BATAM – Kota Batam menjadi kota pertama di Indonesia yang memiliki prosedur tetap atau Protap penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak, menyusul banyaknya kasus pencemaran laut akibat tumpahan minyak.
“Sebagai daerah industri, Protap itu sangat penting bagi Batam supaya ada jaminan keamanan, regulasi, penegakan hukum serta untuk menjaga kualitas lingkungan perairan,” kata Walikota Batam, Ahmad Dahlan, Jumat (15/10).
Ditambahkan, dengan adanya Protap tersebut maka penanggulangan tumpahan minyak yang terjadi di perairan Batam nantinya akan ditangani secara khusus oleh satu lembaga sehingga ada kejelasan terhadap langkah dan tindakan darurat yang segera dilakukan bila terjadi tumpahan minyak.
Bersamaan dengan itu dibentuklah Tier Satu yang akan menangani kasus tumpahan minyak berskala daerah, sedangkan untuk skala kota ditangani oleh Tier Dua. Tugas Tim Daerah melaksanakan koordinasi penyelenggaraan penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut, memberikan dukungan advokasi pada setiap orang yang mengalami kerugian akibat tumpahan minyak di perairan Kota Batam, serta menjamin ketersediaan sarana, prasarana dan personil terlatih untuk mendukung pelaksanaan operasi penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di perairan Kota Batam.
Tim juga harus menyampaikan laporan kepada Tim Nasional tentang pelaksanaan penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di Kota Batam.
Kepala Badan Pengendali Dampak Lingkungan (Bapedalda) Batam Dendi Purnomo mengatakan, Batam merupakan kota pertama di di Indonesia yang memiliki prosedur tetap penanganan kasus tumpahan minyak, seiring maraknya kasus tersebut di perairan Batam.
Tingginya kasus pencemaran laut di Batam akibat tumpahan minyak tidak bisa dihindari karena perairan Batam berbatasan langsung dengan perairan internasional dan negara tetangga yang perekonomiannya sudah cukup maju yakni Singapura dan Malaysia.
Kebanyakan kapal dari negara tersebut juga dari negara lain membuang limbah minyaknya atau Sludge Oil ke perairan internasional dan mengalir ke perairan Batam.
Contohnya kasus yang terjadi beberapa bulan lalu di pantai Tanjung Memban Kawasan Nongsa Batam. Di sepanjang pantai tersebut ditemukan limbah minyak hitam (Sludge Oil) lebih dari 8.000 ton yang mencemari Pantai Tanjung Memban.
Limbah minyak hitam itu mengotori dan mencemari pantai sepanjang lebih dari 1 kilo meter, akibatnya nelayan di kawasan Nongsa tidak bisa mencari ikan dan kesehatannya juga terganggu, karena limbah minyak itu membuat kulit warga menjadi gatal gatal.
Pada kasus tersebut, Bapedalda Batam berdasarkan penyelidikan yang telah dilakukan mengungkap bahwa limbah minyak tersebut berasal dari pembuangan sisa pembersihan kapal (tank cleaning) yang dilakukan secara ilegal di Outer Port Limit (OPL).
Selain di kawasan Nongsa, Limbah minyak hitam juga selalu ditemukan di perairan Tanjung Uncang dan wilayah lainnya. Oleh karena itu, Dendi menyambut positif adanya Protap tersebut.
Perairan Batam memang berpotensi terjadi pencemaran akibat tumpahan minyak, selain di sebabkan oleh pembuangan minyak oleh kapal asing di perairan internasional juga disebabkan oleh limbah yang dihasilkan perusahaan galangan kapal yang ada di Batam yang saat ini jumlah lebih dari 100 perusahaan galangan kapal (Shipyard). (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar