Senin, 27 Juni 2011

Peningkatan Harga Pulp Berlanjut



Harga bubur kertas atau pulp serat panjang saat ini mencapai 950 dollar AS per ton, pulp serat pendek 800 dollar AS per ton, harga tersebut lebih tinggi dibanding harga rata rata 2010 yang 750 dollar AS per ton. Sedangkan harga kertas 1.000 dollar AS per ton. Peningkatan harga kertas diprediksi akan berlanjut hingga akhir tahun ini meskipun tidak secepat di awal tahun sehingga pelaku industri kertas dapat bernapas lega dan bisa membayangkan keuntungan di akhir tahun nanti yang sudah di depan mata.



Ketua Presidium Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Ir. H Muhammad Mansur kepada Koran Jakarta mengatakan, kinerja industri bubur kertas atau pulp dan kertas tahun ini cukup positif ditandai dengan peningkatan permintaan dari pasar domestic dan global yang memicu naiknya harga yang cukup signifikan.

Harga pulp serat panjang yang banyak diproduksi di dalam negeri saat ini sudah mencapai 950 dollar AS per ton sedangkan pulp serat pendek yang banyak diproduksi di negara Eropa dan Amerika sekitar 800 dollar AS per ton. Harga tersebut mengalami peningkatan rata rata sekitar 26,7 persen dibanding harga rata rata tahun 2010 yang 750 dollar AS. Sedangkan harga kertas saat ini sekitar 1.000 dollar AS per ton.

“Saat ini, hampir tiap bulan harga pulp dan kertas mengalami peningkatan rata rata sekitar 30 dollar AS per ton dan itu akan berlanjut hingga akhir tahun meskipun peningkatannya tidak secepat di awal tahun,” katanya, Sabtu (28/5).

Peningkatan harga pulp, kata Mansur dipicu naiknya konsumsi global sebagai dampak dari mulai pulihnya kondisi ekonomi paska resesi global tahun 2008. Itu berdampak pada mulai pulihnya bisnis dan kegiatan produksi sehingga mendorong permintaan pulp dan kertas.

Konsumsi pulp nasional sendiri, kata dia mencapai 3,5 juta ton sedangkan kertas 6,5 juta ton. Sedangkan konsumsi pulp global mencapai 220 juta ton pada tahun ini.

Dikatakan, kebutuhan pulp dan kertas nasional saat ini masih bisa dipenuhi industri nasional karena produksinya saat ini berlebih yakni 11 juta ton dari 13 juta ton kapasitas produksi yang dimiliki. Sedangkan produksi pulp 7 juta sampai 7,5 juta ton dari 8 juta ton kapasitas produksi yang ada.

“Sekitar 50 persen produksi pulp dan kertas nasional di ekspor dan Indonesia hanya mampu memasok kurang dari 5 persen kebutuhan global padahal potensi nasional cukup besar,” katanya.

Dijelaskan, Indonesia punya potensi menjadi eksportir pulp dan kertas terbesar di dunia karena potensi yang ada saat ini belum di gunakan secara maksimal. Potensi hutan yang dimiliki Indonesia mencapai 120 juta hektare, itu menjadikan Indonesia memiliki pasokan bahan baku kertas yang sangat berlimpah.

Namun industri kertas dan pulp nasional tidak bisa mengenjot produksi dan ekspansif disebabkan banyaknya hambatan yang dialami pelaku industri kertas.

Beberapa hambatan tersebut antara lain, regulasi yang sering berubah menyebabkan tidak adanya kepastian hukum dalam menjalani industri tersebut, padahal investasi pada industri kertas sangat tinggi. Regulasi yang menghambat tersebut misalnya soal Inpres no 10 tahun 2011 yang membatasi pelaku usaha untuk mengembangkan kebunnya. Kemudian adanya peraturan Menkeu no 39 tahun 2009 tanggal 2 September tentang aturan Impor Limbah Non B3 yang didalamnya juga mengatur impor kertas bekas.

Dalam peraturan tersebut, impor kertas bekas harus melalui kerjasama operasi atau KSO bersama dengan Sucopindo dan Surveyor Indonesia. Aturan itu, dinilai akan meningkatkan biaya produksi karena setiap pengiriman barang nantinya akan dikenakan biaya sekitar 60 dollar AS per ton. Selain itu, ketentuannya sangat rumit dan berbelit belit, misalnya ada kewajiban setiap container yang dating harus di foto dan hal itu kan akan memakan waktu, biaya dan tenaga sehingga ongkos bertambah.

Padahal, impor kertas bekas nasional setiap tahunnya mencapai 3 juta ton dari kebutuhan nasional yang 6 juta ton, karena Indonesia baru bisa memenuhi 3 juta ton kertas bekas sebagai bahan baku produksi kertas baru.

Hambatan lainnya adalah masih banyaknya pungutan liar di Daerah yang meningkatkan biaya produksi, kemudian tidak adanya kejelasan soal lahan yang menyebabkan pelaku industri sulit mendapatkan lahan untuk pengembangan usahanya dan pengusaha juga sering konfrontasi dengan warga lokal akibat lahan.

Kinerja Perseroan

Direktur perusahaan kertas PT Suparma Tbk Hendro Luhur mengatakan, Meski Indonesia memiliki luas hutan cukup besar yakni 120 juta hektare yang sekitar 70 juta hektare merupakan tanaman industri, namun baru sekitar 4,4 juta hectare yang dimanfaatan untuk industri pulp dan kertas.

Dengan demikian, peluang bagi pelaku industri kertas untuk meningkatkan pendapatan dan labanya masih terbuka. PT Suparma Tbk sendiri berhasil melampau target penjualan pada tahun 2010 yakni mencapai 1,02 triliun rupiah, namun laba masih tertekan akibat tingginya biaya ekspor dan distribusi dalam negeri.

Industri kertas nasional sendiri, kata dia cukup bersaing dalam memperebutkan pasar, setidaknya pada 2010 sudah terdapat sekitar 80 pabrik kertas dan 17 pabrik pulp dan kertas di Indonesia.

Kinerja positif juga terjadi pada dua perusahaan milik Sinar Mas Grup yakni PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM). Dari laporan keuangan Indah Kiat pada tahun 2010 disebutkan bahwa perseroan membukukan laba bersih hingga 13,03 juta dollar AS setara dengan 130 miliar rupiah dengan kurs 10.000 rupiah per dollar AS. Angka itu, lebih baik dibanding 2009 yang mengalami kerugian 158,5 juta dollar AS.

Hal itu terjadi berkat kontribusi penjualan bersih yang meningkat 41,2 persen menjadi 2,5 miliar dollar AS dari tahun 2009 yang 1,77 miliar dollar AS. Perseroan juga berhasil mencetak laba usaha sebesar 190,7 juta dollar AS pada tahun 2010 dibanding tahun 2009 yang merugi senilai 4,35 juta dollar AS.

Tjiwi Kimia juga berhasil menekan kerugian beban lain-lain menjadi 16,965 juta dollar AS pada tahun 2010 dibanding tahun 2009 yang 47,42 juta dollar AS. Kerugian akibat beban pajak penghasilan juga berhasil disusutkan menjadi 15,485 juta dollar AS dibanding tahun sebelumnya senilai 40,9 juta dollar AS.

Kepala Riset MNC Securities Edwin Sebayang memprediksi, pendapatan Indah Kiat tahun ini bisa mencapai 2,68 miliar dollar AS, laba operasi 266,1 juta dollar AS dan laba bersih 76,45 juta dollar AS. Sedangkan Tjiwi Kimia diproyeksikan memperoleh pendapatan 1,47 miliar dollar AS, dengan laba operasional 148,7 juta dollar AS dan laba bersih 112,93 juta dollar AS.

Membaiknya harga kertas juga membuat PT Toba Pulp Lestari (TPL) terus meningkatkan produksinya. Pada tahun ini perseroan menargetkan produksi di atas 200.000 ton.

Direktur PT Toba Pulp Lestari, Tbk Juanda Panjaitan mengatakan, target produksi pulp sebanyak 200.000 ton ini lebih tinggi dibandingkan produksi tahun 2010 sebanyak 175.989 ton.

“Dengan harga dan permintaan yang bagus, manajemen memperkirakan target produksi 200.000 ton pada tahun ini optimistis akan terealisasi,” katanya.

Peningkatan produksi, katanya mengacu pada permintaan dan harga yang lumayan bagus paska krisis global akhir 2008 hingga 2010. Untuk itu diharapkan harga jual pulp tahun 2011 ini di dalam maupun di pasar internasional lebih bagus dari tahun-tahun sebelumnya.

Sejumlah analis yang melakukan riset terhadap industri kertas menyebut bahwa kinerja keuangan emiten yang bergerak pada sektor kertas pada tahun ini diprediksi masih akan tumbuh sekitar 10-15 persen disebabkan naiknya permintaan yang memicu peningkatan harga kertas.

Meski demikian, menurut analis Lautandhana Securindo Willy Sanjaya, emiten yang bergerak di sektor kertas belum menjadi primadona bagi investor sebab emiten kertas memiliki sedikit kendala masalah infrastruktur dan lahan terutama kebutuhan bahan baku, juga biaya produksi pembuatan kertas yang semakin mahal seiring naiknya harga minyak mentah di pasar internasional. (gus).

Tidak ada komentar: