Minggu, 14 November 2010

Kelembagaan Dewan Kawasan FTZ-BBK Perlu Direformasi

BATAM – Struktur kelembagaan Dewan Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas (FTZ) Batam, Bintan dan Karimun (BBK) saat ini dinilai tidak efektif sehingga perlu di reformasi aga layanan investasi lebih efisien, untuk itu jabatan Ketua Dewan Kawasan tidak harus dirangkap oleh Gubernur Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).



Anggota DPR RI Komisi XI, Harry Azhar Azis mengatakan, sejak pemerintah menjadikan Batam, Bintan dan Karimun (BBK) sebagai kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas (FTZ) sekitar dua tahun lalu, pertumbuhan ekonomi dan investasi di kawasan itu tidak tumbuh signifikan, bahkan pengusaha cenderung mengeluh karena proses birokrasi tidak efisien khususnya untuk distribusi barang konsumsi disebabkan adanya ketentuan masterlist dalam setiap impor maupun eksport barang.

“Kelembagaan FTZ BBK Harus segera direformasi karena tidak efektif, oleh karenanya, Gubernur Kepri tidak harus menjabat Ketua Dewan Kawasan,” katanya, Minggu (14/11).

Investor asing yang sudah mengurus perijinan pun, kata dia cenderung masih wait and see dan belum merealisasikan investasinya disebabkan belum ada kepastian hukum terkait belum selesainya revisi PP no 2 tahun 2009 tentang FTZ BBK.

Selain itu, infrastruktur di kawasan FTZ khususnya di Bintan dan Karimun juga belum dibangun seperti pelabuhan kargo dan sarana transportasi jalan.

Akibatnya, investor asing tersebut banyak yang mengalihkan rencana investasinya ke kawasan lain seperti ke Cina, Vietnam, Johor Malaysia dan India yang sudah memiliki infrastruktur yang modern.

Oleh karena itu, kata Harry pihaknya telah membentuk tim yang akan mengevalusi pelaksanaan FTZ BBK dan hasil evaluasi akan disampaikan kepada pemerintah untuk dilakukan perbaikan.

Hasil evaluasi sementara ini, kata dia terdapat dua hal yang menjadi persoalan pokok yang menghambat pelaksanaan FTZ BBK.

Pertama, soal masterlist, menurut Harrry pemerintah perlu menganti ketentuan masterlist karena bagi importir barang barang konsumsi tidak efisien. Pasalnya, tidak mungkin seluruh item barang yang di impor yang jumlahnya mencapai ribuan jenis harus di tulis dalam masterlist terlebih barang yang diimporpun berbeda tiap minggunya.

Bagi perusahaan elektronik atau galangan kapal, masterlist juga cukup merepotkan karena untuk barang seperti suku cadang yang di impor, jenisnya sangat banyak sehingga tidak efisien jika harus ditulis terlebih dahulu di dalam masterlist sebelum di impor.

Oleh sebab itu, Harry berharap masterlist bisa dihapus pada Desember 2010 ini sesuai dengan hasil pembicaraan dengan Menkoperekonomian beberapa waktu lalu.

Kedua, soal kelembagaan Dewan Kawasan FTZ BBK yang dinilai tidak efektif. Menurutnya, Undang Undang yang mengatur soal Jabatan Ketua Dewan Kawasan yang dirangkap oleh Gubernur Provinsi Kepri harus di reformasi. Pasalnya, rangkap jabatan tersebut tidak efektif dan cenderung mengabaikan tugas serta fungsi salah satunya.

Untuk itu, Undang Undang yang mengatur soal kelembagaan FTZ BBK harus diperbaiki dan disempurnakan.

Menurut Harry, kelembagaan FTZ BBK haruslah ramping agar mobilitasnya lebih cepat. Untuk itu, kawasan FTZ BBK mestinya hanya memiliki satu Badan Pengusahaan yang disebut sebagai Dewan Kawasan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan FTZ di Batam, Bintan dan Karimun.

Ketua Dewan Kawasan atau Badan Pengusahaannya tidak perlu dijabat oleh Gubernur Kepri dan penunjukannya langsung dilakukan pemerintah pusat, lalu pertanggung jawabannya juga langsung ke Menkoperekonomian atau Presiden.

Pemerintah pusat, kata Harry bisa menggunakan kelembagaan Otorita Batam yang ada saat ini dengan pertimbangan bahwa lembaga itu sudah memiliki struktur yang memadai dengan kemampuan pegawai yang sudah berpengalaman dalam mengurus investasi di Batam.

Kepala Bank Indonesia Batam, Elang Tripaptomo menambahkan, FTZ BBK mestinya menjadi stimulus yang dapat menggerakan perekonomian nasional, namun implementasinya saat ini belum maksimal disebabkan kelembagaan yang tidak efisien.

Elang optimistis jika pemerintah mau membenahi persoalan kelembagaan tersebut, maka arus investasi bisa tumbuh signifikan yang akan menggerakan sector rill sehingga perekonomian masyarakat ikut terangkat. (gus).

Tidak ada komentar: