Senin, 28 Maret 2011

Industri di Batam Mulai Limbung



Dampak Tsunami Jepang di FTZ BBK

Rencana investasi sekitar 8-10 perusahaan jepang di sektor manufaktur ke Batam tahun 2011 ini terancam batal disebabkan bencana gempa bumi dan tsunami, kemudian 83 perusahaan jepang yang sudah beroperasi di Batam diprediksi kehilangan sejumlah order. Kondisi tersebut memicu pemutusan hubungan kerja dalam jumlam besar sehingga angka pengangguran dipastikan naik.




Efek domino bencana Tsunami Jepang mulai mengganggu industri di kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas atau Free Trade Zone Batam, Bintan dan Karimun (FTZ BBK). Meski hanya bersipat jangka pendek, namun sejumlah pelaku usaha menilai akan berpengaruh terhadap order yang diterima tahun ini sehingga pendapatan dan keuntungan yang diperoleh dipastikan anjlok.

Kepala Sub Direktorat Penanaman Modal Badan Pengusahaan (BP) Batam Yayan Achyar mengatakan, ada sekitar 8-10 rencana investasi dari pengusaha Jepang ke Batam pada tahun 2010 yang akan direalisasikan tahun 2011 ini. Namun, rencana tersebut diperkirakan akan terganggu akibat bencana Tsunami yang terjadi di negara itu.

“Tsunami Jepang berpengaruh besar terhadap industri di Batam, salah satunya kontrak yang diterima sejumlah perusahaan yang memiliki hubungan dagang dengan Jepang akan berkurang bahkan bisa jadi diputuskan,” katanya, Kamis (24/3).

Menurut Yayan, evaluasi rencana investasi perusahaan Jepang di Batam wajar sebab negaranya tertimpa bencana yang menghancurkan perekonomiannya. Untuk itu, Batam tidak bisa berharap dari Jepang untuk menanamkan modalnya dalam waktu dekat ini.
Sementara itu, sekitar 83 perusahaan asal Jepang yang sudah beroperasi di Batam seperti Nippon Steel, Sanyo, Panasonic dan lainnya juga akan terganggu produksinya disebabkan kesulitan mendapat bahan baku yang selama ini di impor dari Jepang. Selain itu, ekspornya juga akan terganggu karena sejumlah pelabuhan di Jepang rusak.

Sejumlah perusahaan di Batam yang memiliki kontak dagang dengan Jepang juga menghadapi kesulitan untuk mendapatkan kontrak baru, sebab perusahaan induknya di Jepang banyak yang mengurangi bahkan menghentikan kegiatan produksi.

Kondisi tersebut kata Yayan, akan memicu pemutusan hubungan kerja dalam jumlah besar sehingga angka pengangguran di Batam akan meningkat pada tahun ini, terlebih ada empat perusahaan Non Jepang yang juga akan menutup usahanya di BBK.

Empat perusahaan asing yang akan menutup usahanya tersebut adalah PT Gimmil Industrial, PT Doelken Indonesia, PT Nidec Indonesia dan PT German Plastic Technologies. Keempat perusahaan itu bergerak di dibidang manufaktur yang memproduksi aneka produk elektronik, tekstil dan plastik.

Salah satu perusahaan yakni PT Gimmil Industrial yang memproduksi pakaian merek Nike untuk kebutuhan ekspor dipastikan menutup pabriknya pada 1 April 2011 ini. Sedangkan tiga perusahaan lainnya akan menyusul.

Kepala Personalia PT Gimmil Industrial, Binner Pasaribu mengatakan, perseroan memang benar akan menutup pabriknya di kawasan industri Lobam Bintan, berdasarkan hasil rapat yang dihadiri manajemen perusahaan yang diwakili oleh Operational Manager yakni Mr Wong, Michael sebagai Factory Manager, Bi Kiong sebagai General Manager dan perwakilan personalia serta serikat pekerja pada hari Rabu (2/3).

Penghentian operasional pabrik, kata dia tidak bisa dihindari karena selama dua tahun berturut-turut perseroan mengalami kerugian disebabkan minimnya order yang diterima.

Badan Pengusahaan FTZ Batam secara resmi sedang mengevaluasi dampak Tsunami Jepang terhadap industri di Batam, termasuk kemungkinan adanya relokasi industri dari Jepang ke Batam.

Ketua BP Batam, Mustofa Widjaya mengatakan, BP Batam terus memantau perkembangan di Jepang paska gempa bumi dan tsunami, untuk itu keberadaan kantor perwakilannya BP Batam di Jepang akan dimaksimalkan guna mengumpulkan informasi terkini yang komprehensif. Dengan demikian keputusan yang diambil BP Batam nantinya sangat tepat.

"BP Batam terus mempelajari dan memantau perkembangan dari Jepang paska Tsunami, dan pada Mei akan dilakukan evaluasi terkait bagaimana kebijakan yang akan diambil,” katanya.

Menurutnya, Jepang merupakan salah satu negara yang menjadi pemananam modal asing terbesar di Batam setelah Singapura. Nilai investasi yang ditanamkan sejumlah 129 juta dollar AS setara dengan 1,3 triliun rupiah dengan kurs 10 ribu per dollar, hingga Juni 2008. Sedangkan nilai ekspor ke Batam hingga Juni 2008 sejumlah 182,32 juta dollar AS dan impornya 334,8 juta dollar AS.

Ketua Kadin Batam, Nada Faza Soraya mengatakan, industri di Batam tidak akan mengalami kerugian besar akibat Tsunami di Jepang, sebab rata-rata industri atau perusahaan yang menangani produksi untuk Jepang sipatnya bukan menjual barang-barang bill up, sehingga kerugian yang diterimanya tidak secara langsung.

“Perusahaan di Batam yang mempunyai hubungan dagang dengan Jepang memiliki kontrak sehingga tidak akan mengalami rugi secara langsung akibat Tsunami dalam jangka pendek ini,” katanya.

Ditambahkan, perusahaan di Batam banyak menghasilkan produk untuk support ke Jepang atau dikenal dengan sistem assembly, dibuat disini untuk dipasarkan di Jepang. Berbeda jika produk-produk tersebut dibuatnya di Jepang itu jelas merugi, apalagi jika pabrikannya di wilayah yang terserang badai tsunami.

Nada memperkirakan kerugian yang diterima perusahaan di Batam adalah penurunan nilai kontrak karena setelah menyelesaikan kontrak lama dengan perusahaan di Jepang maka untuk kontrak baru akan dikurangi volume dan nilainya. Gaungguan lainnya yakni dalam proses pengiriman barang dari Batam ke Jepang, namun itupun tidak akan berlangsung lama dan tidak merugikan pihak Batam secara langsung.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Cahya memperkirakan dalam beberapa bulan kedepan pelaku industri di Batam, Bintan dan Karimun khususnya industri manufaktur yang membuat komponen produk elektronik akan mengurangi jam kerja serta merumahkan karyawannya, disebabkan order yang diterima bakal anjlok.

Pasalnya, Jepang merupakan pasar utama bagi produk yang dibuatt di kawasan BBK. Ekspor dari Batam ke Jepang sekitar 60 persen dari total produksi sedangkan impor komponen bahan baku 40 persen.

General Manager Kawasan Industri Kabil, Oka Simatupang mengatakan memperkirakan ribuan pekerja di Batam akan di PHK akibat bencana Tsunami tersebut. Oleh karenanya, Pemerintah daerah harus segera mengantisipasi dengan menciptakan lapangan kerja baru untuk menampung karyawan yang akan di PHK tersebut.

Oka menyarankan pemerintah kota Batam agar memberi insentif khusus kepada investor yang akan membuka usaha baru di Batam agar roda ekonomi terus bergerak dan tidak berhenti akibat Tsunami Jepang.

Sementara itu, sejumlah perusahaan di kawasan industri muka kuning mulai terkena dampak Tsunami Jepang.

HRD PT Patlite Mukakuning, Fifien Sitorus mengatakan, sejak beberapa hari ini pihaknya mengalami kesulitan mengirim barang ke Jepang disebabkan banyaknya pelabuhan yang rusak dan tidak berfungsi di negara itu terkena gempa bumi dan tsunami.

Perseroan juga mengalami kendala untuk mendapatkan bahan baku komponen elektronik yang selama ini dipasok dari Jepang sehingga produksi menjadi terhambat. Untuk mengatasi hal tersebut, kata Sitorus perseroan mengalihkan jalur transportasi dari laut ke udara, meskipun harus menanggung tambahan biaya.

“Selama ini, perusahaan kami menerima pasokan komponen elektronik dari Jepang, lalu produk jadinya pun dikirim kembali ke negara itu, sehingga dengan adanya kendala transportasi akibat tsunami ini akan berpengaruh terhadap kinerja perseroan,” katanya. (gus).




Tidak ada komentar: