Senin, 18 Januari 2010

Produsen Sepatu Antisipasi ACFTA

JAKARTA – Perusahaan sepatu dan alas kaki, PT Sepatu Bata Tbk menyiapkan investasi lebih dari 75 miliar rupiah tahun ini untuk meningkatkan kualitas produk dan layanan guna mengantisipasi perdagangan bebas Asean dan Cina (ACFTA/Asean-Cina Free Trade Agreement) supaya penjualannya tidak tergerus, itu juga dilakukan untuk mencapai target pertumbuhan penjualan 15-20 persen pada 2010.




Direktur Sepatu Bata Ibnu Baskoro mengatakan, pihaknya optimisitis penjualan tahun ini lebih tinggi dibanding 2009, atau sekitar 15-20 persen meskipun persaingan tahun ini lebih ketat akibat dibukanya perdagangan bebas Asean-Cina yang sudah dimulai pada awal tahun 2010.

“Kami tidak kuatir dengan adanya Perdagangan bebas Asean-Cina, justru tahun ini kami lebih ekspansif agar tercapai pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding tahun 2009,” katanya, Minggu (17/1).

Menurut dia, Perdagangan bebas Asean-Cina yang membebaskan tarif perdagangan hingga nol persen berdampak pada maraknya penjualan produk-produk sepatu dan alas kaki Cina ke Indonesia . Itu tidak akan mengerus pangsa pasarnya di dalam negeri meskipun lebih dari 80 persen produknya di jual di dalam negeri. Pasalnya, perseroan memiliki pelanggan yang loyal, selain itu produk yang dihasilkan memiliki kualitas terbaik, bahkan lebih baik dari produk Cina.

Meski demikian, pihaknya tetap melakukan beberapa langkah antisipasi agar pangsa pasarnya di dalam negeri tidak direbut produk Cina. Langkah yang akan dilakukan antar lain, menyiapakan dana investasi lebih tinggi dibanding tahun 2009 yang hanya 75 miliar rupiah dari kas internal yang akan digunakan untuk inovasi teknologi agar kualitas yang dihasilkan semakin baik.

Selain itu, perseroan juga akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sekaligus meningkatkan kesejahteraanya. Kemudian memperbaiki format gerai dan menambah jumlahnya dari posisi saat ini yang sekitar 515 gerai di seluruh Indonesia , serta menambah variasi produk sepatu yang dihasilkan untuk memberi pilihan yang lebih banyak pada konsumen.

Perseroan juga, kata Ibnu berupaya menekan harga jual dengan cara meningkatkan produktivitas tenaga kerja agar lebih efisien.

Menurutnya, perseroan sebenarnya sudah melakukan berbagai langkah sejak beberapa tahun lalu untuk menghadapi persaingan dalam perdagangan bebas Asean Cina, sehingga pada tahun ini tinggal melakukan aplikasi dari rencana tersebut.

Dengan dibukanya perdagangan bebas tersebut, justru membuka peluang bagi pihaknya untuk melakukan ekspansi ke luar negeri, namun langkah itu akan dibatasi karena perseroan memiliki perusahaan terafiliasi hampir di seluruh negara, sehingga pihaknya masih akan tetap fokus pada pasar domestik.

Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Djimanto mengatakan, perdagangan bebas Asean-Cina tidak akan berpengaruh pada perusahaan sepatu dan alas kaki yang sudah mengaplikasikan teknologi dalam operasionalnya dan sudah memiliki pangsa pasar yang jelas, namun bagi perusahaan yang termasuk dalam ketegaro UMKM akan terpukul karena diperkirakan tidak dapat bersaing dengan produk Cina.

Itu disebabkan, tingginya biaya produksi yang menyebabkan harga jual lebih tinggi dibanding produk Cina, meskipun rata-rata produk dalam negeri memiliki kualitas lebih tinggi.

Tingginya biaya produksi di dalam negeri salah satunya dipengaruhi ketersediaan bahan baku . Sebagian besar perusahaan sepatu di dalam negeri masih mengandalkan bahan bakunya dari impor atau ketergantungannya lebih dari 60 persen, dan untuk mendatangkan bahan baku tersebut cukup lama karena proses bongkar muat di pelabuhan lebih dari 65 hari padahal di negara lain seperti Cina hanya 45 hari, akibatnya biaya yang dikeluarkan lebih tinggi. Selain itu, produktivitas tenaga kerja di Indonesia juga masih rendah. (gus).

Tidak ada komentar: