Selasa, 28 Juni 2011

Separuh Penduduk Indonesia Masih Tergolong Miskin



BATAM – Lembaga penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia atau LPPM FE UI menyebut jumlah orang miskin di Indonesia saat ini sekitar separuh dari jumlah penduduk, dan angka itu lebih tinggi dibanding data pemerintah yang 31 juta jiwa. Oleh karenanya program pemerintah untuk memberdayakan rakyat miskin harus ditingkatkan.



Peneliti senior LPPM FE UI, Jossy Prananta Moeis mengatakan, berdasarkan basis penghitungan internasional, kemiskinan di Indonesia sudah bersifat masif dan akut, karena separuh dari total populasi masuk dalam kategori miskin. Selain itu, tak kurang dari 8,0 persen populasi sudah masuk dalam golongan kemiskinan ekstrem.

“Angka kemiskinan itu dihitung berdasarkan kemampuan daya beli per 1 dollar AS terhadap beras jenis medium sepuluh tahun terakhir atau 2001 sampai 2010. Jika per 1 dollar AS pada 2001 dapat memperoleh 3,7 kilogram beras, pada 2010 hanya 1,18 kilogram. Demikian pula kemampuan beli per dollar AS atas minyak goreng, yang pada 2001 bisa membeli 2,45 liter, pada 2010 hanya 0,79 liter,” katanya di Batam beberapa waktu lalu.

Berdasarkaan data itu, maka untuk kembali kepada kondisi sebelumnya, yakni mampu membeli 3,7 kilogram beras atau 2,45 liter minyak goreng, standar pendapatan harus menjadi sekitar 3 dollar AS. Namun, itu hanya untuk konsumsi beras dan minyak goreng saja, belum memperhitungkan kebutuhan lainnya. Padahal, selain untuk konsumsi pangan, kebanyakan penduduk juga harus mengeluarkan biaya untuk kebutuhan lainnya.

Selain itu, tambah Jossi, kemiskinan relatif juga menunjukkan pola distribusi pendapatan dan kekayaan yang sangat timpang.

Tingginya angka kemiskinan di Indonesia ditandai dengan adanya 5 hingga 8 persen dari penduduk yang diestimasi dari generasi ke generasi tetap miskin. Mengacu pada merosotnya daya beli masyarakat atau kondisi terjadinya pengeluaran per kapita lebih kecil daripada garis kemiskinan yang ditentukan berdasarkan kebutuhan dasar (basic needs) makanan dan nonmakanan, maka jumlah orang miskin sesungguhnya bisa membengkak tiga kali lipat dari yang dilaporkan BPS, yakni menjadi sekitar 93 juta orang.

Itu berarti sedikit saja ada guncangan seperti kenaikan harga pangan atau energi, maka rakyat yang memiliki penghasilan 1 dollar AS akan langsung jatuh miskin. Oleh karena itu, untuk mengetahui kemampuan daya beli memang harus mengacu kepada harga kebutuhan pokok. Itu sebabnya, selisih nilai tukar sangat berarti untuk mengetahui kemampuan orang miskin membeli kebutuhan pokok.

Dikatakan, angka-angka yang selama ini dipakai pemerintah sebagai rujukan bukan diambil dari kondisi riil masyarakat miskin. Akibatnya, jumlah masyarakat yang benar-benar miskin belum tersentuh, kalau pun diambil hanya sedikit saja.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah orang miskin saat ini sekitar 31 juta jiwa atau 13,33 persen dari total populasi penduduk Indonesia. Jumlah ini diperoleh dari penduduk yang memperoleh pendapatan minimal rata-rata sebesar 211.726 rupiah per bulan atau sekitar 7 ribu per hari atau di bawah 1 dollar AS per hari.

Namun, jumlah orang miskin itu tidak mencerminkan keadaan sebenarnya. Apalagi, kebanyakan struktur pengeluaran rumah tangga terkonsentrasi pada konsumsi pangan. Artinya, pengeluaran penduduk akan terpengaruh jika harga bahan pangan melambung tinggi.

Sementara itu, pemerintah melalui APBN telah menganggarkan dana pengentasan kemiskinan sekitar 86,1 triliun rupiah pada tahun ini.

Anggota Komisi VIII DPR RI dari Provinsi Kepri, Herlini Amran mengatakan, meskipun anggaran untuk pengentasan kemiskinan lebih tinggi dibanding tahun lalu, namun diperkirakan tidak akan mampu mengurangi angka kemiskinan secara signifikan karena terlalu banyak kementerian/lembaga yang mengelolanya sehingga tidak fokus.

"Meskipun jumlah alokasi anggaran mengalami kenaikan, namun itu belum berdampak pada pengurangan kemiskinan. Hal ini disebabkan APBN untuk kemiskinan belum dialokasikan secara efektif karena dikelola oleh 19 kementerian dan lembaga," katanya..

Dicontohkan, seperti Kementerian Sosial yang tugas pokoknya mengatasi kemiskinan, namun hanya punya 4 triliun rupiah dari 86,1 triliun rupiah anggaran kemiskinan tahun 2011.

Meski demikian, Herlini berharap kenaikan anggaran kemiskinan bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengoptimalkan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, sehingga kondisi masyarakat semakin membaik.(gus).

Tidak ada komentar: