Selasa, 30 November 2010

Pelaksanaan FTZ BBK Masih Dipersoalkan

Sejak diresmikan pada Januari 2009 hingga saat ini pelaksanaan status kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (FTZ/Free Trade Zone) Batam, Bintan dan Karimun (BBK) masih menimbulkan persoalan tentang regulasi, efektifitas lembaga, anggaran dan ketidakmampuan Ketua Dewan Kawasan merangkap Gubernur Kepulauan Riau dalam mengelola kawasan tersebut, akibatnya cita cita untuk menarik sebanyak banyaknya investor asing belum sepenuhnya terwujud.



Peneliti Muda Bank Indonesia Batam, Oikos Mando Panjaitan mengatakan, Bank Indonesia Batam melakukan kajian tentang pelaksanaan FTZ BBK dari mulai diresmikan awal tahun 2009 lalu hingga saat ini. Dari kajian tersebut diperoleh informasi bahwa masih banyak pihak seperti pengusaha, masyarakat bahkan lembaga pemerintah menilai pelaksanaannya belum maksimal.

Itu dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, belum adanya kepastian hukum yang tetap disebabkan revisi PP no 02 tahun 2009 yang mengatur tentang pelaksanaan FTZ hingga kini belum rampung, akibatnya sejumlah keluhan pengusaha di BBK terkait dengan beberapa point aturan yang sudah ditetapkan sebelumnya belum terjawab seperti aturan tentang masterlist.

Kemudian efektifitas lembaga Dewan Kawasan juga dipertanyakan karena lembaga yang ada saat ini dinilai kurang ramping yang menimbulkan persoalan birokrasi seperti masih lamanya proses perijinan investasi khususnya di beberapa item perijinan. Kondisi itu diperparah lagi dengan rangkap jabatan antara Ketua Dewan Kawasan yang juga Gubernur Provinsi Kepri yang menyebabkan lambanya mobilitas dari keputusan yang dihasilkan.

Ketua Dewan Kawasan bahkan belum memiliki rencana yang jelas terkait dengan FTZ BBK seperti program strategis jangka pendek, menengah dan panjang serta target pelaksanaanya. Alhasil, Ketua Dewan Kawasan tidak memiliki acuan tentang apa yang akan dilakukan dengan FTZ BB, sehingga sulit menilai kinerjanya.

Selain itu, persoalan anggaran juga cukup memberatkan karena sebagian anggaran untuk pelaksanaan FTZ BBK masih mengandalkan dana dari APBD.

Menurut Mando, jika Pemerintah pusat memang serius ingin menjadikan BBK sebagai daerah yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, maka persoalan persoalan tersebut harus segera dipecahkan, khususnya dalam hal anggaran dan kepastian hukum terkait dengan revisi PPno 02 tahun 2009.

Dewan Kawasan juga sudah saatnya membuat rencana strategis yang terukur sebagai acuan atau pedoman untuk melaksanakan tugasnya. Untuk itu, sebagai langkah awal, pembangunan infrastruktur harus dikuatkan khususnya pengembangan pelabuhan kontainer di Batu Ampar Batam yang diharapkan bisa menampung lebih banyak lagi kontainer, sebab kapasitas yang ada saat ini sudah maksimal dan diperkirakan dalam dua hingga lima tahun kedepan tidak mampu lagi menampung kontainer. Kemudian infrastruktur di Bintan dan Karimun juga harus segera dibenahi.

Terkait dengan efektifitas kelembagaan FTZ BBK, Pemerintah dan DPR sudah saatnya meninjau kembali kelembagaan yang ada.

Anggota DPR RI, Harry Azhar Azis mengatakan, kelembagaan FTZ BBK harus direvisi karena tidak efektif. Kelembagaan yang ada saat ini dinilai terlalu gemuk sehingga harus dipangkas.

Menurutnya, Gubernur Provinsi Kepri tidak perlu lagi merangkap jabatan sebagai Ketua Dewan Kawasan, kemudian pemerintah juga bisa memberdayakan keberadaan lembaga Otorita Batam yang saat ini menjadi Badan Pengusahaan FTZ Batam sebagai penanggung jawab atau pemegang otoritas kawasan FTZ BBK sehingga pemerintah bisa menghembat anggaran karena tidak perlu membentuk lembaga dan mencari pegawai baru, sebab sumber daya manusia dan perangkat infrastruktur di Otorita Batam sudah cukup untuk melakukan tugas sebagai Dewan Kawasan. (gus).

Tidak ada komentar: