BATAM – Membanjirnya produk asal China seperti produk fashion, makanan, elektronik, mainan anak anak dan kebutuhan rumah tangga di Batam Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dinilai sudah mengancam keberadaan produk lokal sehingga butuh antisipasi dari Pemerintah Pusat untuk melindungi pelaku usaha dalam negeri.
Walikota Batam Ahmad Dahlan mengatakan, produk impor asal China sudah menguasai pasar di Batam Provinsi Kepri dengan memanfaatkan status Batam sebagai pelabuhan dan perdagangan bebas sehingga seluruh produk bisa masuk dengan mudah tanpa dikenakan pajak.
"Penjualan produk asal Cina harus dibatasi, karena menjadi ancaman serius bagi pelaku usaha nasional untuk itu, Pemerintah pusat harus memiliki keinginan politik yang kuat untuk melindungi pengusaha lokal sebab wewenang pengaturan produk impor berada di pusat," katanya, Senin (6/6).
Serbuan produk asal China tersebut, katanya sudah sangat menguatirkan dan berpotensi menjadi ancaman bagi pengusaha nasional. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah pusat bisa tegas dalam membatasi masuknya produk Cina.
Menurut Dahlan, sebagian besar produk asal China tersebut juga masuk ke Batam secara illegal melalui pelabuhan tikus atau pelabuhan tidak resmi yang banyak tersebar di Batam. Pemerintah daerah sulit melakukan pengawasan disebabkan banyaknya pelabuhan tikus tersebut, terlebih para penyelundup memanfaatkan nelayan lokal untuk membawa barang selundupan sehingga sulit di ketahui aparat.
Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kadin Indonesia, Natsir Mansyur mengatakan, serbuan barang-barang impor dari China ke Indonesia sudah merajalela dan menekan industri dalam negeri, dan pengusaha mengeluhkan lemahnya sikap pemerintah dalam menangani masalah itu.
”Pemerintah tak berani tegas dalam melakukan renegosiasi perjanjian perdagangan dengan China. Termasuk soal perdagangan bebas ASEAN-China atau ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area),” katanya.
Menurut Natsir, pemerintah Indonesia harusnya tegas untuk merevisi perjanjian perdagangan Indonesia-China yang pernah dibuat di Yogyakarta. Karena buktinya saat ini Indonesia dirugikan dengan banjirnya barang dari China.
Seperti diketahui pertemuan Komisi Bersama atau Joint Commission Meeting (JMC) ke-10 di Yogyakarta 3 April 2010 lalu, antara Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dengan Menteri Perdagangan China Chen Deming membuahkan 7 kesepakatan terkait implementasi ACFTA.
Diantaranya, komitmen penguatan perdagangan kedua negara, sepakat melaksanakan implementasi ACFTA, mengupayakan keseimbangan neraca perdagangan, pembentukan kelompok kerja selama dua bulan kedua belah pihak, dukungan pendanaan kredit dan pinjaman lunak bagi sektor-sektor yang menjadi perhatian kedua pihak, mendukung pengembangan infrastruktur dan mendorong dialog bisnis sektor-sektor prioritas kedua negara.
Natsir mengungkapkan, kebijakan yang diterapkan pemerintah dalam menanggulangi banjir barang impor dari China, terlalu memakan waktu, seperti safeguard. Pemerintah tidak memikirkan industri kecil yang terkena dampak langsung dari perdagangan bebas dengan China.
Natsir pesimistis dengan 'pertarungan' barang Indonesia dengan produk China, sebab produk Indonesia tidak akan menang dengan keadaan yang ada saat ini di Indonesia. Pasalnya, kondisi manufaktur di China berjalan baik kemudian industri hilirnya jalan, logistiknya murah, dan produksinya murah,".
”Pada 2010, Indonesia mengalami kerugian atau defisit perdagangan dengan China yang nilainya mencapai 5,6 miliar dollar AS,” katanya. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar