Selasa, 13 April 2010

Investor Keluhkan Status Lahan di Batam



Foto : Ketua Apindo Kepri, Ir Cahya

BATAM – Pertumbuhan investasi di kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (FTZ) Batam hingga saat ini belum berjalan secara optimal sebab banyak lahan yang dialokasikan ke investor statusnya tidak jelas secara administrasi sehingga memicu tingginya risiko bisnis.




Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Kepri Ir Cahya mengatakan, banyak investor asing dan dalam negeri khususnya di sektor properti yang mulai ragu ragu berinvestasi di Batam karena status lahan yang tidak jelas.

Ketidakjelasan status lahan tersebut dipicu oleh tidak adanya kepastian hukum soal lahan di Batam, karena ada sejumlah investor yang telah berinvestasi di sector properti dan sudah melakukan pembangunan serta penjualan ternyata lahannya berstatus hutan lindung. Akibatnya, investor dan masyarakat yang telah membeli produk property di kawasan itu mengalami kerugian karena sertifikat yang telah dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) di lokasi itu tidak berlaku untuk pengajuan kredit ke Bank.

Menurut Cahya, terdapat lebih dari 3.000 sertifikat yang telah dikeluarkan oleh BPN Batam di kawasan Batu Aji dinyatakan tidak berlaku oleh perbankan, karena status lahannya yang masih hutan lindung.

Cahya berharap Presiden RI bisa mengambil langkah tegas dan menuntaskan kasus tersebut, karena permasalahan lahan di Batam sudah mendorong ketidakpercayaan investor untuk berinvestasi pada saat ini. Sementara itu, Departemen Kehutann sendiri beberapa bulan lalu sudah berjanji akan menyelesaikan masalah itu pada awal tahun ini namun, hingga saat ini juga belum selesai sehingga Apindo minta kepada Presiden RI untuk mengambil langkah tegas dan cepat.

“Apindo Kepri dalam bulan ini juga akan mengirim surat kepada Presiden RI agar persoalan status ketidakjelasan lahan di Batam segera dituntaskan agar kepastian hukum berjalan sehingga investor bisa tenang berinvestasi,” katanya, Selasa (13/4).

Menurut Cahya, faktor utama yang menjadi penyebab ketidakjelasan soal status lahan di Batam adalah tidak sinkronnya data yang ada di lembaga pemerintah yang ada di Batam. Data yang ada di Otorita Batam, BPN Batam dan Pemko Batam dan Dinas Kehutann soal status lahan berbeda-beda sehingga merugikan bagi investor yang telah mendapat alokasi lahan, karena bisa jadi status lahannya yang menurut Otorita Batam merupakan kawasan komersil namun bagi Dinas Kehutann merupakan kawasan lindung.

Selain ketidakjelasan soal status lahan, kendala investasi lainnya juga adalah keterbatasan lahan. Hingga saat ini investor tidak mungkin lagi mendapat alokasi lahan di sekitar Batam karena lahan yang ada saat ini hampir seluruhnya sudah dialokasikan, seandainya terdapat lahan kosong pun merupakan kawasan hutan lindung.

Oleh karena itu, pengembangan investasi di Batam diarahkan ke Pulau Rempang dan Galang, dan sejumlah investor sudah tertarik untuk mengembangkan kawasan itu dengan nilai investasi triliunan rupiah namun status lahan di kawasan itu yang masih berstatus hutan lindung menyurutkan minat investor.

Presiden Komisaris PT Mitra Putra Rempang Tifus Narjono sebelumnya mengatakan dia telah menggandeng kelompok usaha asal Korea Selatan, Energy Master Co Ltd, untuk menggarap sejumlah proyek di Pulau Rempang dan Galang dengan nilai investasi ditaksir 10 juta dollar AS.

Selain itu, pengusaha nasional Tommy Winata juga berniat menanam investasi di Rempang dan Galang senilai 15 miliar dollar AS, Tommy bahkan sudah mendapat alokasi lahan dari Pemerintah Kota Batam seluas 17 ribu hektare.

Investor lainnya ialah PT Bukaka Barelang Energy yang akan berinvestasi 500 juta dollar AS dan PT Tanjung Pelita dengan investasi 873 juta dollar AS untuk membangun pembangkit listrik. Ada juga Al �Ain Industries Co Ltd yang akan berinvestasi 1 miliar dollar AS untuk kilang minyak serta Island World Holding Ltd yang akan berinvestasi 991 juta dollar AS.

Ketua DPRD Kota Batam Asmin Patros mengatakan, pemerintah selayaknya mengambil langkah tegas atas ketidakjelasan kasus lahan di Batam yang telah merugikan masyarakat. Pasalnya, jika kondisi itu terus dibiarkan akan menyurutkan minat investor untuk menanamkan modalnya di Batam.

Terkait dengan status lahan di Rempang dan Galang, Asmin mendesak pemerintah segera mengalihfungsikan lahan tersebut menjadi kawasan komersil karena lahan di Pulau Batam sudah tidak memungkinkan lagi untuk dialokasikan kepada investor.

Sementara itu Anggota DPR RI dari Provinsi Kepri Harry Azhar Azis mengatakan, lembaga pemerintah yang telah mengalokasikan lahan kepada investor yang berupa hutan lindung merupakan tindakan ceroboh dan hal itu bisa dipidanakan.

“Jika BPN atau Otorita Batam mengalokasikan lahan yang merupakan hutan lindung kepada investor merupakan tindakan salah dan itu bisa ditindak secara hukum,” katanya. (gus).

Tidak ada komentar: