Selasa, 15 Desember 2009

Birokrasi dan Infrastruktur Masih Jadi Penghalang

Pertumbuhan ekonomi nasional sebenarnya bisa dipacu bila pemerintah mau fokus mengembangkan industri manufaktur, karena sektor ini dinilai memiliki nilai tambah lebih tinggi ketimbang sektor lainnya seperti komoditas. Untuk itu, hambatan bagi pertumbuhan industri itu perlu di hilangkan seperti hambatan birokrasi dan infrastruktur.





Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofyan Wanandi mengatakan, pertumbuhan ekonomi nasional saat ini masih tergantung pada sektor komoditas seperti Migas, bahan tambang dan perkebunan.

Dengan demikian, angka pertumbuhan ekonomi nasional sangat tergantung dari harga komodistas tersebut di pasaran internasional. Bila harganya tinggi, maka pertumbuhan ekonomipun akan ikut terkerek, tapi bila harga anjlok sudah dipastikan angka pertumbuhan ekonomipun melorot.

Untuk itu, pemerintah sudah saatnya mulai mengalihkan ketergantungan pertumbuhan ekonominya dari sector komoditas ke sector manufaktur. Namun, permasalahan timbul karena hingga saat ini tidak banyak investasi masuk ke Indonesia di sektor manufaktur.

Menurut Sofyan, masalah utama yang menyebabkan tidak tertariknya investor asing dan dalam negeri mengembangkan industri manufaktur karena dua hal yakni hambatan birokrasi dan hambatan infrastruktur.

Kondisi jalan dan pelabuhan serta infrastruktur pendukung lainnya di Indonesia masih minim. Lihat saja, kondisi jalan dari pelabuhan ke gudan milik perusahaan sangat macet karena badan jalan tidak lagi bisa menampung lonjakan arus lalu lintas. Selain itu, kondisi pelabuhan juga masih memilukan, itu terlihat masih lamanya proses bongkar muat di pelabuhan.

Akibatnya menimbulkan biaya ekonomi yang cukup tinggi (High Cost Economy) yang menyebabkan biaya produksi meningkat. Bila biaya produksi meningkat, maka harga jual menjadi tinggi sehingga perusahaan dalam negeri tidak bisa bersaing dengan perusahaan sejenis di luar negeri yang juga memproduksi barang yang sama.

Untuk itu, Pemerintah segera merealisasikan rencana investasi di sector infrastruktur dan membenahi aturan dan layanan birokrasi.

Senada dengan Sofyan, Direktur Utama PT Satnusa Persada Tbk, Abidin Hasibuan juga mengatakan, masih banyaknya pungutan liar juga menyebabkan biaya produksi meningkat, sehingga selain hambatan birokrasi dan infrstruktur, pemerintah harus bisa menghilangkan pungutan liar tersebut.

Abidin juga menyoroti soal konsistensi hukum, karena selama ini seperti yang terjadi di Batam, pemerintah cenderung tidak konsisten terhadap hukum yang ada. Itu terlihat dari sering berubahnya status hukum Batam dari Bonded Zone lalu berubah menjadi Free Trade Zone dan kabarnya akan dirubah kembali menjadi Kawasan Ekonomi Khusus, padahal status FTZ belum genap satu tahun diberlakukan.

Menurut Abidin, apapun status hukum Batam sebenarnya tidak dipersoalkan oleh pengusaha asal ada kepastian dan jaminan dalam jangka panjang, karena perusahaan itu membuat rencana bisnisnya untuk jangka tertentu, dan bila hukumnya mengalami perubahan terus menerus bahkan dalam hitungan bulan maka sudah pasti akan mempengaruhi rencana bisnisnya.

Oleh karena itu, dia berharap pemerintah bisa merangkul pengusaha ketika ingin mengambil kebijakan strategis yang menyangkut dunia usaha agar ada sinkronisasi kebijakan antara kepentingan pengusaha dan pemerintah. (gus).

Tidak ada komentar: