Minggu, 26 Juni 2011

Warga Tolak Pembangunan Resort

BATAM – Warga Nongsa Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menolak pembangunan resort yang dilakukan investor asal Singapura di daerah mereka karena pembangunannya dilakukan dengan cara reklamasi yang dikuatirkan merusak ekosistem dan berdampak pada hilangnya sumber mata pencaharian warga sebagai nelayan.



Ketua DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Batam, Saripudin mengatakan,
Pembangunan kawasan wisata yang dilakukan PT Mantigo Resort yakni investor asal Singapura harus dihentikan karena pembangunannya tidak memperhatikan lingkungan.

PT Mantigo Resort telah melakukan reklamasi pantai yang menyebabkan perairan di sekitar proyek tersebut keruh dan tercemar. Akibatnya, biota laut jadi terganggu dan ikan tidak dapat lagi hidup di area tersebut, padahal sebagian besar warga lokal berprofesi sebagai nelayan yang mencari ikan dan udang di area tersebut.

“Reklamasi yang dilakukan PT Mantigo Resort tidak memiliki ijin dan proses pembangunannya mencemari lingkungan sehingga nelayan tidak dapat lagi mencari ikan di area tersebut,” katanya, Jumat (20/5).

Warga berharap Pemerintah Kota Batam segera menindak PT Mantigo Resort dan menghentikan sementara waktu proyek itu sampai proses pembangunannya tidak lagi mencemari lingkungan.

Humas PT Mantigo Resort, Khairuddin membantah adanya pencemaran lingkungan akibat aktivitas pembangunan resort di Nongsa. Menurutnya, perseroan tidak melakukan reklamasi seperti yang dikuatirkan warga tetapi hanya melakukan cut and fill (pemotongan dan perataan lahan).

Khaidurudin menyayangkan sikap warga yang menghalang-halangi kegiatan proyek PT Mantigo Resort hingga terhenti selama dua minggu. Menurutnya jika ada permasalahan atau pelanggaran yang dilakukan perusahaan pariwisata yang memiliki lahan seluas 12 hektar tersebut, sebaiknya diselasikan secara hukum, bukan dengan menghalang-halangi kontraktor untuk bekerja.

Pencemaran Lingkungan

Aktifis lingkungan dari WAHANA Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Carmelita Mamonto mengatakan, proses reklamasi untuk pembangunan dipastikan akan berdampak buruk bagi lingkungan hidup serta warga perkampungan yang berada di sekitar proyek reklamasi.

Dampak yang sudah pasti ialah abrasi (pengikisan) dan kemudian intrusi (perembesan) air laut ke lapisan tanah. Air laut dengan mudah akan memenetrasi daratan dan mengubah air tawar menjadi asin. Proses penimbunan tanah di laut juga sudah pasti akan menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang sebagai habitat ikan. Hal ini akan berdampak langsung pada hasil tangkapan ikan para nelayan di sekitar daerah tersebut. Selain itu, Walhi juga mengkhawatirkan terjadinya banjir rob di kawasan pinggir pantai karena kawasan yang direklamasi menjadi lebih tinggi daripada daratan.

Menurut Carmelita, proyek reklamasi hanya menguntungkan kepentingan bisnis dan tidak memperhatikan nasib nelayan. Pemerintah daerah hanya melakukan pendekatan ekonomi sentris saja dengan membangun kawasan baru dengan cara mereklamasi pantai dan tidak melakukan pendekatan ekologi sentries yang peka terhadap pemanasan global yang terjadi saat ini.

”Reklamasi, akan merusak ekologi dan ekosistem laut serta menghancurkan ekonomi para nelayan yang menggantungkan hidup dari laut,” katanya.(gus).

Tidak ada komentar: