Rabu, 16 Maret 2011

Lima Hambatan Pengembangan Batam



Meski sudah berstatus sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas, pengembangan Batam masih menghadapi sejumlah masalah yang menurunkan daya tarik Batam sebagai tempat investasi yang aman, nyaman dan menguntungkan.

Untuk itu dibutuhkan peran yang lebih besar dari Pemerintah pusat untuk segera mengatasi persoalan tersebut, pasalnya sejumlah kendala yang dihadapi Batam saat ini dibawah kendali Pemerintah pusat. Untuk mengetahui persoalan dan strategi Pemerintah Kota Batam, Koran Jakarta mewawancarai Walikota Batam, Ahmad Dahlan, berikut petikannya.




Menurut anda, kendala atau persoalan apa yang masih menghambat investasi di Batam ?..

Begini.. sewaktu kunjungan Presiden ke Provinsi Kepulauan Riau pekan lalu saya sudah mengungkapkan lima persoalan yang dihadapi Batam kepada Presiden secara langsung. Pertama terkait status pengelolaan pulau rempang dan galang.

Status pulau tersebut harus secepatnya di clear kan apakah dikelola Otorita Batam atau BP Batam atau Pemerintah Kota Batam, karena Pulau Batam sendiri sudah tidak punya lahan lagi untuk dialokasikan kepada investor sehingga dibutuhkan daerah baru untuk pengembangannya. Beberapa waktu lalu, pulau Janda Berhias di seberang Batam juga sudah dimasukan sebagai zona perdagangan dan pelabuhan bebas yang merupakan perluasan dari Batam.


Persoalan lainnya apa ?..

Tadi kan yang pertama, nah yang kedua yaitu soal pelabuhan kontainer. Sampai saat ini Batam belum memiliki pelabuhan kontainer yang refresentatif sepertihalnya Tanjung Priok padahal sebagai zona pelabuhan bebas mestinya daerah ini memiliki infrastruktur pelabuhan yang memadai untuk mendukung investasi.

Pelabuhan kontainer yang ada saat ini yakni pelabuhan Batu Ampar sudah tidak mampu lagi menyerap kontainer yang setiap tahun mengalami pertumbuhan. Untuk itu, Pemko Batam minta kepada Pemerintah pusat agar pelabuhan kontainer Batu Ampar di tetapkan sebagai Pelabuhan Kontainer tetap atau Permanent Container Port yang dilengkapi peralatan yang memadai sehingga Batam diharapkan menjadi pelabuhan terbesar di Kawasan Indonesia Barat.

Persoalan ketiga, terkait draf regulasi kepemilikan properti bagi warga asing yang tinggal di Batam. Dimana pembelian hunian oleh warga asing di Batam sebagian besar dilakukan secara individu oleh ekspatriat, sementara sebagian kecil lagi oleh perusahaan-perusahaan asing untuk tempat tinggal para karyawannya.

Kalau di Singapura dan Malaysia, sudah sejak lama memberikan izin hak pakai hunian kepada warga asing hingga 80-90 tahun, bila di Batam diterapkan pemberlakuan hak pakai selama 70 tahun saja kepada warga asing maka diyakini akan mendukung daya saing properti di Batam.

Bagaimana dengan industri pariwisata, apakah juga menghadapi kendala karena kontribusinya terhadap APBD cukup besar ?..

Industri pariwisata memang berkontribusi cukup besar terhadap penyerapan APBD dan tahun 2010 lalu target kunjungan wisatawan asing tidak tercapai karena banyaknya persoalan seperti pemberlakuan Visa on Arrival (VoA).

Persoalan VoA ini saya sampaikan juga ke Presiden sebagai persoalan ke empat yang menghambat investasi di Batam.

Sebagaimana diketahui, Kementrian Kehakiman telah menetapkan fasilitas VoA sebesar 25 dollar AS per orang untuk masa tinggal 7 hari. Kami meminta kepada Presiden agar menurunkannya menjadi 10 dollar AS per orang per grup dengan jumlah minimal empat orang dalam satu grup. Dengan demikian bila VOA kembali ke 10 dollar AS kita yakin akan dapat mendatangkan wisatawan mancanegara lebih banyak ke Kota Batam, mengingat Batam sebagai salah satu destinasi wisata terbesar ketiga di Indonesia setelah Bali dan Jakarta.


Sementara poin kelima yang dinilai menjadi potensi menghambat ekonomi di Batam adalah pengelolaan pulau terluar.

Saya sudah sampaikan ke Presiden mengenai penanganan pulau-pulau terluar sebagai batas Negara Kesatuan Republik Idonesia dengan Negara Singapura dan Malaysia. Seperti diketahui terdapat empat pulau terluar di Kota Batam yang ditetapkan sebagai pulau terluar diantaranya Pulau Nipah, Pulau Putri,Pulau Batu Berantai dan Pulau Pelampung.

Kami meminta agar Pemerintah pusat memprioritaskan penyelamatan kemungkinan hilangnya pulau terluar akibat ancaman kenaikan muka air sebagai dampak dari pemanasan global dalam bentuk reklamasi. (gus).

Tidak ada komentar: