Minggu, 14 Februari 2010

Kandungan Lokal Industri Penunjang Migas Diharapkan 100 Persen



Foto : Workshop Guspenmigas dan APPI di Turi Beach Batam, Februari 2010

BATAM – Gabungan usaha penunjang minyak dan gas bumi (Guspenmigas) berharap kandungan lokal penggunaan jasa dan barang untuk industri penunjang minyak dan gas (Migas) dalam negeri sebesar 100 persen untuk menunjang investasi domestik di industri itu.




“Kualitas produk jasa dan barang dalam negeri di industri penunjang Migas cukup bersaing dengan perusahaan asing namun seringkali tidak mendapat kesempatan untuk memenangi tender karena kalah bersaing dengan perusahaan asing oleh karena itu pemerintah perlu mengaturnya dengan memberlakukan penggunaan kandungan lokal di industri itu hingga 100 persen,” kata Presiden Direktur PT Citra tubindo yang juga anggota Guspenmigas dalam workshop pengadaan jasa dan barang industri Migas di Batam, Kamis (10/2).

Menurut dia, Pemerintah RI terlalu longgar dan bebas mengatur pengadaan barang dan jasa penunjang industri Migas di tanah air sehingga membuka kesempatan bagi perusahaan asing untuk mengambil pasar tersebut. Akibatnya, industri penunjang Migas di tanah air kelimpungan karena sulit mendapatkan kontrak pengadaan barang dan jasa tersebut, padahal banyak perusahaan dalam negeri yang sudah memproduksi barang dan jasa dengan kualitas bersaing dari perusahaan asing.

Padahal, Amerika Serikat dan Korea Selatan memberikan proteksi terhadap industri penunjang migas di negaranya untuk menghalau serbuan produk barang dan jasa dari Cina, sehingga investasi nasional di negara itu terjamin.

Jika perusahaan asing itu ingin mendapatkan pasar yang lebih besar di negara itu, pemerintahnya mewajibkan perusahaan asing itu menanamkan investasi dan membuka usahanya di negara tersebut sehingga ada nilai tambah terhadap pertumbuhan ekonomi.

Ketua APPI (Asosiasi Pengadaan Industri Perminyakan Indonesia) Dharma L Jenie pada kesempatan yang sama mengatakan, industri migas sangat kompleks dari mulai hilir sampai hulu, dan lembaga yang terlibat di dalamnya juga cukup banyak seperti Pertamina, BP Migas, Kementerian Perindustrian dan lainnya.

Lembaga tersebut, kata dia masih memiliki persepsi yang berbeda dalam memandang investasi dalam industri tersebut sehingga Workshop yang dilakukan di Batam ini diharapkan bisa menyamakan persepsi dari seluruh lembaga yang terlibat dalam industri penunjang migas di tanah air. Harapannya, agar investasi domestic di industri tersebut bisa terjaga dan produk barang serta jasa dalam negeri bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Meski demikian, untuk mendapatkan kandungan lokal sampai 100 persen dalam pengadaan barang, jasa di industri itu sangat sulit. Pasalnya, tidak semua perusahaan dalam negeri di industri itu memproduksi barang dengan kualitas yang memenuhi standar internasional, padahal kualitas itu dibutuhkan bagi perusahaan konstruksi Migas guna menghindari risiko.

Oleh sebab itu, jumlah kandungan lokal dalam pengadaan barang, jasa di industri tersebut akan dibicarakan dalam workshop ini dan tentunya akan mengacu pada peraturan yang sudah ada.

Hasil dari workshop tersebut nantinya akan dijadikan rekomendasi untuk disampaikan ke pihak pihak terkait seperti pemerintah dan BP Migas untuk ditindak lanjuti.
Dijelaskan, kandungan lokal untuk industri penunjang Migas tersebut sekarang masih rendah yakni 25 persen dan diharapkan bisa tumbuh menjadi 60-70 persen, sementara itu kalangan pengusaha berharap bisa menjadi 100 persen.
Pemerintah sendiri saat ini sedang menyusun Blueprint Pengembangan Kapasitas Nasional Bidang Migas dan diharapkan nantinya akan ada rumusan cetak biru pengembangan kapasitas nasional di sektor migas, meliputi inventarisasi hambatan-hambatan peningkatan kapasitas nasional, penyusunan sistem pemantauan apresiasi produk dan jasa dalam negeri yang lebih baik, mekanisme untuk peningkatan kapasitas nasional dalam industri migas untuk mencapai target 50-70 persen di tahun 2025.
Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang dan Jasa Departemen Perindustrian, Herman Supriadi mengatakan, potensi pendapatan dalam industri penunjang Migas di dalam negeri cukup tinggi dan selama ini lebih banyak di terima oleh perusahaan asing karena menang dalam proses tender.
Pada 2004 saja, total belanja untuk keperluan hulu migas mencapai 5,2 miliar dollar AS meningkat menjadi 6,9 miliar dollar AS di tahun 2005 dan naik kembali menjadi 8,6 miliar dollar AS di 2006.

Dari Total belanja tersebut, pada tahun 2004 tercatat sekitar 2,1 juta dolar AS digunakan untuk mengimpor barang keperluan operasi dan pada 2005 impor barang operasi mencapai 1,8 juta dollar AS serta 2006 sebesar 2,3 juta dollar AS. (gus).

Tidak ada komentar: