Jumat, 23 Juli 2010

Penomena Gay di Batam

Geliat ekonomi kota Batam turut menyuburkan pertumbuhan komunitas Gay yang hingga kini jumlahnya ditaksir 7.000 orang, sayangnya prilaku seks bebas tanpa pengaman yang sering dilakukan komunitas ini ternyata juga ikut menyuburkan pembiakan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Akibatnya, angka kematian akibat virus HIV dari komunitas ini terus tumbuh, tahun lalu saja ditemukan 72 kasus Aids, yang meninggal mencapai 40 orang, ironisnya korban tewas tersebut masih berada di usia produktif antara 30 sampai 40 tahun.



Era tahun 1980-an hingga 2005, perkembangan kelompok gay atau pencinta sejenis sesama laki laki cukup pesat. Pada saat itu, komunitas gay di Batam kerap berkumpul hampir tiap malam di pelataran Studio 21 Baloi yang saat ini sudah tutup dan pindah ke pusat perbelanjaan.

Kelompok gay tersebut tidak hanya berasal dari Batam atau warga Indonesia tapi juga banyak berasal dari Singapura dan Malaysia bahkan pekerja asing dari Eropa dan Amerika Serikat juga ikut berkumpul di tempat tersebut. Tujuan mereka hanya satu untuk mencari pasangan dan melakukan hubungan seks.

Saat ini, komunitas Gay di Batam sudah terpencar seiring dengan pertumbuhan kota, sehingga tidak hanya terpusat di sekitar Nagoya dan Jodoh serta Baloi tapi juga sudah berkembang hingga ke daerah Batu Aji, Tiban, Sekupang, Batam Centre dan Bengkong.

Project Director Yayasan Gaya Batam, Meilandi Panca Wardhana SH menjelaskan, sebagai organisasi yang menaungi komunitas gay di Batam pihaknya merasa prihatin dengan pola dan gaya hidup kelompok gay Batam saat ini. Pasalnya, mereka sering tidak mengindahkan cara berhubungan seks yang sehat sehingga kasus HIV/Aids yang menimpa kelompok tersebut setiap tahun terus meningkat.

Ironisnya, Gay Batam saat ini tidak hanya melakukan hubungan seks dengan sesama Gay, tapi mereka juga banyak yang melakukan hubungan seks dengan Pekerja Seks Komersial laki laki atau yang sering disebut “Kucing”. Kondisi itu menyebabkan penularan virus HIV di kalangan gay tumbuh pesat karena seringnya berganti pasangan pada saat melakukan hubungan seks, terlebih banyak gay yang melakukan hubungan tersebut tanpa pengaman atau kondom.

Menurut Panca, jumlah gay termasuk waria di Batam yang terdata saat ini sekitar 1.600 orang. Angka itu diperkirakaan membengkak hingga lebih dari 7.000 orang karena banyak yang tidak mau melakukan kontak dengan sesama gay atau sembunyi sembunyi disebabkan berbagai factor.

Dari angka itu, jumlah kasus Aids/HIV yang menimpa kelompok gay mencapai 72 kasus tahun lalu dan yang meninggal mencapai 40 orang.

Menurut Panca, korban akibat HIV/Aids sebenarnya bisa ditekan jika masyarakat atau kelompok yang rentan terhadap penyakit itu mau membuka diri dan mau menerima informasi tentang penyakit tersebut, masyarakat juga harus mulai sadar untuk bisa menerima penderita Aids dan jangan di kucilkan seperti yang banyak terjadi selama ini.

Oleh karena itu, Yayasan Gaya Batam terus melakukan advokasi atau pendampingan terhadap penderita Aids/HIV dengan memberi bantuan pengobatan. Selain itu, bagi kelompok yang rentan khususnya gay juga selalu dilakukan diskusi dan konsultasi tentang pentingnya menjaga kesehatan agar terhindar dari virus HIV.

Tak jarang, kata Panca pihaknya turun kelapangan seperti ke salon salon, ke lokalisasi waria, tempat perkumpulan gay untuk memberi penjelasan tentang Aids/HIV serta membagikan kondom secara gratis.

Itu dilakukan untuk mengurangi penyebaran virus HIV dari kelompok gay dan waria yang ada di Batam. Yayasan juga kata Panca merekrut volunteer yang bekerja secara sukarela untuk memberi sosialisasi.

Butet salah seorang volunteer atau pekerja social di Yayasan Gaya Batam mengatakan, dia sudah lama menjadi pekerja social yang memberi sosialisasi tentang penyakit Aids/HIV kepada kelompok waria di Batam.

Butet menceritakan, tidak mudah merubah perilaku seseorang yang berisiko menjadi tidak berisiko karena berbagai alasan. Ada kalanya, informasi yang disampaikan di tanggapi oleh mereka tetapai banyak juga yang tidak menghiraukan penjelasan yang diberikan.

“Memang untuk merubah sesuatu itu bukan semudah ibarat membalikan telapan tangan, tapi saya tak putus asa untuk menyampaikan informasi HIV/Aids di komunitas waria karena itu sudah menjadi risiko yang harus saya hadapi,” kata dia.

Butet menuturkan, dia memberi sosialisasi kepada kaum waria dari pintu ke pintu, dan banyak suka duka yang dialaminya.

“Kadangkala, pintu yang saya tuju masih tertutup, saya pun langsung mengetok pintu tersebut, setelah dibuka ada kalanya saya diterima dengan senang dan ada yang tidak menerima kedatangan saya,” katanya.

Dikatakan, masyarakat khususnya kaum waria sudah banyak yang tau tentang Virus HIV atau Aids, ironisnya banyak diantara mereka yang tidak peduli tentang hal itu. Kondisi tersebut sangat disayangkan karena banyak waria yang meninggal disebabkan virus HIV.

Kondisi itulah yang menyebabkan Butet tidak pernah berhenti memberi sosialisasi tentang Aids kepada kaum waria, karena dia merasa menjadi bagian dari kelompok itu yang punya tanggung jawab untuk memberi kesadaran kepada rekan rekannya.

Meski demikian, Butet menyalahkan anggapan sebagian masyarakat yang menyebut bahwa Waria merupakan biang yang membawa virus Aids, karena tidak seluruh waria yang hampir setiap malam menjajakan seks melakukan hubungan seks tanpa pengaman.

Butet selalu memberi pemahaman kepada rekan rekannya untuk melakukan hubungan seks dengan menggunakan kondom karena itu menjadi benteng dan pelindung agar terhindar dari virus HIV yang sangat mematikan. (gus).


Tidak ada komentar: