Senin, 27 Juni 2011

Warga Tanjung Pinang Minta Tambang Bauksit Ditutup

TANJUNG PINANG – Warga yang berprofesi sebagai nelayan di Kelurahan Senggarang Kota Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau minta Pemerintah Kota dan DPRD Tanjung Pinang menutup pertambangan bauksit di daerah mereka karena limbahnya telah mencemari lingkungan terutama laut yang menyebabkan hasil tangkapan nelayan berkurang.



Ratusan nelayan dari Kelurahan Senggarang, Kecamatan Tanjungpinang Kota menduduki Kantor Walikota di Senggarang, sejak Kamis (9/6) menuntut kompensasi kepada perusahaan pertambangan atas pencemaran laut dari limbah bauksit yang dihasilkan perusahaan tersebut.

Koordinator warga, Zaini Dahlan mengatakan, warga Senggarang yang tergabung dalam organisasi Himpunan Cerdik Pandai Muda Melayu (Cindai) menyampaikan empat tuntutan, Pertama, mendesak Walikota dan DPRD Kota Tanjungpinang menuntaskan segala permasalahn penambangan bauksit yang terjadi di Kota Tanjungpinang, baik izin yang tidak jelas, pencemaran lingkungan dan hal lainnya sebagai dampak dari penambangan bauksit.

Kedua, mendesak Walikota dan DPRD segera menutup tambang bauksit yang sedang beroperasi di Kota Tanjungpinang, karena perusahaan tersebut beroperasi tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Ketiga, mendesak kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ikut menyelidiki kasus penambangan di Tanjung Pinang karena penambangan itu diduga merugikan negara.

Keempat, menuntut Walikota dan Ketua DPRD Kota Tanjungpinang yang bertanggungjawab dalam hal ini untuk mundur dari jabatannya.

"Pertambangan bauksit di Tanjung Pinang hanya mencemari lingkungan laut yang menyebabkan penghasilan kami semakin hari semakin sedikit dan anak-anak kami bisa terancam tidak makan akibat ulah pengusaha tambang yang tidak bertanggungjawab,” katanya.

Menurut Zaini, pencemaran laut di perairan Tanjung Pinang akibat limbah bauksit diketahui sejak Mei lalu ketika tanggul salah satu perusahaan tambang bauksit bocor sehingga limbahnya mengalir ke laut.

"Pada saat terjadinya kebocoran itu, kami sudah melaporkannya ke Dinas Kelautan, Peternakan, Pertanian, Kehutanan dan Energi (KP2K) Kota Tanjungpinang. Karena ini merupakan bentuk kelalaian, maka kami juga sudah melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Tanjungpinang," katanya.

Warga lainnya, Mawardi mengatakan sejak terjadinya pembocoran tanggul limbah perusahaan tambang bauksit yang mencemari laut menyebabkan hasil tangkapannya terus berkurang. Akibatnya, pendapatan warga yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan anjlok dari 150 ribu rupiah menjadi kurang dari 50 ribu rupiah per hari.

“Untuk mencari ikan, kepiting dan udang sudah susah. Pasalnya air laut sudah menguning akibat dicemari limbah bauksit,” katanya.

Menurutnya, warga sudah menyampaikan keluhan tersebut ke instansi pemerintah terkait sejak lama tapi hingga saat ini tidak ada tanggapan.

Sementara itu aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Hardiansyah mendesak perusahaan tambang bauksit di Pulau Bintan termasuk kota Tanjung Pinang ditutup, karena sudah merusak ratusan hektare hutan lindung dan merusak kawasan wisata Kepri.

"Jumlah secara pasti berapa perushaan tambang bauksit di Pulau Bintan tidak diketahui. Bauksit yang dikeruk para pengusaha bauksit dan dijual ke luar negeri itu sangat merusak alam di Kepri. Ini harus dihentikan," katanya.

Dia menilai pengusaha bauksit di Pulau Tanjung Pinang Pulau Bintan tidak pernah memperhitungkan persoalan kerusakan lingkungan ke depan. Pengusaha bauksit di Bintan hanya mencari keuntungannya dan tidak memperhatikan akibat dari eksploitasi sumber daya alam tersebut.

Walhi juga mempertanyakan ijin yang diberikan pemerintah setempat karena seharusnya ijin pertambangan hanya bias dikeluarkan pemerintah pusat. (gus).

1 komentar:

Unknown mengatakan...

bos..bisa bantu saya??
saya butuh nama-nama perusahaan ikan laut didaerah kawal gunung kijang??
utk persentasi tugas saya. trim's