Senin, 27 Juni 2011

Pertumbuhan Ekonomi Kepri Melambat

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) di kuartal pertama 2011 mengalami perlambatan dengan angka pertumbuhan hanya 5,35 persen, lebih rendah dibanding periode sama tahun lalu yang 6,27 persen dipicu melemahnya pertumbuhan sektor industri pengolahan sebagai dampak bencana gempa bumi dan tsunami Jepang yang menurunkan permintaan komponen elektronik dari negara itu.



Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kepri, Syafril Said mengatakan, pertumbuhan ekonomi Kepri yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mengalami perlambatan pada triwulan pertama 2011 yakni hanya 5,35 persen lebih rendah dibanding periode sama tahun lalu yang 6,27 persen.

Itu disebabkan berbagai faktor seperti belum pulihnya ekspor industri manufaktur di Kota Batam yang terimbas bencana gempa dan gelombang tsunami Jepang pada 11 Maret 2011 lalu. Kondisi itu menyebabkan industri pengolahan yang memberi kontribusi sekitar 47 persen terhadap pembentukan PDRB mengalami pertumbuhan negatif 0,32 persen disebabkan anjloknya permintaan komponen elektronik dari Jepang.

Perlambatan ekonomi Kepri di kuartal pertama juga dipengaruhi oleh belum pulihnya perekonomian negara-negara maju termasuk Jepang yang menjadi salah satu tujuan utama ekspor Kepri. Belum pulihnya perekonomian negara-negara maju itu menyebabkan permintaan terhadap produk yang dihasilkan industri manufaktur di Batam merosot.

Deputi Bidang Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Batam Uzersyah mengatakan, faktor lain yang memperlambat pertumbuhan ekonomi Kepri yakni terjadinya perlambatan kinerja industri di negara-negara maju khususnya Amerika Serikat (AS) dan Jepang sebagai tujuan utama Ekspor dari Kepri. Itu berimplikasi pada turunnya permintaan barang-barang industri dari kota Batam. Dampaknya diperkirakan tidak hanya terjadi pada kinerja ekspor secara langsung, namun juga melalui Singapura yang berperan sebagai hub-perdagangan ekspor di Asia.

Secara umum kinerja ekspor Kepulauan Riau melambat dari 10,45 persen di triwulan empat 2010 menjadi hanya 4,07 persen di triwulan pertama tahun 2011. Kondisi itu memicu perlambatan ekonomi agregat (PDRB) dari 6,27 di kuartal pertama 2010 menjadi 5,35 persen di kuartal pertama tahun ini.

Dari sisi produksi, sektor industri pengolahan masih mendominasi perekonomian Provinsi Kepulauan Riau yakni sebesar 47,7 persen, sayangnya pertumbuhan industri ini minus 0,32 persen di kuartal pertama 2011. Sementara itu, sektor unggulan lainnya seperti perdagangan, hotel dan restoran juga tercatat melambat, di samping sektor bangunan yang terpengaruh oleh lonjakan harga bahan pasir, batako dan material besi..

Sementara itu asesmen terhadap perkembangan harga-harga memperlihatkan adanya penurunan tekanan inflasi sebagaimana tren inflasi nasional. Laju inflasi Kepulauan Riau pada akhir triwulan pertama 2011 tercatat sebesar 6,39 persen, menurun dari triwulan sebelumnya yang masih berada pada level 7,16 persen.

Berdasarkan penggolongan inflasi inti dan non-inti, turunnya laju inflasi sebagian besar disumbang oleh kelompok bahan makanan (volatile food price) terutama bumbu-bumbuan dan padi-padian yang sempat melonjak di akhir tahun lalu. Selain itu, aspek distribusi yang semakin lancar menjelang berakhirnya musim angin utara serta penguatan nilai tukar Rupiah terhadap Singapura Dollar juga turut membantu terjadinya penurunan harga-harga kebutuhan masyarakat.

Pengangguran Meningkat

Melambatnya pertumbuhan ekonomi Kepri memicu peningkatan jumlah pengangguran pada paruh pertama tahun ini.

Kepala Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepri, M Taufik mengatakan, angka pengangguran di Provinsi Kepri sampai Februari 2011 mencapai 58.883 orang atau 7,04 persen dari seluruh angkatan kerja sebanyak 836.609 orang. Jumlah itu lebih tinggi dibanding periode sama tahun lalu yang hanya 50.729 orang.

Angka pengangguran itu akan bertambah seiring rencana beberapa perusahaan yang akan melakukan PHK terhadap ribuan karyawannya.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Kadisnaker) Kota Batam, Rudi Sakyakirti memperkirakan sekitar tiga ribu lebih pekerja di Batam akan di-PHK pada tahun 2011 ini, menyusul anjloknya order yang diterima perusahaan tersebut.

Perusahaan itu antara lain, PT Panasonic yang akan PHK 1.200 karyawannya, PT Drydocks Pratama 575 orang. Kemudian 1.050 pekerja kontrak Drydocks Nan Indah serta 790 orang dari Graha Trisaka Industri juga akan di PHK.

Melambatnya ekonomi Kepri di kuartal pertama juga meningkatkan penderita gizi buruk pada balita. Di Kota Batam penderita gizi buruk mencapai 5.000 balita sedangkan di Natuna, Lingga, Tanjung Pinang dan Bintan serta Anambas angkanya lebih besar lagi.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batam drg Chandra Rizal mengatakan, saat ini terdapat sekitar 5.000 balita di seluruh Batam menderita kekurangan gizi. Jumlah itu setara dengan 5,0 persen dari 100 ribu anak berusia di bawah lima tahun (balita), atau lebih rendah dari penderita gizi buruk di DKI Jakarta yang mencapai 18 persen.

“Tingginya angka gizi buruk di Batam cukup mengejutkan karena kondisi tersebut cukup ironis dengan pertumbuhan ekonomi Batam yang selalu di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional,” katanya.

Meski jumlah penderita gizi buruk di Batam lebih rendah di banding DKI Jakarta, namun kondisi tersebut sudah sangat menguatirkan, karena bisa memicu persoalan sosial pada lima hingga seputuh tahun kedepan.

Pasalnya, balita yang menderita gizi buruk akan terhambat pertumbuhan badan dan perkembangan mentalnya sampai dewasa. Kemudian akan mudah terkena penyakit ISPA dan diare, dan balita tersebut juga bisa meninggal dunia pada usia dini jika tidak dirawat secara intensif.

Optimalisasi FTZ

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam, Nada F Soraya mengatakan, belum optimalnya peran FTZ atau kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Batam, Bintan dan Karimun dalam menunjang pertumbuhan ekonomi Kepri juga ikut berperan pada perlambatan ekonomi Kepri di kuartal pertama tahun ini. Padahal kontribusi ekonomi dari tiga wilayah tersebut (Batam, Bintan dan Karimun) terhadap pertumbuhan ekonomi Kepri sangat besar.

Hal itu disebabkan masih adanya sejumlah persoalan yang menghambat masuknya investor ke kawasan FTZ BBK, seperti persoalan regulasi yakni belum diselesaikanya revisi PP no 2 tahun 2009 tentang aturan main di FTZ BBK serta masih belum optimalnya peran Dewan Kawasan serta BP Kawasan dalam menjaring investor.

“Pemerintah harus secepatnya mengeluarkan revisi PP no 02 tahun 2009 agar FTZ bisa dioptimalkan untuk menjaring investor,” katanya.

Sejumlah pengusaha juga minta pemerintah dapat memisahkan jabatan Gubernur dan Ketua Dewan Kawasan, karena fungsi ganda yang diemban Gubernur sekaligus Ketua Dewan Kawasan dinilai tidak efektif. (gus).

Tidak ada komentar: