Minggu, 13 Maret 2011

Impelementasi K3 Belum Optimal

Program Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dinilai belum optimal sebab banyak perusahaan yang belum menerapkan karena dianggap beban, padahal K3 merupakan investasi jangka panjang yang menguntungkan tidak hanya untuk perusahaan tapi juga bagi pekerja.




Banyak perusahaan di Indonesia, khususnya perusahaan menengah dan kecil masih menilai program keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan beban yang harus dihindari karena untuk menerapkannya dibutuhkan investasi yang tidak sedikit sehingga sering terjadi kecelakaan kerja hingga menyebabkan pekerja tewas.

Jika terjadi kasus kecelakaan kerja terlebih hingga menyebabkan pekerja tewas akan menimbulkan persoalan tidak hanya bagi keluarga pekerja tersebut tetapi juga bagi perusahaan yang harus mengurus asuransi, ganti rugi dan juga harus menghadapi tuntutan dari keluarga korban. Padahal, kasus tersebut bisa dihindari jika perusahaan mau menerapkan standar operasional prosedur dalam mempekerjakan para buruhnya dengan memperhatikan K3.

Pandangan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu takdir dari yang Maha Kuasa tidak sepenuhnya benar. Sekarang ini sudah banyak konsep atau teori yang mengupas tentang masalah kecelakaan kerja.

Di Indonesia setiap kejadian kecalakaan kerja wajib dilaporkan kepada Departemen Tenaga kerja selambat-lambatnya 2 (dua) kali 24 jam setelah kecelakaan tersebut terjadi. Ada dua undang-undang yang mewajibkan laporan itu yakni, Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Kecelakaan kerja yang wajib dilaporkan adalah kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja maupun kecelakaan dalam perjalanan yang terkait dengan hubungan kerja.

Tujuan dari kewajiban melaporkan kecelakaan kerja agar pekerja mendapatkan haknya dalam bentuk jaminan dan tujangan. Kemudian agar dapat dilakukan penyidikan dan penelitian serta analisis untuk mencegah terulangnya kecelakaan serupa.

Ketua Umum Aliansi Buruh Menggugat Anwar Sastro Ma'ruf mengatakan, program K3 sebenarnya menguntungkan bagi perusahaan dan pekerja, namun masih banyak perusahaan yang belum menerapkannya karena ketidaktahuan dan persoalan biaya.

Untuk itulah, kata dia dibutuhkan peran pemerintah yang lebih besar untuk mensosialisasikan K3 kepada perusahaan maupun pekerja.

Meski demikian sosialisasi yang saat ini gencar dilakukan Menteri Tenaga Kerja, Muhaimin Iskandar ke berbagai kawasan industri hanya akan mengatasi persoalan ketenagakerjaan dalam jangka pendek, karena suatu program yang dibuat terburu buru dan instant tidak akan mencapai hasil maksimal.

“Program K3 belum 100 persen diterapkan perusahaan karena masih dianggap beban oleh perusahaan dan saat ini banyak perusahaan yang menerapkan K3 hanya ketika akan di lakukan pengecekan oleh pemerintah dan pembeli atau Buyer, setelah usai pengecekan K3 tidak diperhatikan lagi,” katanya ketika dihubungi melalui selulernya, Senin (7/2).

Anwar menyarankan pemerintah untuk mulai membangun kesadaran tentang pentingnya K3 mulai dari dasar yakni pendidikan, caranya dengan memasukan program K3 dalam kurikulum pendidikan di lembaga pendidikan tertentu. Kemudian pemerintah juga harus tegas kepada perusahaan untuk menerapkan K3.

Pelatihan tentang K3 bagi perusahaan dan pekerja juga harus di gencarkan agar diperoleh pemahaman yang sama tentang pentingnya K3.

Menurut Anwar belum banyaknya perusahaan yang menerapkan K3 karena program itu membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Misalnya untuk menyediakan sarana air bersih atau air minum, penyediaan toilet, pergantian sarung tangan secara rutin ditambah lagi dengan suplai gizi secara teratur untuk kesehatan pekerja.

Hal tersebut kata nya dianggap perusahaan sebagai biaya padahal itu merupakan investasi yang bisa ditarik keuntungannya dalam jangka panjang. Sebab jika pekerja aman dalam bekerja dan produktif maka produksi yang dihasilkan bisa maksimal. Selain itu, perusahaan juga tidak perlu setiap saat mengurusi tuntutan dari serikat pekerja maupun keluarga pekerja yang mengalami kasus kecelakaan kerja.

Untuk meningkatkan pelaksanaan program K3 maka fungsi pengawasan harus juga ditingkatkan, dan sudah saatnya pemerintah memasukan unsur serikat pekerja dalam fungsi pengawasan.

“Selama ini banyak perusahaan bermain mata dengan aparat pemerintah yang melakukan pengawasan agar penilaian K3 yang diterapkan perusahaan pada saat pengecekan dinilai baik,” katanya.

Menurut Anwar, prilaku main mata tersebut harus dihentikan dan Pemerintah serta Perusahaan dan unsur serikat pekerja harus mulai bekerjasama untuk mempercepat pelaksanaan Penerapan K3.

Dengan adanya sinergi tersebut diyakini bisa menekan angka kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia.

Menurut Data Kemenakertrans, Sampai akhir 2010 terjadi 65.000 kasus kecelakaan kerja. Sedangkan pada tahun 2009 tercatat 96,314 kasus dengan rincian 87,035 sembuh total, 4,380 cacat fungsi, 2, 713 cacat sebagian, 42 cacat total dan 2, 144 meninggal dunia.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Kepri, Ir Cahya mengatakan, pekerja dan pengusaha serta pemerintah memang harus membuka diri dan berunding untuk memberdayakan program K3.

Selama ini, kata dia banyak perusahaan khususnya perusahaan besar yang memiliki standar operasional prosedur bagi pekerjanya dalam menjalankan aktivitas kerja untuk menghindari kecelakaan kerja.

Apindo sendiri bersama dengan sejumlah serikat pekerja telah sepakat membentuk Forum Bipartit Nasional (FBN) sebagai wadah menghadapi dampak pelaksanaan kerja sama dalam menghadapi perdagangan ASEAN-China (ACFTA).

Pembentukan FBN merupakan bagian dari antisipasi dunia usaha Indonesia terhadap dampak dari ACFTA terhadap industri nasional. Semua sadar, baik pengusaha dan pekerja bahwa kelangsungan usaha harus tetap terjaga sehingga memberikan jaminan pekerjaan bagi para karyawan perusahaan.

Dengan adanya FBN diharapkan terjadi sebuah hubungan saling percaya, tidak saling mencurigai antara perusahaan dengan para pekerja. Hubungan yang baik antara pemberi kerja dengan karyawan harus kokoh sehingga dapat menciptakan perusahaan yang lebih sehat dan berujung pada peningkatan kesejahteraan karyawan.

Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans), Muhaimin Iskandar mengatakan, pemerintah akan meningkatkan sosialisasi K3 di kawasan-kawasan industri di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Medan, Batam, Makasar, dan sejumlah tempat lainnya.

Ia menjelaskan, kawasan industri menjadi bagian penting dalam kegiatan sosialisasi penerapan K3 agar para pekerja dan pengusaha dapat bekerja sama mencegah terjadinya kecelakaan kerja di lokasi kerja masing-masing. Oleh karena itu, pihak Kemenakertrans secara serius akan menggalakkan sosialiasi di kawasan-kawasan industri di Indonesia, terutama kawasan industri yang beresiko tinggi dan memiliki jumlah pekerja/buruh yang besar.

Muhaimin mengatakan, upaya sosialiasi penerapan K3 harus melibatkan pekerja/buruh dan pengusaha secara langsung. Tujuannya agar mereka sadar mengenai pentingnya mengenakan peralatan pelindung diri, seperti helm,sepatu, dan kaos tangan.

”Dengan berbagai upaya dan kerja sama sosialiasi penerapan K3 yang dilakukan pemerintah, pengusaha, pekerja dan masyarakat umum, kita targetkan pada tahun 2015 bisa terwujud Indonesia Berbudaya K3,” kata dia.(gus).

Tidak ada komentar: