilayah Natuna berupa laut yang di dalamnya terdapat jenis ikan dalam jumlah besar. Sayangnya potensi tersebut juga belum dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga dan malah dimanfaatkan orang asing seperti dari China, Vietnam, Singapura dan Malaysia yang mencari ikan di perairan Natuna baik secara illegal maupun legal.

Potensi wisata bahari Natuna juga dikenal sebagai yang terindah di Asia seperti wisata pantai dan laut yang hingga saat ini belum dikelola secara professional.

Meskipun kaya dengan potensi sumber daya alam, namun Natuna hingga saat ini masih miskin dan banyak masyarakatnya yang menganggur. Oleh karena itu, dibutuhkan perhatian yang lebih besar dari pemerintah pusat maupun provinsi untuk pembangunan ekonomi Natuna.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sebelumnya mengatakan akan menggabungkan Kabupaten Natuna ke Provinsi Kalimantan Barat. Rencana itu didasarkan atas jauhnya rentang kendali pusat pemerintahan Kepri di Tanjungpinang. Rencana ini dilontarkan Mendagri seiring penyusunan Desain Besar Penataan Daerah (Desertada) yang memungkinkan menggabungkan satu kabupaten/kota untuk dengan provinsi lain.

“Di dalam Desertada, penyesuaian ini sangat besar. Kalau kita sebut Natuna, dia lebih dekat ke Kalimantan Barat. Maka kalau berpikir efektifitas, kalau masyarakat dan Pemdanya setuju, lebih efektif kalau bergabung ke provinsi lain (Kalbar),” katanya.

Penggabungan itu semakin terbuka lebar jika daerah gagal melakukan pemekaran sesuai UU 32 (UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda). Namun pemerintah tidak akan terburu-buru. Penggabungan dilakukan setelah dilakukan evaluasi sekurang-kurangnya selama tiga tahun.

Mendagri menyebutkan, hanya 22 daerah otonom baru yang dianggap sukses. Sementara 78 persen belum baik (termasuk Natuna). Kemungkinan ini disebabkan karena begitu dimekarkan langsung jadi daerah otonom. (Gus).

Tidak ada komentar: