KARIMUN – Ratusan rumah toko atau Ruko di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau beralih fungsi menjadi penangkaran sarang burung wallet yang dikelola secara illegal karena tidak mengantongi ijin dari Pemerintah, akibatnya pemerintah daerah berpotensi kehilangan pajak ratusan juta setiap tahunnya dan lingkungan menjadi tercemar.
Ketua Komisi B DPRD Karimun Ady Hermawan mengatakan, jumlah penangkaran sarang burung wallet di Karimun saat ini sekitar 484 buah dan hanya sebagian kecil atau 48 saja yang memiliki ijin sedangkan 436 lagi tidak memiliki ijin.
“Bisnis penangkaran burung walet benar-benar menggiurkan. Makanya tak heran usaha penangkaran burung walet tumbuh bak jamur di musim hujan di Karimun, sayangnya sebagian besar panangkaran burung walet tersebut illegal,” katanya, Senin (30/5).
Ady menilai terjadi banyak ketidakberesan dalam bisnis penangkaran burung walet tersebut, sehingga pada pertengahan minggu lalu komisi yang membidangi anggaran ini meminta penjelasan dari pihak-pihak terkait seperti Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) selaku pemungut retribusi dan pajak, Dinas Pekerjaan Umum (PU) sebagai pihak pemberi izin bangunan serta Badan Pelayanan dan Perizinan Terpadu (BPPT) Karimun selaku pihak pemberi izin usaha.
Dari hasil rapat tersebut diketahui bahwa ada indikasi ketidakberesan dalam bisnis penangkaran burung walet karena sebagian besar penangkaran yang ada tidak memiliki ijin.
Diduga, pemilik usaha penangkaran burung walet berlaku tidak jujur kepada Pemkab Karimun. Pengusaha penangkaran burung walet hanya mau menerima hasil, tapi tidak mau mengeluarkan pajak. Padahal, berdasarkan UU No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi, pengusaha harus mengeluarkan 10 persen dari hasil laba usahanya itu. Sementara, retribusi yang diterima dari sektor penangkaran burung walet pada 2011 ini hanya sebesar 236 juta rupiah dengan pajak sebesar 10 juta rupiah.
Dijelaskan, kejanggalan bisnis wallet di Karimun sudah muncul sejak didirikannya gedung penangkaran burung walet, yakni soal penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Menurut Surat Keputusan (SK) Bupati Karimun tentang IMB, bangunan di atas 200 meter persegi izinnya harus dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) Karimun. Sementara yang terjadi, bangunan di atas 200 meter persegi izinnya malah dikeluarkan camat setempat.
“Dari awal pendirian bangunannya sudah menyalahi aturan, apalagi setelah bangunan berdiri hingga sampai pada pengelolaan bisnis penangkaran burung walet itu sendiri banyak yang telah melanggar aturan. Oleh karenanya, Kami meminta kepada Pemkab Karimun agar lebih pro aktif menyikapi permasalahan tersebut,” katanya.
Pemkab Karimun sendiri, sebenarnya sudah mengatur sanksi bagi pengusaha penangkaran walet yang tidak melaksanakan usaha sesuai dengan ketentuan melalui Perda no 15 tahun 2004 yang merupakan perubahan Perda no 02 tahun 2002 tentang izin dan retribusi, pengelolaan dan pengusahaan burung walet. Bagi yang tidak melaksanakan sesuai aturan maka sanksi pertama diberi teguran, setelah itu dibongkar dan ketiga dikembalikan ke bentuk semula.
“Kami meminta kepada Pemkab Karimun melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) untuk menata dan menertibkan kembali bangunan-bangunan walet yang membandel ini. Karena salah satu tugas dari Satpol PP adalah mengawasi Perda,” katanya.
Untuk itu, Komisi B DPRD Karimun akan menyurati pimpinan DPRD guna meminta kepada Bupati Karimun agar membentuk tim pengawasan usaha burung walet. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar