Senin, 27 Juni 2011

FTZ BBK Berjalan Ditempat

Sejumlah pengusaha di kawasan FTZ BBK (Batam, Bintan dan Karimun) menilai faktor birokrasi dan regulasi serta tidak adanya program ekonomi yang jelas dari Dewan Kawasan untuk mempermudah masuknya investor asing menjadi penghambat pelaksanaan FTZ.



Ketua Dewan Pimpinan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bintan, Jasmin Hidayat mengatakan, ada tiga permasalahan yang dihadapi pengusaha terkait pelaksanaan FTZ di Bintan yakni masalah di bidang regulasi, birokrasi dan kepatuhan pengusaha itu sendiri .

Dari segi birokrasi, pengusaha berharap adanya penyederhanaan proses pengurusan ijin investasi dari segi waktu dan biaya. Untuk itu, seluruh instansi pemerintah yang mengeluarkan ijin investasi mestinya bisa bekerjasama.

“Selama ini masing masing instansi pemerintah yang mengeluarkan ijin investasi saling menonjolkan egonya sehingga proses pengurusan sering terhambat dan menjadi lama,” katanya.

Sedangkan dari segi regulasi diharapkan pemerintah segera mengeluarkan revisi PP no 02 tahun 2009 yang menjadi aturan main bagi pengusaha di kawasan FTZ BBK.

Ketua Kadin Kepri, Johanes Kennedy mengatakan, pelaksanaan FTZ di BBK memang masih optimal khususnya di Bintan dan Karimun disebabkan belum tersedianya infrastruktur yang memadai seperti listrik, pelabuhan dan jalan.

“Di Bintan dan Karimun masih mengalami krisis listrik sehingga sulit bagi investor mau untuk menanamkan investasinya,” kata dia. Sedangkan di Batam pelaksanaan FTZ relatif berjalan dengan baik karena ketersediaan infrastruktur.

Jika persoalan infrastruktur saja masih belum tersedia, kata Kennedy maka sulit bagi daerah yang sudah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas untuk menarik investor asing. Pasalnya, negara lain juga ingin menarik investor asing sebesar besarnya seperti yang dilakukan Vietnam, Thailand, Malaysia dan China, sehingga persaingan sangat ketat.

Dengan hanya status FTZ saja, tanpa di ikuti dengan penyiapan infrastruktur dan birokrasi yang efisien maka sulit bagi BBK untuk bisa bersaing dengan negara tetangga.

Terlebih pemerintah daerah khususnya Ketua Dewan Kawasan yang dirangkap oleh Gubernur Kepri sejak dilantik tahun lalu hingga saat ini belum melakukan kegiatan apapun untuk membuat kawasan BBK menjadi incaran bagi para investor asing.

Oleh karena itu, sejumlah pengusaha berharap adanya pemisahan jabatan antara Ketua Dewan Kawasan yang dirangkap oleh Gubernur agar pelaksanaan FTZ BBK lebih efektif dan efisien.

Peneliti LIPI, Syarif Hidayat yang melakukan penelitian tentang FTZ BBK mengatakan, salah satu penyebab belum maksimalnya pengembangan FTZ BBK (Batam, Bintan dan Karimun) untuk menarik investor asing adalah faktor kelembagaan yang terlalu gemuk menyebabkan kordinasi dan birokrasi tidak efisien. Oleh karena itu, kelembagaan atau struktur lembaga di FTZ BBK mestinya diperbaiki.

Struktur lembaga di FTZ BBK saat ini adalah Dewan Nasional yang dijabat Menkoperekonomian kemudian Dewan Kawasan yang dijabat Gubernur dan Badan Pengusahaan Kawasan. Tiga lembaga itu memiliki banyak struktur dibawahnya yang membidangi beberapa program.

Pengusaha berharap struktur Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan Kawasan dijabat oleh orang orang yang professional bukan birokrat agar pelaksanaanya menjadi lebih dinamis. Model kelembagaan dalam pengelolaan KEK mestinya juga mencerminkan adanya sinergi antara pemerintah dan swasta (public private partnership management). (gus).

Tidak ada komentar: