Selasa, 15 Desember 2009

Sektor Manufaktur Kian “Kinclong” di 2010



Foto : Lokasi pabrik PT satnusa persada tbk

Kinerja perusahaan manufaktur yang memproduksi elektronik, pipa baja, semen, alas kaki dan ban untuk kendaraan diprediksi bakal tumbuh 5-30 persen pada tahun depan akibat mulai meredanya resesi global yang menyebabkan naiknya permintaan.





Direktur PT Satnusa Persada Tbk yakni perusahaan perakitan elektronik berbasis di Batam, Abidin Hasibuan mengatakan pihaknya sangat optimistis kinerja tahun depan bisa tumbuh lebih dari 20 persen, karena sudah diterimanya sejumlah kontrak dari pelanggan di luar negeri antara lain Kenwood, Panasonic dan Sony.

Nilai kontrak dan varian produk yang diterima, kata Abidin lebih tinggi dibanding kontrak yang sudah pernah diterima sebelumnya, sehingga dia yakin pendapatannya bisa mencapai 2,1 triliun rupiah pada tahun depan, lebih tinggi dibanding perkiraan pendapatan tahun ini yang 1,7 triliun sampai dua triliun rupiah.

Perseroan juga sedang melakukan negosiasi dengan produsen handphone di luar negeri untuk mengerjakan perangkat lunak (soft ware) mobile TV.

Untuk itu, Satnusa mengalokasikan belanja modal 25 miliar sampai 30 miliar rupiah dari kas internal untuk membeli mesin produksi baru dan investasi teknologi pada tahun depan, perseroan juga akan menambah sekitar 2.000 karyawan baru.

Menurut Abidin, industri elektronik akan terus tumbuh seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.

Meski demikian, perusahaan elektronik nasional membutuhkan dukungan dari pemerintah untuk mempercepat pertumbuhannya. Dukungan dimaksud adalah menciptakan birokrasi yang cepat dan efisien dan pemerintah juga diminta untuk menghilangkan pungutan liar yang saat ini masih sering terjadi khusnya dalam aktivitas ekspor dan impor.

Pungutan liar itu, kata dia telah meningkatkan biaya produksi sehingga harga di dalam negeri bisa lebih tinggi disbanding luar negeri, dan hal itu menyebabkan banyak perusahaan nasional tidak mampu bersaing.

Selain itu, konsistensi dan kepastian hukum juga perlu dijaga khususnya di Batam yang sebagian besar perusahaan yang beroperasi merupakan perusahaan manufaktur yang orientasinya ekspor.

Abidin menilai, gonta ganti status hukum Batam yang dulunya Bonded Zone sekarang menjadi Free Trade Zone dan akan diganti kembali oleh Menteri Perindustrian M.S Hidayat menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) menimbulkan kebingungan bagi perusahaan yang beroperasi di Batam sehingga operasionalnya menjadi terganggu.

“Investor itu butuh kepastian untuk membuat rencana bisnisnya,” kata dia.

Senada dengan Satnusa Persada, perusahaan manufaktur lainnya yakni PT Citra Tubindo Tbk yakni perusahaan pipa baja yang berbasis di Batam juga sangat optimistis dengan kinerjanya tahun depan. Perseroan bahkan memasang target pertumbuhan penjualan 32 persen di 2010.

Direktur Keuangan Citra Tubindo, Hedy Willuan mengatakan, pihaknya menargetkan nilai penjualan tahun depan 303,33 juta dollar AS atau naik 32,5 persen dibanding proyeksi nilai penjualan 2009 yang 229 juta dollar AS.

Keyakinan itu, kata dia disebabkan mulai meredanya dampak krisis keuangan global dan mulai meningkatnya permintaan pipa baja global disebabkan sejumlah perusahaan Migas mulai melakukan aktivitas pertambangan atau eksplorasi.

Direktur Pengembangan Usaha Citra Tubindo Herman Hermanto menambahkan, pihaknya saat ini sedang mengincar kontrak dari beberapa perusahaan antara lain Conoco Philips di Cina yang sedang melakukan tender pengadaan pipa baja dengan nilai ditaksir 25 juta sampai 30 juta dollar AS. Selain itu juga dari TOTAL yang sedang tender pengadaan pipa baja dengan nilai proyek 50 juta sampai 60 juta dollar AS.

Herman yakin bisa mendapatkan tender tersebut, karena perseroan mampu menghasilkan produk dengan kualitas terbaik dibanding perusahaan sejenis lainnya di dalam maupun luar negeri. Keyakinan itu cukup berlasan karena kualitas pipa baja yang dihasilkan Citra Tubindo secara spesifik telah memenuhi standar internasional, sementara itu untuk proses pemasaran dan negosiasi penjualan di pasar global sudah bisa dilakukan dengan perusahaan afiliasinya yakni Vallourec and Mannesmann dan Premium Holding yang merupakan perusahaan baja terbesar di Perancis dan Jerman serta Kestrel Wave Investment Ltd (KWIL) yakni perusahaan investasi dari Hongkong. Kedua perusahaan itu memiliki jam terbang cukup tinggi dalam bisnis pipa baja global.

Menurut Herman, Vallourec and Mannesmann dan Premium Holding serta Kestrel Wave Investment Ltd (KWIL) sejak Agustus 2009 lalu telah bergabung dengan Citra Tubindo sebagai salah satu pemegang saham.

“Masuknya perusahaan itu sebagai pemegang saham menjadi awal yang baik bagi kami untuk penetrasi pasar global,” katanya.

KWIL membeli saham Citra Tubindo pada 23 Januari 2009 sebanyak 298.574.220 lembar saham atau 37,32 persen kepemilikan. Perusahaan itu pada 29 Januari 2009 melanjutkan kembali pembelian saham Citra Tubindo sebanyak 22.146.150 lembar saham sehingga kepemilikannya menjadi 40,09 persen. Pada tanggal 28 April dilakukan ternder offer dan membeli saham publik sehingga jumlah sahamnya meningkat menjadi 335.648.840 lembar atau 41,96 persen kepemilikan.

Sementara itu, PT Semen Gresik Tbk memproyeksikan pendapatannya pada tahun depan tumbuh minimal 6,0 persen dari proyeksi pendapatan tahun ini yang 13 triliun rupiah.

"Prediksi pertumbuhan pendapatan itu, sejalan dengan perkiraan pertumbuhan permintaan semen nasional sekitar 5,5-6,0 persen," kata Direktur Utama Semen Gresik Dwi Sucipto.

Untuk mengejar pertumbuhan itu, perseroan akan meningkatkan kapasitas produksinya menjadi 10 juta ton per tahun dari 19,5 juta ton pada tahun ini.

Kepala Riset Asia Financial Network Rowena Suryobroto mengatakan, sektor manufaktur yang memproduksi barang elektronik kinerjanya akan tumbuh lebih baik pada tahun depan karena konsumsi naik. Itu dipengaruhi oleh mulai meredanya dampak krisis keuangan global yang meningkatkan pendapatan masyarakat.

Hal yang sama juga terjadi pada perusahaan yang memproduksi pipa baja, karena aktivitas eksplorasi pertambangan tahun depan akan meningkat. Oleh karena itu, Rowena menyarankan perusahaan untuk ekspansif dan merealisasikan rencana kerjanya yang tertunda tahun ini.

Senada dengan Rowena, Kepala Riset Recapital Securities Poltak Hotradero mengatakan, kinerja perusahaan pipa baja relatif tumbuh tahun depan, karena seiring dengan membaiknya ekonomi Indonesia dan global tahun depan. Pipa baja sendiri kata dia banyak digunakan untuk transportasi atau distribusi minyak dan gas, dimana aktivitas eksplorasi pertambangan migas tahun depan bakal marak.

Kondisi politik dan kesemrawutan hukum di dalam negeri dikhawatirkan dapat mengganggu Indonesia dalam meraih peluang pemulihan ekonomi dunia yang saat ini tengah berlangsung.

Kesiapan Infrastruktur


Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi mengatakan, industri manufaktur di dalam negeri masih akan tumbuh pada tahun depan, namun tidak secepat dengan pertumbuhan sektor lainnya seperti ritel dan infrastruktur.

Industri manufaktur sendiri, selama ini banyak mengalami kendala antara lain kurang siapnya infrastruktur pendukung antara lain jalan dan pelabuhan yang menyebabkan
biaya produksi meningkat.

Oleh karena itu, Sofyan berharap pemerintah segera mempercepat proses pembangunan infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan industri tersebut. Selain itu, birokrasi juga harus dipangkas agar lebih cepat dan efisien.

Menurut dia, pembangunan infratruktur dan birokrasi di dalam negeri masih tertinggal dibanding negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia .

“Tidak siapnya infrastuktur dalam negeri dan birokrasi yang masih berbelit belit menyebabkan high cost economy sehingga investasi di sektor manufaktur tidak terlalu banyak masuk di Indonesia,” katanya, Senin (14/12).

Meski demikian, kata Sofyan perusahaan manufaktur yang sudah ada saat ini pertumbuhannya tahun depan diperkirakan relatif baik karena sudah mulai meningkatkan konsumsi masyarakat.

Selain itu, Prediksi pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 5-5,5 persen di 2010 juga akan memicu pertumbuhan sektor manufaktur dalam negeri.

Untuk mendukung pertumbuhan itu, Sofyan juga berharap pemerintah bisa menjaga stabilitas politik dalam negeri, karena gonjang ganjing politik yang sedang terjadi saat ini dinilai akan berpengaruh terhadap iklim investasi Indonesia .

Indonesia membutuhkan investasi sektor manufaktur sekitar Rp1417,191 triliun per tahun untuk mencapai target pertumbuhan industri sebesar 8,95 persen pada 2014.

Menteri Perindustrian M. S Hidayat dalam satu kesempatan mengatakan, Indonesia membutuhkan investasi sektor manufaktur sekitar 1417,191 triliun rupiah per tahun untuk mencapai target pertumbuhan industri sebesar 8,95 persen pada 2014.

Pemerintah sendiri menargetkan nilai investasi di industri pengolahan atau manufaktur mencapai 71,27 triliun rupiah pada tahun depan atau naik 8,5 persen dibanding tahun ini.

Peningkatan tersebut didasarkan adanya sejumlah realisasi investasi yang sempat tertunda pada tahun ini dan investasi baru dari berbagai sektor usaha.

Berdasarkan proyeksi Kantor Menko Perekonomian, investasi sektor manufaktur pada tahun ini bisa mencapai 65,69 triliun atau tumbuh 7,7 dibandingkan dengan realisasi pada 2008. (gus).

Tidak ada komentar: