Kamis, 21 Januari 2010

Pendapatan dari Blok Migas Natuna Ditargetkan Rp.50 M

BATAM – Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) memproyeksikan pendapatan dari pengelolaan lapangan Minyak dan Gas Bumi di Kabupaten Natuna sekitar 50 miliar rupiah, menyusul mulai berproduksinya lapangan North Belut akhir 2009 lalu.




Kepala Dinas Pertambangan Provinsi Kepri, Yerry Suparna mengatakan, lapangan Migas North Belut di Laut Natuna telah berproduksi sejak Nopember 2009 lalu sehingga volume Migas yang dihasilkan dari Kabupaten Natuna juga meningkat. Dengan demikian, pendapatan asli daerah dari pengelolaan lapangan Migas tersebut juga diproyeksikan tumbuh 10-20 persen.

Menurut dia, dengan pertumbuhan 10-20 persen itu berarti angkanya mencapai 50 miliar rupiah, lebih tinggi dibanding pendapatan tahun 2009 yang 10 miliar rupiah. Nilai pendapatan tersebut belum termasuk dari Dana Bagi Hasil Migas yang tahun ini diperkirakan lebih dari 450 miliar rupiah, lebih tinggi dibanding tahun 2009 yang 437 miliar rupiah.

Meski demikian, angka tersebut masih belum bisa dipastikan, karena masih sangat tergantung dari fluktuasi harga minyak dunia. Pada tahun 2009, harga rata-rata minyak dunia 60-70 dollar AS per barel diharapkan pada tahun ini juga harganya relatif sama.

Pendapatan daerah dari pengelolaan Migas di Natuna masih bisa tumbuh, karena banyak lapangan Migas yang belum berproduksi. Saat ini saja masih sekitar empat lapangan yang berproduksi dikelola oleh ConocoPhillips Indonesia , Pertamina, Primer dan Star Energy.

Cadangan minyak bumi Natuna diperkirakan mencapai 14.386.470 barel dan gas bumi sekitar 112.356.680 barel. Sementara itu, kandungan gas di blok D Alpha mencapai 222 TCF (triliun kubik kaki), tiga kali dari kandungan gas Arun, Aceh. Namun, yang diperkirakan bisa digunakan sekitar 46,2 TCF disebabkan 75 persenya adalah CO2 (karbon dioksida).

Lapangan North Belut di Laut Natuna, kata Yerry memulai produksi gas perdana dari pada 16 November 2009 lalu. Poduksinya sekitar 265 juta kaki kubik per hari untuk gas dan 20 ribu barel minyak per hari. Produksi Migas di North Belut masih bisa ditingkatkan hingga puncak produksi sebesar 315 juta kaki kubik per hari dan 30 ribu barel perhari.

Sementara itu, produksi Migas dari North Belut sudah diproyeksikan untuk memenuhi 50 persen kebutuhan penjualan ke Malaysia . Perjanjiannya sendiri telah ditandatangani Maret 2001 lalu.


Krisis Gas

Sementara itu, sejumlah pengusaha di Batam mengeluh karena produksinya terhambat akibat pasokan gas tersendat.

Ketua Apindo Batam, OK Simatupang mengatakan, pemerintah mestinya lebih mementingkan pasokan Migas untuk kebutuhan di dalam negeri bukan untuk kebutuhan ekspor, meskipun harga jual ekspor relatif lebih tinggi dibanding penjualan di dalam negeri.

Oleh karena itu, pemerintah harus punya sikap yang tegas terhadap pengelola Migas di dalam negeri agar produksinya bisa dijual di dalam negeri. Misalnya saja untuk produksi Migas di Natuna Provinsi Kepri yang sebagian besar produksinya untuk ekspor ke Singapura dan Malaysia , padahal pengusaha di Natuna dan sekitarnya seperti di Batam sangat membutuhkan pasokan gas.

Sekretaris Perusahaan PLN Batam I Wayan Jasmin mengatakan, pembangkit listrik di Batam sebagian besar bahan bakarnya dari gas, dan selama ini pasokannya sering terhambat, akibatnya kualitas listrik menjadi rendah karena sering terjadi pemadaman. Padahal, sebagai kota Industri Batam butuh pasokan dana kualitas listrik yang handal agar investor bisa tenang berinvestasi. (gus).

Tidak ada komentar: