Masyarakat di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) kesulitan mendapat bahan bakar jenis premium maupun solar sejak satu pekan terakhir, padahal Natuna merupakan daerah penghasil Minyak dan Gas terbesar.
Danny (22), warga kampung Air Kolek Ranai, Kabupaten Natuna Provinsi Kepri kecewa karena tidak mendapatkan premium, meskipun sudah antri sejak pukul 08.00 pagi di tempat pengisian bahan bakar atau SPBU milik PT Pertamina di jalan Datuk Kayak Wan Muhammad Benteng Ranai.
Kondisi yang sama juga terjadi pada warga lainnya, yang bahkan sudah antri untuk membeli premium sejak pukul 06.00 pagi, namun harus kecewa karena tidak mendapatkannya. Sementara, petugas SPBU hanya melayani pembelian selama tiga jam pada hari Minggu (21/11) itu, sebab premium sudah habis terjual.
Kesulitan warga Natuna mendapatkan bahan bakar jenis premium, pertamax maupun solar sudah terjadi sejak satu hari paska perayaan Idul Adha (17/11), dan kondisi itu terjadi di seluruh wilayah Kabupaten Natuna.
Kepala Depot Pertamina Wilayah Selat Lampa Natuna, Muhamadi mengatakan langkanya BBM di Natuna disebabkan berkurangnya stok karena pasokan terhambat. Penyebabnya, pengalihan rute kapal tangker yang biasa memasok BBM ke Natuna. Rute kapal tangker yang awalnya dari Pontianak ke Natuna diganti menjadi Tanjung Gerem ke Natuna, alhasil proses peralihan rute itu membutuhkan waktu sehingga pasokan menjadi terhambat.
Muhamadi berjanji kelangkaan BBM di Natuna akan berakhir pekan ini, sebab tangki yang membawa premium dan solar dari Depot Pertamina di Selat Lampa sudah diberangkatkan ke Ranai Natuna pada Senin (22/11) ini.
Meski Pertamina sudah menjanjikan akan menyelesaikan kelangkaan BBM di Natuna pekan ini, namun masyarakat sudah terlanjur kecewa karena mobilitas mereka terhambat disebabkan kendaraan mereka tidak dapat berjalan akibat tak ada bahan baker.
Masyarakat Natuna, bahkan mungkin orang diluar Natuna seolah tak percaya BBM langka di daerah itu, sebab Natuna merupakan daerah penghasil Minyak dan Gas terbesar di Indonesia.
Salah satu blok Migas yakni Blok Natuna D-Alpha saja berdasarkan kajian pemerintah menyimpan sekitar 500 juta barel minyak dan gas, dengan total potensi gas-nya ditaksir 222 triliun kaki kubik, dan ini merupakan cadangan terbesar di dunia yang tidak akan habis dieksplorasi selama 30 tahun ke depan.
Oleh karenanya, sulit diterima akal sehat jika BBM langka di Natuna, karena dengan kandungan minyak dan gas yang berlimpah itu, mestinya tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan warga Natuna yang tidak lebih dari 100 ribu jiwa, tetapi juga bisa mencukupi lebih separuh masyarakat Indonesia.
Jika terhambatnya pasokan BBM ke Natuna disebabkan persoalan trasnportasi, mestinya Pemerintah daerah dan instansi terkait lainnya menyediakan infrastruktur yang handal agar mobilitas transportasi Minyak dan gas bisa lancar.
Itu cukup beralasan, karena Natuna mendapat dana bagi hasil (DBH) Migas lebih 400 miliar rupiah setiap tahunnya. Natuna juga memiliki potensi pendapatan 6.287,25 triliun rupiah dari Minyak dan Gas.
Itu bisa dilihat dari potensi gas yang recoverable atau yang bisa diperkirakan sebesar 46 tcf (triliun cubic feet) setara dengan 8,383 miliar barel minyak, jika diasumsikan harga rata-rata minyak 75 dollar AS per barel selama periode eksploitasi maka nilai potensi ekonomi gas Natuna 628,725 miliar dollar AS, setara dengan 6.287,25 triliun rupiah dengan kurs 10.000 rupiah per dollar AS dan itu lebih tinggi dibanding APBN 2010 yang hanya 1.047,7 triliun rupiah.
Pemerintah juga bisa mulai memikirkan untuk membangun instalasi pengolahan minyak dan gas dari bahan mentah ke bahan jadi dan siap pakai di Natuna, tidak yang terjadi selama ini, dimana Minyak dan gas dari Natuna di kirim ke Singapura dengan harga rendah lalu di olah menjadi produk BBM siap pakai kemudian Singapura mengekspornya kembali ke Indonesia dengan harga tinggi. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar