Minggu, 03 Oktober 2010

Resesi Global Masih Tekan Industri Tekstil

JAKARTA - Perusahaan tekstil, PT Sunson Textile Manufacture Tbk masih kesulitan mendapat order dari pasar ekspor dipicu belum pulihnya permintaan akibat resesi global, sehingga penjualan selama semester satu ini hanya 221,1 miliar rupiah naik tipis 0,4 persen dibanding periode sama 2009, mestinya penjualan bisa tumbuh lebih dari 10 persen.



Sekretaris Perusahaan Sunson Textile Manufacturer Eduardus Gunawan mengatakan, krisis ekonomi global yang terjadi pada 2008 hingga saat ini belum pulih seluruhnya sehingga permintaan tekstil di banyak negara masih rendah. Oleh karenanya perseroan mengalami kesulitan mendapat order dari pasar ekspor.

“Saat ini kontrak atau order yang kami terima dari pasar ekspor jangka waktunya hanya untuk satu bulan kedepan dan untuk bulan selanjutnya kami harus mencari order baru lagi sehingga sulit memprediksi penjualan hingga akhir tahun karena order atau permintaanya belum jelas,” katanya, Kamis (23/9).

Oleh karenanya, perseroan mengenjot penjualan di pasar domestik dan selama semester satu ini kontribusi penjualan di pasar domestik sama dengan penjualan dari pasar ekspor. Nilai penjualan selama semester satu sebesar 221,1 miliar rupiah naik 0,4 persen dibanding periode sama 2009 yang 220,2 miliar rupiah. Nilai penjualan itu mestinya bisa lebih tinggi, namun karena permintaan masih rendah khususnya dari pasar ekspor menyebabkan pertumbuhannya pun kecil.

Selain dipengaruhi belum pulihnya dampak resesi global, kata dia kinerja tahun ini juga terkendala oleh fluktuasi harga bahan baku yang sebagian besar masih ekspor dan serbuan produk tekstil dari Cina. Perseroan kata dia kurang bersaing dengan produk Cina disebabkan harganya lebih rendah. Itu disebabkan industri tekstil di Cina mendapat subsidi 15 persen dari pemerintah Cina.

Dengan kondisi yang terseok seok tersebut, kata Eduardus pihaknya masih berharap kinerja tahun ini bisa lebih tinggi dibanding 2009. Untuk penjualan ditargetkan mencapai 449,2 miliar rupiah naik 5,15 persen disbanding 2009 yang 427,2 miliar rupiah. Sedangkan laba bersih 8,4 miliar rupiah lebih rendah dibanding 2009 yang 31,1 miliar rupiah.

Untuk mencapai pertumbuhan penjualan itu, perseroan melakukan beberapa strategi, pertama, meningkatkan efisiensi operasional, kedua meningkatkan service atau kepuasan terhadap pelanggan dari segi kualitas produk, ketepatan waktu pengiriman, harga yang kompetitif dan menjaga kontinitas pasokan.

Ketiga, secara berkala akan meluncurkan produk baru yang memiliki nilai tambah lebih besar dan keempat meningkatkan penetrasi ke pasar dan segmen baru misalnya ke pasar Timur Tengah dan Asia .

Perseroan juga katanya akan fokus pada bisnis pemintalan benang seperti benang katun, spun polyester dan polyester campuran dibanding bisnis kain tenun dikarenakan permintaan yang masih tinggi.

Perusahaan tekstil lainya yakni PT Ever Shine Textile Industry Tbk juga mengalami tekanan selama semester satu ini. Perseroan mengalami penurunan laba bersih hingga 68 persen dari 18,9 miliar rupiah di semester satu 2009 menjadi 6,06 miliar rupiah di semester satu ini.

Sekretaris Perusahaan Ever Shine Erlien Lindawati S mengatakan, penurunan laba bersih pada semester satu ini disebabkan beberapa faktor antara lain, selisih nilai tukar rupiah terhadap dollar, meningkatnya beban usaha khususnya di sektor energi dan kebijakan mempertahankan harga jual padahal biaya produksi naik. Selain itu, permintaan pasar ekspor juga masih rendah disebabkan belum pulihnya permintaan di pasar global.

Agar penjualan tidak anjlok pada tahun ini, perseroan menyiapkan beberapa langkah antara lain, diversifikasi pasar ekspor dari pasar utama yakni Amerika Serikat dan Eropa ke pasar Asean, Hongkong, Afrika dan Timur Tengah. Perseroan juga akan memproduksi produk yang punya margin dan daya beli tinggi.

Perseroan juga sedang mempertimbangkan untuk meningkatkan kapasitas produksi dengan membeli mesin baru. Untuk itu telah dianggarkan dana 7 miliar rupiah untuk program restrukturisasi mesin produksi.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Benny Soetrisno mengatakan, meskipun kondisi pasar global saat ini lebih baik dibanding tahun lalu namun permintaanya masih rendah.

Industri tekstil nasional juga harus menghadapi kendala lain seperti pembatasan pasokan listrik dan gas dan kebijakan perdagangan bebas berdasarkan perjanjian FTA ASEAN-China yang berlaku 1 Januari 2010 yang membebaskan Bea masuk 0 persen dari China . (gus).

Tidak ada komentar: