Minggu, 20 Juni 2010

Menjaga Budaya Leluhur Dengan Menjalani Hobi

Tak banyak lagi orang yang hobi menulis puisi bahkan mengumpulkannya untuk dijadikan sebuah buku, terlebih bagi pejabat. Namun, di Kota Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau yang dikenal sebagai kota Gurindam, membuat puisi menjadi salah satu hobi kebanyakan warganya, termasuk pemimpin daerahnya.



Puisi merupakan bentuk bentuk tulisan yang bersifat sangat pribadi atau personal. Sebuah puisi biasanya dan mungkin juga hanya akan berisi cerminan pemahaman sang penulis puisi (penyair) akan sesuatu hal di dunianya. Ini tentu jauh lebih pribadi dari artikel yang bisa lebih banyak mengutip pendapat orang lain daripada pendapatnya sendiri; juga lebih personal dari karya seorang novelis yang tidak selalu mewakili dirinya sendiri.

Sedemikian privasi dan subyektifnya sebuah puisi sehingga memiliki makna tersendiri. Hal ini menjadi salah satu alasan yang menyebabkan sebagian orang menganjurkan agar puisi tidak diterjemahkan.

Sebagai salah satu karya sastra dan warisan leluhur, Puisi pada masa lalu pernah Berjaya, namun saat ini tidak banyak lagi orang yang peduli dengan karya sastra tersebut.

Kota Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) adalah salah satu kota di Indonesia yang banyak melahirkan pujangga puisi terkenal, kota ini juga dikenal sebagai Kota Gurindam karena tempat dilahirkannya pujangga terkenal yakni Raja Ali Haji yang terkenal karena melahirkan karya sastra terbesar sepanjang sejarah yakni Gurindam 12.

Menulis puisi menjadi salah satu kegemaran warga Tanjung Pinang termasuk pejabatnya, sehingga sering dalam setiap memberi kata sambutan, pejabat di Tanjung Pinang akan menyelipkan puisi atau pantun dalam sambutannya.

Walikota Tanjung Pinang Suryatati A Manan adalah salah satu pejabat yang gemar menulis puisi. Baginya, menulis puisi tidak hanya menjalani hobi tapi juga untuk menjaga budaya leluhur.

Sangking hobinya menulis dan membaca puisi, hampir setiap kali memberi sambutan dalam acara apapun, Suryatati selalu membaca puisi. Kini, sudah ratusan puisi ditulisnya dan diapun mengumpulkannya untuk dijadikan sebuah buku berjudul “Melayukah Aku?.

Dia mengaku suka menulis dan membacakan sajak-sajaknya di berbagai tempat, tidak hanya di Kota Tanjung Pinang tapi juga di berbagai kota di Indonesia dalam setiap kesempatn kunjungan kerjanya. Diantaranya, dia pernah membaca puisi pada gelar sajak jalan bersama bupati dam walikota dan penyair melayu Indonesia di Taman Ismail Marzuki pada tahun 2006, pada saat itulah dia punya rencana untuk menulis puisi lebih banyak dan membukukannya.

Dia juga pernah memukau ribuan pengunjung pada saat pembukaan Kongres Bahasa IX yang dilaksanakan di Hotel Bumi Karsa Jakarta, 28 Oktober 2008 lalu dengan puisi-puisinya yang dibacakan sangat ekspresif, datar dan mendalam.

Selain Suyatati, H.M Sani yang terpilih sebagai Gubernur dalam Pilkada tahun ini juga hobi menulis dan

membacakan puisi. Baginya membaca puisi atau pantun tidak sekedar hobi tapi sudah menjadi kebiasaan bagi kebanyakan warga melayu.

Menulis puisi adalah salah satu cara untuk melepaskan beban yang ada di pikiran, hati dan jiwa yang dituangkan dalam bait kata-kata indah menjadi sebuah karya sastra.

Di Kepri, kata dia perkembangan Puisi cukup maju karena hampir di setiap sekolah dari mulai Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas, puisi menjadi salah satu materi pelajaran wajib.

Pemerintah daerah juga ikut memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan karya sastra tersebut dengan mensponsori berbagai kegiatan lomba cipta dan baca puisi. Dari kegiatan teresebut selalu muncul bakat bakat muda dari generasi saat ini yang serius menekuni hobi membuat puisi.

Joehan salah satu pelajar di SMK Tanjung Pinang adalah salah satu pelajar yang hobi menulis dan membaca puisi. Dia sudah sering mengikuti lomba membaca puisi tingkat provinsi bahkn tingkat nasional di Jakarta. Alhasil, Joehan sudah mengantongi banyak penghargaan dari keikutsertaanya dalam lomba tersebut.

Menurut Joehan, tidak banyak orang yang bisa memahami puisi, baik itu menulis maupun membacanya. Sebab menulis puisi butuh ketekunan dan konsentrasi karena bahasa puisi harus padat, memiliki arti dan tersusun sehingga enak dibaca.

Untuk menciptakan sebuah puisi, kata dia membutuhkan waktu cukup lama karena butuh perenungan atau inspirasi serta ingin menjadikan puisi itu sebagai apa.. agar puisi memiliki makna bagi pembacanya.

Membaca puisi juga tidak gampang, karena harus memiliki tekanan dalam intonasi setiap bait yang dibacakan agar kata kata yang ada dalam puisi tersampaikan maknanya.

Joehan memberi contoh dalam pembacaan puisi “Kerawang Bekasi” karya Chairil Anwar.

Dalam salah satu paragrafnya tertulis :

“Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?”…

Puisi tersebut kata Joehan merupakan puisi heroik yang harus dibaca dengan intonasi yang keras dan tegas, terutam saat mengucapkan kata “Merdeka”.. harus dengan teriakan dan ekspresi, bahkan banyak yang membaca puisi tersebut sambil mengguncang podium agar pendengar bisa lebih memahami arti puisi tersebut.

Dalam baik selanjutnya dari puisi tersebut tertulis :

“Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami”.

Ketika membaca paragraph tersebut, intonasinya lebih rendah dengan ekspresi mendalam dan berharap, karena bait tersebut mengandung pesan dan harapan pada generasi muda untuk selalu mengenang perjuangan para pahlawan.

Akib salah seorang sastrawan di Tanjung Pinang mengatakan, banyak orang yang bisa menulis puisi tapi tidak banyak yang bisa menulis puisi berkualitas yang memiliki makna bagi pembacanya. Sebab, puisi adalah tulisan indah yang harus dibuat sangat padat, berisi dengan gaya bahasa indah dan tersusun rapi.

Tidak hanya itu, kata kata dalam puisi juga haruslah merupakan kata kata pilihan dari penciptanya yang memiliki makna untuk disampaikan ke orang lain.

Jika seseorang itu sudah mampu menulis dan membacanya dengan baik, maka dia bisa disebut pujangga, dan menurutnya sudah tidak banyak lagi pujangga hebat di Indonesia saat ini sekelas Chairil Anwar.

Generasi muda saat ini sudah hampir melupakan puisi sebagai karya sastra leluhur, karena mereka lebih menyukai hobi yang berasal dari negara lain, dan itu sangat disayangkan, sebab jika puisi tidak dilestarikan maka suatu saat akan punah. (gus).

Tidak ada komentar: