Kamis, 04 November 2010

Bahasa Melayu di Kepulauan Riau

Bahasa Indonesia konon berasal dari bahasa Melayu yang ada di Provinsi Kepuluan Riau, itu bisa dilihat dari sejumlah buku yang ditulis oleh pujangga, raja dan masyarakat Kepulauan Riau tempo dulu yang menjadi tonggak bagi perkembangan bahasa Indonesia.



Diantara pujangga dari Kepulauan Riau yang menghasilkan karya atau buku fenomenal adalah Raja Ali Haji (1808—1873) yang paling masyhur di antara kaum intelektual Kepulauan Riau kala itu.

Raja Ali Haji menulis dua buah buku dalam bidang bahasa (Melayu) yaitu Bustanul Katibin (1857) dan Kitab Pengetahuan Bahasa (1858). Dia juga menulis Gurindam 12 yang berisi petuah, filsafat dan syair bagi manusia dalam menjalani hidup yang sangat terkenal hingga ke seluruh dunia.

Penulis lain yang juga sangat dikenal dari Kepulauan Riau yakni Haji Ibrahim yang menulis lima buku tentang bahasa melayu yakni Cakap-Cakap Rampai-Rampai Bahasa Melayu-Johor (dua jilid; penerbitan pertama 1868 dan kedua 1875, di Batavia). Karya-karyanya yang lain ialah Perhimpunan Pantun-Pantun Melayu, Hikayat Raja Damsyik, Syair Raja Damsyik, dan Cerita Pak Belalang dan Lebai Malang.

Kemudian Raja Ahmad Engku Haji Tua yakni ayahnda Raja Ali Haji menulis tiga buah buku, pertama Syair Engku Puteri, kedua Syair Perang Johor, dan ketiga Syair Raksi. Dia juga mengerjakan kerangka awal buku Tuhfat al-Nafis yang kemudian disempurnakan dan diselesaikan oleh anaknya, Raja Ali Haji.

Sebagian besar karya dari penulis Kepulauan Riau itu menjadi bahan pembentukan bahasa Indonesia yang saat ini menjadi bahasa resmi negara dan hal itu menjadi kebanggan tersendiri bagi masyarakat Kepulauan Riau.

Rasa bangga itu terlihat jelas diri warga hingga saat ini yang ditunjukan dengan penggunaan bahasa melayu Kepri dalam percakapan sehari hari, dan di kantor kantor pemerintahan.

Kabag Humas Pemko Batam, Yusfa Hendri mengatakan, sumbangan para pujangga dan penulis dari Kepri tempo dulu bagi perkembangan bahasa Indonesia cukup besar dengan hasil karya berupa buku buku tentang bahasa tersebut.

Oleh karenanya, bahasa melayu Kepri yang ada pada jaman dulu hingga saat ini masih tetap dipertahankan dan dijadikan bahasa pergaulan sehari hari warganya. Untuk melestarikan bahasa melayu Kepri, pemerintah daerah senantiasa memfasilitasi pertemuan ahli ahli bahasa dan pujangga melayu

Kepri dan daerah lain seperti dari Riau dan provinsi lain di Sumatra serta Kalimantan serta dari Malaysia, Brunai Darusalam dan Singapura.

Salah satu acara yang selalu difasilitasi pemerintah daerah adalah kenduri seni melayu. Acara tersebut merupakan pertemuan atau kenduri masyarakat melayu yang ada di Indonesia dan negara lain.

Bahasa melayu Kepri, menurutnya berbeda dengan bahasa melayu Malaysia atau Singapura karena dialognya lebih kental ke bahasa Indonesia, hal itu menunjukan bahwa bahasa melayu kepri sebenarnya menjadi tonggak bagi perkembangan bahasa Indonesia saat ini.

Johan salah seorang mahasiswa di Universitas Batam mengatakan, dalam percakapan sehari hari dia dan temannya selalu menggunakan bahasa melayu Kepri dan dialognya tidak jauh berbeda dengan bahasa Indonesia sehingga tidak terlalu sulit untuk melafadkannya.

Menurutnya, bahasa melayu memang harus dilestarikan karena bahasa menunjukan jati diri warganya, sehingga agar jati diri tetap terjadi maka warganya harus mempertahankan budaya seperti bahasa. Terlebih bahasa melayu merupakan bahasa yang menjadi dasar bagi pembentukan bahasa Indonesia. (gus).

Tidak ada komentar: