Rabu, 11 Agustus 2010

Singapura Keluhkan Birokrasi dan Regulasi Indonesia

BATAM – Pemerintah Singapura mengeluhkan birokrasi di Indonesia yang dinilai masih lambat dibanding Vietnam dan Malaysia ditambah lagi dengan regulasi yang dinilai belum pro investasi, akibatnya rencana kerjasama Indonesia-Singapura dalam kerangka Spesial Economic Zone (SEZ) di Batam, Bintan dan Karimun kurang berjalan.



Konsulat Singapura di Batam, Raj Kumar mengatakan, pengurusan ijin investasi atau birokrasi di Indonesia saat ini masih lamban dibanding Vietnam dan Johor Malaysia sehingga investor asing khususnya dari Singapura kurang banyak menanamkan investasinya di Indonesia khususnya wilayah FTZ Batam, Bintan dan Karimun. Kondisi itu diperparah lagi dengan regulasi yang dinilai belum berpihak pada dunia usaha.

”Saya sarankan pemerintahan Indonesia untuk lebih mempercepat proses-proses yang berkaitan birokrasi,” katanya akhir pekan lalu usai acara peresmian Kantor Konsulat Singapura di Batam akhir pekan lalu.

Menurut Raj, lambannya birokrasi dan masih adanya persoalan regulasi menyebabkan kerjasama Indonesia dan Singapura terkait dengan SEZ atau FTZ terkesan berjalan ditempat. Singapura, kata dia saat ini masih menunggu kejelasan pemerintah Indonesia terkait revisi aturan FTZ (PP No 2 tahun 2009).

Dijelaskan, FTZ merupakan kerjasama yang sangat menguntungkan bagi Batam maupun Singapura. Bagi Singapura, dengan status FTZ akan meminimalkan biaya birokrasi sampai masalah ekspor-impor akan lebih mudah dan murah sehingga bisa menekan biaya. Lalu, bagi Indonesia , khususnya Batam, akan menarik investasi lebih banyak dan berujung pada semakin banyaknya terbuka lapangan pekerjaan.

Raj optimistis jika Pemerintah Indonesia bisa dengan cepat memperbaiki birokrasi dan regulasi yang bermasalah saat ini, maka investasi asing khususnya dari Singpura akan meningkat.

Perusahaan Singapura di Batam saat ini berjumlah sekitar 400 perusahaan belum termasuk yang joint venture dengan negara lain. Meskipun nilai investasi Singapura di Batam cukup tinggi, namun jika dibanding dengan investasi Singapura di Vietnam dan Johor maka investasi di Batam masih rendah, padahal jarak Singapura dan Batam sangat dekat.

Dikatakan, saat ini banyak investasi Singapura yang mulai dialihkan ke Vietnam dan Johor karena dua daerah tersebut lebih menjanjikan dan mereka gencar melakukan promosi.

Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo usai meresmikan Konsulat Singapura di Batam menambahkan, dengan didirikannya kantor Konsulat di Batam diharapkan investasi dari Singapura ke Batam bisa tumbuh lebih cepat.

Menurut dia, sekitar 70 persen dari total pengunjung di Batam merupakan warga Singapura. Investasi Singapura di Batam juga cukup tinggi. Pada tahun 2009 nilai investasi Singapura di Indoenesia mencapai 4,4 miliar dolar AS dan sepertiga dari nilai itu ditanam di wilayah Batam dan Bintan. Oleh karenanya dibutuhkan kantor konsulat yang akan membantu warga Singapura di Batam dalam menjalankan bisnisnya.

“Keberadaan konsulat Singapura di Batam merupakan cerminan hubungan yang dekat antara Singapura dan Kepri,” katanya.

Dikatakan, ikatan kerja sama Singapura dan Batam sudah dilakukan sejak 2006 lalu, saat kedua negara menandatangani kerja sama FTZ Batam, Bintan, dan Karimun. Dalam kerjasama tersebut, Singapura ikut berperan untuk mendorong pertumbuhan investasi di Batam, Bintan dan Karimun.

Ketika Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong bertemu pada Mei tahun lalu telah diputuskan untuk membentuk tujuh kelompok kerja yang bertujuan meningkatkan kerjasama bilateral di bebearpa sektor antara lain, investasi, pariwisata, agribisnis, dan penerbangan. Kelompok kerja ini bahkan dapat membuka lebih luas lagi peluang bagi perusahaan-perusahaan di Singapura dan Indonesia , termasuk Kepri.

Wakil Ketua Umum Bidang Investasi dan Perdagangan, Kadin Kepri, Abdullah Gosse mengatakan, lambatnya birokrasi memang sudah lama dikeluhkan para investor dan mestinya sudah diperbaiki pemerintah. Selain itu, regulasi FTZ juga sudah di terbitkan namun masih dalam proses revisi sampai saat ini.

Kurang berjalannya FTZ, kata Gosse juga disebabkan masih adanya egosektoral antar departemen, sehingga regulasi yang sudah di terbitkan sering diabaikan yang membuat investor bingung. (gus).


Tidak ada komentar: