Senin, 27 Juni 2011

Waktunya Merealisasikan Rencana Bisnis

Resesi global yang terjadi pada 2008 membuat sejumlah pelaku industri bubur kertas (pulp) dan kertas menunda rencana ekspansinya seperti membeli mesin dan menambah luas kebun bahkan ada yang menutup pabriknya karena rugi. Namun, membaiknya ekonomi global saat ini memicu lonjakan permintaan pulp dan kertas sehingga pelaku usaha sudah bisa merealisasikan kembali rencana bisnisnya yang tertunda.



Demand atau permintaan pulp dan kertas global tahun ini diperkirakan 220 juta ton (data Asosiasi Perusahaan Kertas Indonesia) dan jumlah itu bisa lebih tinggi lagi seiring meningkatnya konsumsi kertas di China dan India. Di China sendiri pada tahun 2010 terjadi penambahan kapasitas kertas 2,4 juta ton dan pada tahun 2011 ini diperkirakan ada penambahan kapasitas 4,3 juta ton.

Lonjakan permintaan bubur kertas di China terjadi seiring membaiknya perekonomian negara itu yang memicu peningkatan penggunaan produk kertas seperti kertas tisu dan board.

Sementara itu, pasar kertas di dalam negeri juga semakin dinamis mengikuti proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, beberapa perusahaan pulp dan kertas belum berani merealisasikan rencana ekspansi usahanya karena sejumlah kendala seperti modal dan kendala fluktuasi harga minyak dunia.

Ketua Asosiasi Perusahaan Kertas Indonesia, Mansur mengatakan, nilai investasi pada industri kertas cukup tinggi sehingga pengusaha harus memperhitungkan secara cermat pengembalian modal dan keuntungannya, terlebih industri kertas sipatnya jangka panjang.

Salah satu perusahaan kertas yang belum dapat merealisasikan rencana ekspansinya adalah PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk. Perseroan yang sudah memiliki rencana untuk meningkatkan kapasitas produksinya sejak beberapa tahun lalu dengan mengoperasikan mesin kedua (Paper machine 2), hingga kini belum bisa terwujud terkendala modal.

Akibatnya perseroan mengalami defisit dan merugi pada kuartal pertama tahun ini. Perseroan mengalami rugi bersih 3,13 miliar pada kuartal pertama 2011 disebabkan penurunan pendapatan usaha sebesar 89 persen menjadi 2,16 miliar rupiah dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang 19,64 miliar rupiah.

Sekretaris Perusahaan PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia tbk, Tiur Simamora pernah mengatakan, perseroan tidak dapat meningkatkan pendapatan dan keuntungannya karena mesin kedua yang sudah dibeli beberapa tahun lalu belum bisa dioperasikan sehingga perseroan hanya berharap dari produksi mesin pertama dengan kapasitas produksi terbatas yakni 10.000 ton.

Belum beroperasinya mesin kedua karena perangkat lunak yang akan menjalankan mesin tersebut belum dibeli karena tidak ada dana. Oleh karena itu, Perseroan berharap mendapat persetujuan dari pemegang saham untuk menjaminkan asetnya guna mendapatkan pinjaman dari bank.

Jika mesin kedua bisa dioperasikan maka perseroan optimistis kinerjanya naik signifikan, sebab kapasitas produksinya bisa naik 15 kali lipat menjadi 150.000 ton pertahun dari 10.000 ton saat ini.

“Kami berharap penandatanganan pinjaman sebesar 50 juta dollar AS bisa secepatnya direalisasikan supaya penyelesaian pembangunan mesin kedua yang tinggal 10 persen bisa rampung,” katanya.

Sejumlah analis pasar modal memperkirakan kinerja industri kertas tahun ini bisa tumbuh 10-15 persen dipicu lonjakan permintaan. Terlebih permintaan pulp dan kertas di Indonesia cukup besar besar, kemudian pemakaian kertas per kapitanya juga masih sangat kecil dibanding dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Jepang, dan Singapura, sehingga potensi pertumbuhannya masih terbuka.

Saat ini pemakaian kertas di Indonesia sekitar 26 kg per kapita per tahun dan Indonesia mengalami surplus dalam perdagangan pulp dan kertas. Hampir semua jenis kertas sudap dapat diproduksi di Indonesia, pulp yang paling banyak diproduksi di Indonesia adalah pulp serat pendek.

Selama ini pasar pulp dan kertas di pasar global didominasi oleh negara-negara Amerika Utara dan Negara Scandinavia yang biasa disebut dengan NORSCAN (Nort America & Scandinavia), akan tetapi peran negara-negara ini semakin menurun terutama setelah terjadi krisis global dan banyak industri pulp dan kertas yang gulung tikar di negara-negara tersebut, sehingga peluang Indonesia menjadi pemain utama di industri kertas kian terbuka didukung berlimpahnya bahan baku. (gus).

Tidak ada komentar: