Minggu, 20 Juni 2010

Melegalkan Prostitusi

Jumlah pekerja seks komersial (PSK) yang terdata resmi oleh Pemerintah daerah Batam di lokalisasi Panti Rehabilitasi Sintai sebanyak 1.200 orang, jumlah itu bisa lebih besar atau mencapai lebih dari 3.000 orang karena PSK di Batam juga banyak terdapat di lokasi lain yang tidak resmi, bahkan banyak juga yang mangkal di pinggir jalan di Nagoya.




Batam tidak terlepas dari bisnis prostitusi karena tingginya permintaan, Kota ini juga menjadi transit bagi pekerja seks komersial (PSK) yang akan bekerja di Singapura dan Malaysia .

Bisnis prostitusi di Batam secara resmi tidak dilegalkan, namun bisnis itu sepertinya dibiarkan berkembang karena memang tindakan dari pemerintah dan aparat sangat minim.

Sejumlah pejabat berwenang di daerah yang dihubungin enggan berkomentar tentang bisnis tersebut, dan itu bisa menjadi alasan mengapa mereka juga tidak mau mengambil tindakan agresif menertibkannya.

Ironisnya, sejumlah anggota Dewan bulan lalu mengusulkan adanya pajak 10 persen dari penghasilan PSK yang beroperasi di Batam. Itu diusulkan oleh salah satu anggota DPRD Batam yang bersal dari Partai PKB.

Usulan pajak 10 persen bagi PSK itu dilakukan oleh Riky Solihin anggota DPRD dari partai PKB. Alasanya untuk peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Batam sehingga perlu adanya pajak daerah 10 persen untuk jasa PSK.

Menurut Riky, pajak tersebut akan dikenakan kepada PSK yang mangkal di panti rehabilitasi (sintai) yang kini telah berubah menjadi lokalisasi prostitusi. "Potensi pungutan pajak dari para PSK ini cukup besar dan dengan cara itu dapat mendongkrak PAD Batam yang bisa bermanfaat bagi pembangunan," katanya.

Dicontohkan ada sekitar 1.200 wanita pekerja seks yang beroperasi di panti rehabilitasi Sintai yang berada di Teluk Pandan, Tanjung Uncang. Wanita wanita itu bekerja di puluhan bar yang berada di lokalisasi tersebut, dan pajak 10 persen itu akan dikenakan untuk tarif sekali Rentan singkat atau biasa disebut short-time. Dengan demikian, Pemerintah Daerah bisa memperoleh miliaran rupiah per bulannya dari jasa PSK tersebut.

Usulan anggota DPRD Batam itu selanjutnya menjadi perbincangan hangat di Batam dan tak kalah juga menjadi gossip diantara PSK di Batam.

Rina salah seorang PSK yang sering mangkal di Pub Nagoya mengatakan, bagi PSK yang cantik dan punya pelanggan berduit mungkin tidak akan menjadi masalah, tapi bagi PSK yang punya tampang pas pasan dan hanya dibayar 50 ribu atau 100 ribu sekali short time tentu menjadi beban.

Padahal, PSK itu sudah mengalami banyak potongan atau pajak tidak resmi dari banyak orang, seperti harus membayar uang keamanan, membayar mamak ayam, membayar uang kosan, untuk makan, bayar kredit pakaian dan lainnya.

“Kalo ditambah lagi dengan harus membayar pajak 10 persen untuk sekali shortime, sudah tidak ada lagi la pendapatan kami, Belum lagi untuk mengirim uang ke keluarga di kampung halaman,” kata Rina yang ditemui di Nagoya sambil tersenyum. (gus).

Tidak ada komentar: