Minggu, 22 Agustus 2010

Kepak Garuda di Ujung Pulau

Tak banyak anak pulau yang tinggal bersebelahan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Vietnam di Provinsi kepulauan Riau (Kepri) yang mengerti dengan simbol negara sepergi Burung Garuda, karena memang tidak ada yang memberi pengetahuan kepada mereka tentang hal itu. Bagi mereka, bisa makan, tidur dan bermain sudah cukup.



Indonesia memiliki ribuan pulau dan diantara pulau tersebut banyak yang berbatasan langsung dengan negara lain seperti yang ada di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang memiliki lebih 19 pulau terluar yang berbatasan langsung dengan beberapa negara lain seperti Malaysia, Singapura dan Vietnam. Kehidupan anak bangsa yang tinggal di pulau terluar tersebut cukup memilukan sebab hidup dengan keterbatasan.

Seperti yang terjadi dengan warga yang tinggal di Pulau Batu Berhati, Nipah, Batu Mandi, Damar dan Iyu Kecil di Provinsi Kepri yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Singpura.

Warga yang tinggal di pulau pulau tersebut sudah terbiasa hidup dengan sederhana, tanpa fasilitas umum yang layaknya ada di daerah lain. Di pulau tersebut tidak akan ditemui sekolah atau sarana kesehatan terlebih sarana transportasi umum, karena akses transportasi memang tidak tersedia. Bagi warga yang ingin sekolah terpaksa harus pindah ke pulau lain yang sudah menyediakan sekolah dan bagi yang sakit juga terpaksa harus ke pulau lain yang sudah ada puskesmas.

Untuk menjangkau pulau lain yang sudah ada fasilitas umum seperti Belakang Padang, Batam atau Karimun, mereka harus memiliki perahu sendiri untuk mencapai pulau tersebut karena memang tidak ada transportasi laut yang tersedia di pulau itu.

Kondisi demikian sudah berlangsung lama dan masyarakat pulau sudah terbiasa dengan hal itu. Bagi mereka bisa makan dan tidur di rumah yang sederhana saja sudah cukup dan tidak ada keinginan kuat bagi orang tua untuk menyekolahkan anaknya karena selain tidak ada biaya tempat sekolahnya juga jauh dari tempat mereka tinggal.

Rozi salah seorang guru di Pulau Belakang padang mengatakan anak anak yang tinggal di pulau yang berbatasan dengan negara tetangga yang ada di Kepri sebagian besar tidak memiliki pendidikan karena mereka kesulitan untuk mengakses pendidikan. Oleh karenanya, kehidupan berbangsa bagi mereka tidaklah terlalu penting, mereka bahkan diperkirakan tidak mengenal simbol dan lambang negara Indonesia , karena memang tidak ada yang mengajarkannya.

Oleh karena itu, kata dia dibutuhkan peran pemerintah yang lebih besar untuk memberdayakan warga yang tinggal di pulau terluar karena jiwa kebangsaan warga di pulau tersebut bisa terkikis dan tergantikan dengan jiwa kebangsaan negara lain seperti Singpura dan Malaysia yang memang jaraknya lebih dekat, sehingga budaya dan prilaku mereka lebih banyak mengikuti perkembangan yang terjadi di negara tetangga.

“Kondisi itu jika dibiarkan terus menerus bisa menimbulkan pengakuan sepihak dari negara lain terhadap wilayah NKRI,” katanya.

Salah seorang pemuda Pulau Belakang Padang, Joehan mengatakan, meskipun secara de facto pulau pulau terluar yang berbatasan dengan negara tetangga Singapura dan Malaysia tersebut masuk dalam wilayah RI, namun faktanya banyak masyarakat di pulau tersebut menjalani kehidupan perekomiannya dengan negara tetangga, bahkan mereka lebih mengenal mata uang dollar Singapura ketimbang Rupiah.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad mengatakan pemerintah melalu DKP sudah punya program untuk memberdayakan masyarakat yang tinggal di pulau terluar, hal itu bercermin dari kasus hilangnya Pulau Sipadan dan Legitan yang lalu.

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menyikapi dengan memprakarsai diterbitkannya Peraturan Presiden No.78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar sebagai langkah strategis dalam mengantisipasi ancaman terhadap kedaulatan negara.

Pengelolaan Pulau-pulau Kecil merupakan arah kebijakan baru secara nasional yang didasari atas pertimbangan bahwa potensi kawasan pulau-pulau kecil dan jasa-jasa lingkungan yang ada disekitarnya diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan kelautan dan perikanan.

Namun hingga saat ini, potensi kawasan tersebut masih kurang tersentuh oleh pembangunan, dikarenakan letak geografis pulau yang pada umumnya jauh, juga karena paradigma pembangunan nasional selama ini masih cenderung ke-arah daratan daripada paradigma kelautan.

Hal itu perlu pengelolaan secara baik dan berkelanjutan, karena keberadaan pulau kecil terluar terkadang lebih bernuangsa politis.

DKP pada Agustus 2007 telah mendaftar ke PBB sejumlah 4.981 pulau di Indonesia , melalui United National Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN). Kegiatan DKP dalam Pengelolaan Pulau-pulau Terkecil terkait dengan berbagai isu dan permasalahan tersebut, pemerintah berusaha untuk mengembangkan berbagai metode untuk mengelola pulau-pulau kecil terluar melalui berbagai kebijakan peraturan dan perundangan.

Salah satunya adalah telah terbitnya Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4739), dan Peraturan Presiden Nomor 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar. Disamping itu, juga telah terbit Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 20 Tahun 2009 tentang Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil dan Perairan disekitarnya yang merupakan turunan dari UU No. 27/2007. Dokumen ini berisi tentang definisi pulau-pulau yang dianggap sebagai pulau kecil beserta dasar-dasar kebijakan pengelolaannya, mekanisme pengelolaan dan penegakan serta pentaatan hukum.

Dalam rangka Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil Terluar (PPKT) yang telah diamanatkan di dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 bahwa Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil terluar dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Pemerintah Daerah dalam upaya menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengingat bahwa PPKT adalah Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT), maka program selama kurun waktu 5 ( lima ) tahun kedepan adalah berbasis kepada Pertahanan dan Keamanan, Peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan Pelestarian Lingkungan.

Fadel Muhammad saat berkunjung ke Batam beberapa waktu lalu juga mengatakan, salah satu program pemerintah dalam memberdayakan masyarakat yang tinggal di pulau terluar adalah dengan mempromosikan usaha perikanan dan budidaya rumput laut.

Wilayah perairan Kepri, kata dia sangat potensial untuk pengembangan rumput laut dan potensi ikannya juga cukup besar terutama di laut Natuna, sehingga banyak nelayan asing kedapatan mencuri ikan di perairan tersebut. (gus).


Tidak ada komentar: