BATAM – Sebanyak 5.000 balita atau sekitar 5,0 persen dari 100 ribu anak usia dibawah lima tahun di Kota Batam menderita gizi buruk disebabkan berbagai faktor, salah satunya faktor ekonomi. Kondisi itu akan memicu persoalan sosial dalam lima hingga sepuluh tahun kedepan karena perkembangan mental balita yang menderita gizi buruk akan terhambat.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batam drg Chandra Rizal mengatakan, saat ini terdapat sekitar 5.000 balita di seluruh Batam menderita kekurangan gizi. Jumlah itu setara dengan 5,0 persen dari 100 ribu anak berusia di bawah lima tahun (balita), atau lebih rendah dari penderita gizi buruk di DKI Jakarta yang mencapai 18 persen.
“Tingginya angka gizi buruk di Batam cukup mengejutkan karena kondisi tersebut cukup ironis dengan pertumbuhan ekonomi Batam yang selalu di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional,” katanya, Sabtu (21/5).
Meski jumlah penderita gizi buruk di Batam lebih rendah di banding DKI Jakarta, namun kondisi tersebut sudah sangat menguatirkan, karena bisa memicu persoalan sosial dalam lima hingga seputuh tahun kedepan.
Pasalnya, balita yang menderita gizi buruk akan terhambat pertumbuhan badan dan perkembangan mentalnya sampai dewasa. Kemudian akan mudah terkena penyakit ISPA dan diare, dan balita tersebut juga bisa meninggal dunia pada usia dini jika tidak dirawat secara intensif.
Oleh karena itu, Chandra mengimbau masyarakat agar selalu memantau perkembangan pertumbuhan anak, yaitu dengan mengikuti secara rutin kegiatan posyandu. Warga juga diminta cepat bertindak membawa anak-anak yang menderita sakit ke rumah sakit sehingga lebih cepat penanganannya.
Menurutnya, faktor penyebab gizi buruk pada balita di Batam yakni, asupan gizi tak memadai, pola makan yang salah dan faktor ekonomi keluarga yang rendah.
"Penduduk Batam mayoritas pendatang. Saat tiba di Batam, tidak semuanya memiliki pekerjaan tetap sehingga ekonomi keluarganya lemah, tidak mampu memberi asupan gizi yang sesuai untuk keluarga," katanya.
Terlebih, penderita gizi buruk pada balita tidak hanya menimpa keluarga miskin tetapi juga terjadi pada keluarga dengan ekonomi menengah ke atas. Hal itu disebabkan kurangnya kontrol dari orang tua yang selalu sibuk dengan pekerjaan.
Selain itu, kurangnya tenaga medis seperti dokter atau perawat di daerah terpencil seperti di pulau atau daerah hinterland juga menyebabkan banyaknya penderita gizi buruk di Batam.
Pemerintah Kota Batam, kata Chandra baru memperkerjakan sekitar 11 dokter keluarga, dimana untuk satu dokter melayani sekitar 100 keluarga. Jumlah tersebut masih belum ideal karena penanganan yang dilakukan dokter menjadi kurang maksimal. Untuk itu, kedepanya pemerintah kota Batam akan menambah dokter di daerah hinterland. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar