Selasa, 08 Juni 2010

Menunggu Terbentuknya PALAPA-RI

Potensi industri maritim atau kelautan nasional rasanya sudah habis tuntas dibahas oleh banyak pakar yang kesimpulannya hampir sama yakni sangat potensial, namun ironisnya sampai hari ini pemerintah dinilai belum memiliki langkah nyata untuk mempercepat pertumbuhannya. Itu bisa dilihat dari belum juga direalisasikannya pembentukan otoritas penjaga laut dan pantai atau Sea and Coast Guard, padahal otoritas itu dibutuhkan untuk memberi kepastian hukum dan menjamin investasi di sektor kelautan.



Industri kelautan di sektor pelayaran bisa bernapas lega sejak 2008 ketika pemerintah mengeluarkan Undang Undang Pelayaran nomor 17 tahun 2008 tentang asas cabotage yang mewajibkan kapal angkut di wilayah perairan Indonesia harus menggunakan kapal bendera Indonesia sehingga pertumbuhan industri pelayaran lokal tumbuh signifikan, kondisi yang jauh berbeda pada saat sebelum tahun 2008 yang mana armada angkutan laut di dalam negeri dikuasai perusahaan pelayaran asing.

Dalam Undang Undang Pelayaran tersebut, terkandung pesan bahwa pemerintah mesti secepatnya membentuk otoritas nasional penjaga laut dan pantai atau Sea and Coast Guard untuk memberi jaminan keselamatan dan keamanan di laut sebagai persyaratan mutlak bagi industri pelayaran.

Pelaku usaha juga mengusulkan pemerintah merevisi ordonansi laut teritorial dan lingkungan Maritim (TZNMKO 1939 Stb 442) menjadi UU tentang penjaga laut dan pantai sesuai amanat UU 17/2008 tentang Pelayaran. Selanjutnya, industri maritim membutuhkan implementasi peraturan serta pelaksanaan.

Namun ironisnya, kata Ketua Kadin Batam Nada Faza Soraya, sampai hari ini pemerintah belum juga membentuk lembaga tersebut, sehingga muncul sikap pesimis dari pelaku usaha di industri pelayaran tentang proyeksi usahanya kedepan.

Menurut Nada, Otoritas itu sangat dibutuhkan oleh pelaku usaha di industri pelayaran untuk meminimalkan biaya atau ongkos sekaligus menghindari risiko penyalahgunaan wewenang dari aparat karena banyaknya instansi yang merasa berwenang berkuasa di laut dan pantai seperti TNI AL, Kepolisian, Bea dan Cukai serta Kementrian Kelautan.

Dicontohkan, dalam satu kali trip perjalanana dalam mengantar barang dari satu pulau ke pulau lainnya, sering sekali nahkoda dihentikan oleh TNI AL untuk pemeriksaan dokumen, setelah diperiksa dan akan melanjutkan perjalanan, Nahkoda tersebut dihentikan lagi oleh petugas Bea dan Cukai untuk pemeriksaan dokumen yang sama dan lalu sering juga dihentikan lagi oleh kepolisian sehingga dalam satu kali perjalanan Nahkoda bisa tiga atau empat kali berhenti karena dihentikan oleh instansi tersebut, padahal dokumen lengkap.

Proses penghentian kapal tersebut, sudah pasti menimbulkan biaya karena menjadi tidak efisien dan terkadang malah sering terjadi penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan korupsi. Kondisi tersebut, sudah lama dan sering terjadi sehingga pelaku usaha sector pelayaran sangat membutuhkan kepastian hukum yang punya wewenang menjaga laut dan pantai.

Potensi ekonomi sumber daya kelautan juga tidak mungkin dapat menjadi sumber ekonomi berkelanjutan jika tidak ada pengaturan yang efektif dan memadai dan itu tidak bisa dikembangkan tanpa kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum yang tertib.

Oleh karenanya, Indonesia membutuhkan sistem pemerintahan di laut yang efektif dalam bentuk badn tunggal pengawal laut dan pantai Republik Indonesia atau PALAPA-RI ( Indonesia Sea and Coast Guard). Itu semata mata, untuk mengangkat ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada kekuatan sendiri yang memang sangat potensial yakni sektor kelautan karena nenek moyang bangsa Indonesia juga adalah pelaut. (gus).

Tidak ada komentar: