Rabu, 11 Agustus 2010

RONA - Masjid Raya Shultan Riau



Masjid Raya Shultan Riau dikenal juga dengan Masjid Penyengat, didirikan tahun 1832 M memiliki arsitektur unik perpaduan Eropa dan Timur Tengah. Masjid tersebut, kini tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Melayu di Kepulauan Riau tetapi juga sudah menjadi kebanggaan nasional serta masyarakat muslim Internasional khususnya di Asia Tenggara.



Masjid Raya Shultan Riau berdiri di Pulau Penyengat Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) bersebelahan dengan Kota Tanjung Pinang yang menjadi ibukota Provinsi Kepri. Penyengat hanyalah pulau kecil dengan luas sekitar 240 hektar yang saat ini menjadi salah satu objek wisata andalan provinsi Kepri. Pulau itu menjadi terkenal karena tempat lahir pujangga tersohor Raja Ali Haji dan tempat beridirinya masjid bersejarah yang konon keberadaanya tidak bisa dilepaskan dari sejarah Melayu.

Masjid Raya Shultan Riau sudah berusia dua abad namun masih berdiri kokoh hingga saat ini. Pejiarah yang datang pun kian hari kian ramai, dan mereka tak hanya datang dari Kepulauan Riau semata tapi hampir dari seluruh pelosok negeri, bahkan dari negeri tetangga di semenanjung Malaka, Singapura serta Brunai Darusalam juga banyak yang datang untuk berjiarah ke masjid yang keberadaanya tidak bisa dilepaskan dari sejarah Melayu.

Masjid Shultan Riau, didirikan awal bulan syawal atau 1 Syawal 1249 H bertepatan dengan 1832 M atas prakarsa Raja Abdurrahman, Yang Dipertuan Muda Riau VII. Masjid itu menjadi salah satu gedung terindah pada masanya dengan desain Eropa berpadu Timur Tengah dan Melayu dengan warna Kuning yang mendominasi dinding gedung. Dalam tradisi Melayu biasanya warna kuning atau keemasan dipakai untuk segala sesuatu berkaitan dengan kerajaan atau kesultanan.

Konon arsitektur Masjid di rancang oleh seorang keturunan India yang bermukim di Singapura yang hanya berjarak 40 menit dari Pulau Penyengat. Bangunan mesjid seluruhnya terbuat dari beton, berukuran 18 x 19,80 meter. Di dalam ruang utama terdapat empat buah tiang utama dan pada keempat sudut bangunan berdiri empat buah menara, sedangkan atapnya terdiri dari 13 buah kubah yang unik.

Untuk mengokohkan bangunan masjid khusunya pada Menara dan Kubah, konon para pekerja mempergunakan bahan perekat dari campuran putih telur dan kapur yang pada saat itu mudah didapat di Pulau Penyengat. Masyarakat di sekitar pulau rela menyumbangkan telur untuk pembangunan masjid tersebut, tidak hanya itu, warga sekitar konon juga ikut membantu pembangunan masjid tersebut.

Masjid penyengat berdiri pada pelataran yang mungkin dulunya tanah merupakan bukit yang diratakan. Tinggi tanahnya sekitar 3 meter dari permukaan jalan dan untuk naik dibuat tangga yang cukup tinggi. Di dalam masjid terdiri dari unit-unit yang terpisah yang masing-masing dalam posisi simetris, bila di tarik garis tengah dari tangga naik hingga mighrab.

Setelah melalui tangga yang cukup tinggi tadi di halaman sebelah kiri dan kanan atau di utara selatan jalan setapak di sumbu tengah tersebut, masing-masing terdapat unit berdinding beratap limas an batu. Kedua unit kembar disebut dalam bahasa setempat disebut Sotoh yang digunakan sebagai tempat bermusyawarah majelis ta'lim diantara ulama dan cendikiawan. Selain itu terdapat juga unit kembar yang masing-masing bersumbu segi empat panjang, sisi terpanjangnya searah dengan kiblat, kedua unit ini terlihat seperti gardu tetapi besar dan panjang, tak berdinding, mempunyai kolong, yang berkonstruksi kayu. Dalam istana-istana di Jawa dalam bentuk yang lebih besar, unit semacam itu disebut dengan paseban, yang berfungsi sebagai ruang tunggu tamu raja.

Abdurrahman pengurus Masjid Penyengat mengatakan, bentuk bangunan masjid tidak pernah mengalami perubahan dari sejak didirikan hingga saat ini. Keunikan arsitektur masjid tersebut menjadi daya tarik bagi masyarakat di luar Pulau Penyangat untuk datang dan mengunjungi masjid tersebut.

Di dalam mesjid tersimpan kitab-kitab kuno terutama yang menyangkut agama Islam yang dulunya menjadi koleksi perpustakaan. Perpustakaan itu di dirikan oleh Raja Muhammad Yusuf AI Ahmadi,Yang Dipertuan Muda Riau X. Benda lain yang menarik dan terdapat dalam mesjid adalah mimbarnya yang indah, serta kitab suci AI Qur’an tulisan tangan.

Selain arsitektur dan beberapa benda bersejarah Masjid Penyengat juga memiliki keistimewaan pada dindingnya, dimana pada tiap dinding Masjid tertulis petuah sebanyak 12 pasal yang dikenal masyarakat Indonesia dan dunia sebagai Gurindam 12 hasil karya Pujangga besar dari tanah Melayu yakni Raja Ali Haji yang menghasilkan karya agung tersebut pada 1847 M.

Di sekitar masjid juga terdapat beberapa makam keramat yang banyak dikunjungi warga untuk jiarah. Makam makam tersebut adalah makam Raja Haji Abdullah (Marhum Mursyid), Yang Dipertuan Muda Riau IX, makam raja Ali Haji yakni pujangga Riau yang terkenal “Gurindam Dua Belas”, makam Mahkamah Syariah kerajaan Riau-Lingga, makam Tengku Aisyah Putri, dan kerabat-kerabat Engku Putri yang lain.

Menjelang bulan Ramadhan dan hari raya Idul fitri, Masjid Penyengat dan makam tersebut semakin ramai dikunjungi warga untuk berjiarah. (gus).

Tidak ada komentar: