BATAM – Kapal tanker MV Sunny Partner GT 84.788 berbendera Panama yang mengangkut ribuan ton bauksit dari Dabo Singkep, Kepulauan Riau menuju China kandas di Selat Dempo perairan terluar Pulau Galang, Sabtu, 25 Juni 2011 sekitar pukul 22.00 WIB. Seluruh awak kapal dinyatakan selamat.
Kepala Kantor Pelabuhan Laut Otorita Batam, Capten Ali Ibrahim mengatakan, dugaan sementara kapal kandas disebabkan menabrak karang. Posisi kapal saat ini dalam keadaan kemiringan yang hampir membuat kapal tersebut tenggelam. Oleh karenanya, Kantor Pelabuhan batam berupaya untuk menyelamatkan awak kapal dan barnag yang ada di kapal untuk menghindari kerugian serta pencemaran laut.
Setelah dilakukan penyelamatan, maka seluruh ABK berjumlah 28 orang berhasil diselamatkan sedangkan penyelamatan kapal masih diupayakan agar kembali ke posisi normal.
“Setelah mendapat laporan kandasnya kapal, kami langsung mengerahkan tim penyelamat untuk memberikan bantuan yang didatangkan dari markas dari Pos Tanjung Uban. Tim penyelamat dengan menggunakan sebuah kapal dan dua buah tug boat berhasil mengevakuasi korban dan dibawa ke Pelabuhan Kijang,” kata Ali Ibrahim, Senin (27/6).
Dijelaskan, Kapal tersebut baru saja berangkat dari Dabo pada Sabtu (25/6/) sekitar pukul 15.00 WIB dengan tujuan ke Cina. Kapal yang mengangkut 148.600 Metric Tons Bauksit curah ini kandas sekitar pukul 22.30 WIN di hari yang sama.
Komandan Pangkalan KPLP Tanjung Uban, Capt Teddy Mayandi mengatakan pihak mendapatkan informasi tersebut Sabtu malam dan saat itu juga langsung turun untuk melakukan pengamanan dan memberikan bantuan menempatkan Kapal Negara (KN) Sarotama P- 112, dari pangkalan KPLP Tanjung Uban . Kapal dengan 28 orang ABK dinakhodai oleh Sun Lingqiang kandas pada posisi 00-36,9483 Lintang Utara dan 104-11,1735 Lintang Timur . (gus).
Selamat datang dan selamat bergabung di Blog Pribadi saya, semoga informasi yang di posting bisa menambah wawasan. Salam..... Agus Salim 08192263032.
Selasa, 28 Juni 2011
Pelabuhan Batam Belum Perketat Pengawasan TKI
BATAM – Pengelola Bandara Hang Nadim Batam dan Kepolisian belum memperketat pengawasan keberangkatan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ke luar negeri, meskipun Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) sudah meminta untuk memperketat pelabuhan di Batam menyusul pemberlakuan moratorium ke Arab Saudi 1 Agustus mendatang.
Humas Bandara Hang Nadim Batam, Hendrawan mengatakan, pihaknya belum mengambil langkah atau tindakan apapun untuk memperketat penjagaan pelabuhan Hang Nadim seiring permintaan BNP2TKI agar pelabuhan di Batam di perketat paska moratorium ke Arab Saudi 1 Agustus 2011.
“Sampai hari ini, pengawasan atau penjagaan yang kami lakukan masih normal dan tidak ada yang istimewa,” katanya, Senin (27/6).
Menurutnya, pengelola Bandara Hang Nadim belum menerima permintaan secara resmi dari BNP2TKI untuk memperketat penjagaan terhadap TKI yang akan ke luar negeri. Meskipun demikian, hal tersebut akan sia sia karena Bandara Hang Nadim Batam tidak melayani penerbangan internasional ke Arab Saudi dan Negara lainnya.
Selama ini, penerbangan yang dilayani Bandara Hang Nadim Batam hanya penerbangan domestik, sehingga tidak ada TKI yang akan diberangkatkan ke luar negeri melalui Bandara Hang Nadim Batam. Keberangkatan TKI ke luar negeri, kata Hendrawan umumnya terjadi di pelabuhan laut internasional Batam.
Kepala Humas Polda Kepri, Hartono mengatakan, pihaknya juga belum mendapat permintaan resmi dari BNP2TKI untuk memperketat penjagaan di pelabuhan laut Batam. Oleh karenanya, pengawasan dan penjagaan masih normal.
“Penjagaan oleh kepolisian itu kan ada prosedurnya, dan sampai saat ini penjagaan yang kami lakukan di pelabuhan masih normal normal saja,” kata dia.
Sementara itu, Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat sebelumnya mengatakan, akan bekerjasama dengan Ditjen Keimigrasian dan kepolisian di berbagai daerah untuk memperketat arus keberangkatan TKI di pintu keberangkatan bandar udara, terminal bus serta pelabuhan. Semua embarkasi akan dijaga minimal tiga orang di masing-masing pos. Pos atau embarkasi paling rawan yang menjadi fokus pengawasan diantaranya Batam, Bandung, Bandara Soekarno Hatta dan Bandara Juanda.
Pintu Keluar
Kota Batam dinilai sudah menjadi pintu keluar bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari berbagai daerah yang akan berangkat keluar negeri seperti Malaysia, Singapura dan Jepang, jumlahnya mencapai ratusan orang setiap bulan yang berangkat dari Batam.
Kepala BP3TKI (Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) Kepri, Mangampin Simamora mengatakan, jumlah TKI yang berangkat dari Batam ke berbagai negara semakin marak dan ironisnya sebagian besar dari para TKI itu tidak memiliki dokumen resmi dan menggunakan paspor pelancong, sehingga menjadi TKI Ilegal dan terancam di deportasi dari negara yang akan dikunjunginya.
Salah satu dokumen yang tidak dimiliki TKI tersebut adalah, kartu tenaga kerja luar negeri atau KTKLN. Padahal sesuai dengan UU no 39 tahun 2004 pasal 62 setiap TKI yang ditempatkan di luar negeri wajib memiliki KTKLN yang diverifikasi,
Selanjutnya pada pasal 63 dinyatakan, calon TKI dapat diberikan KTKLN apabila memenuhi persyaratan dokumen penempatan TKI di luar negeri, telah mengikuti Pembekalan Akhir Pemberangkatan/PAP dan diikutsertakan dalam program perlindungan asuransi TKI.
"Sebagaimana diamanatkan dalam UU No 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, verifikasi KTKLN menjadi hal yang wajib bagi TKI" katanya.
Menurutnya, para TKI bisa mendapatkan KTKLN di BNP2TKI (Balai Pelayanan Penempatan Perlindungan TKI/Pos Pelayanan Penempatan Perlindungan TKI secara gratis, sebab pemerintah memberikan kartu tersebut untuk melindungi calon TKI sejak diproses penempatannya di dalam negeri, termasuk untuk memudahkan perlindungan TKI saat bekerja di luar negeri.
Tanpa KTKLN maka keberadaan TKI di negara penempatan sulit terlindungi dengan baik, selain menghambat upaya pemerintah atau perwakilan RI dalam menelusuri permasalahannya, khususnya jika TKI itu bermasalah. Keberangkatan TKI ke luar negeri yang tidak dibekali KTKLN dianggap bentuk pelanggaran aturan.
KTKLN juga merupakan identitas diri sekaligus sistem perlindungan dini pada TKI yang dilakukan mulai di tanah air, karena calon TKI harus memiliki persyaratan lengkap sampai diperolehnya KTKLN tersebut.
Meskipun sebagian besar TKI yang akan keluar negeri tidak dilengkapi dokumen resmi, namun aparat pemerintah di Pelabuhan Batam tetap memberi ijin para TKI tersebut untuk berangkat.
Sementara itu, sebanyak 153 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dideportasi pemerintah Malaysia ke Tanjungpinang, Jumat (24/6). Para TKI yang terdiri dari 101 pria dan 52 wanita itu tiba di Pelabuhan Sri Bintan Pura pukul 14.00 WIB menumpang feri Batam Line. (gus).
Humas Bandara Hang Nadim Batam, Hendrawan mengatakan, pihaknya belum mengambil langkah atau tindakan apapun untuk memperketat penjagaan pelabuhan Hang Nadim seiring permintaan BNP2TKI agar pelabuhan di Batam di perketat paska moratorium ke Arab Saudi 1 Agustus 2011.
“Sampai hari ini, pengawasan atau penjagaan yang kami lakukan masih normal dan tidak ada yang istimewa,” katanya, Senin (27/6).
Menurutnya, pengelola Bandara Hang Nadim belum menerima permintaan secara resmi dari BNP2TKI untuk memperketat penjagaan terhadap TKI yang akan ke luar negeri. Meskipun demikian, hal tersebut akan sia sia karena Bandara Hang Nadim Batam tidak melayani penerbangan internasional ke Arab Saudi dan Negara lainnya.
Selama ini, penerbangan yang dilayani Bandara Hang Nadim Batam hanya penerbangan domestik, sehingga tidak ada TKI yang akan diberangkatkan ke luar negeri melalui Bandara Hang Nadim Batam. Keberangkatan TKI ke luar negeri, kata Hendrawan umumnya terjadi di pelabuhan laut internasional Batam.
Kepala Humas Polda Kepri, Hartono mengatakan, pihaknya juga belum mendapat permintaan resmi dari BNP2TKI untuk memperketat penjagaan di pelabuhan laut Batam. Oleh karenanya, pengawasan dan penjagaan masih normal.
“Penjagaan oleh kepolisian itu kan ada prosedurnya, dan sampai saat ini penjagaan yang kami lakukan di pelabuhan masih normal normal saja,” kata dia.
Sementara itu, Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat sebelumnya mengatakan, akan bekerjasama dengan Ditjen Keimigrasian dan kepolisian di berbagai daerah untuk memperketat arus keberangkatan TKI di pintu keberangkatan bandar udara, terminal bus serta pelabuhan. Semua embarkasi akan dijaga minimal tiga orang di masing-masing pos. Pos atau embarkasi paling rawan yang menjadi fokus pengawasan diantaranya Batam, Bandung, Bandara Soekarno Hatta dan Bandara Juanda.
Pintu Keluar
Kota Batam dinilai sudah menjadi pintu keluar bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari berbagai daerah yang akan berangkat keluar negeri seperti Malaysia, Singapura dan Jepang, jumlahnya mencapai ratusan orang setiap bulan yang berangkat dari Batam.
Kepala BP3TKI (Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) Kepri, Mangampin Simamora mengatakan, jumlah TKI yang berangkat dari Batam ke berbagai negara semakin marak dan ironisnya sebagian besar dari para TKI itu tidak memiliki dokumen resmi dan menggunakan paspor pelancong, sehingga menjadi TKI Ilegal dan terancam di deportasi dari negara yang akan dikunjunginya.
Salah satu dokumen yang tidak dimiliki TKI tersebut adalah, kartu tenaga kerja luar negeri atau KTKLN. Padahal sesuai dengan UU no 39 tahun 2004 pasal 62 setiap TKI yang ditempatkan di luar negeri wajib memiliki KTKLN yang diverifikasi,
Selanjutnya pada pasal 63 dinyatakan, calon TKI dapat diberikan KTKLN apabila memenuhi persyaratan dokumen penempatan TKI di luar negeri, telah mengikuti Pembekalan Akhir Pemberangkatan/PAP dan diikutsertakan dalam program perlindungan asuransi TKI.
"Sebagaimana diamanatkan dalam UU No 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, verifikasi KTKLN menjadi hal yang wajib bagi TKI" katanya.
Menurutnya, para TKI bisa mendapatkan KTKLN di BNP2TKI (Balai Pelayanan Penempatan Perlindungan TKI/Pos Pelayanan Penempatan Perlindungan TKI secara gratis, sebab pemerintah memberikan kartu tersebut untuk melindungi calon TKI sejak diproses penempatannya di dalam negeri, termasuk untuk memudahkan perlindungan TKI saat bekerja di luar negeri.
Tanpa KTKLN maka keberadaan TKI di negara penempatan sulit terlindungi dengan baik, selain menghambat upaya pemerintah atau perwakilan RI dalam menelusuri permasalahannya, khususnya jika TKI itu bermasalah. Keberangkatan TKI ke luar negeri yang tidak dibekali KTKLN dianggap bentuk pelanggaran aturan.
KTKLN juga merupakan identitas diri sekaligus sistem perlindungan dini pada TKI yang dilakukan mulai di tanah air, karena calon TKI harus memiliki persyaratan lengkap sampai diperolehnya KTKLN tersebut.
Meskipun sebagian besar TKI yang akan keluar negeri tidak dilengkapi dokumen resmi, namun aparat pemerintah di Pelabuhan Batam tetap memberi ijin para TKI tersebut untuk berangkat.
Sementara itu, sebanyak 153 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dideportasi pemerintah Malaysia ke Tanjungpinang, Jumat (24/6). Para TKI yang terdiri dari 101 pria dan 52 wanita itu tiba di Pelabuhan Sri Bintan Pura pukul 14.00 WIB menumpang feri Batam Line. (gus).
Potensi Ekonomi di ZEE Perlu Diberdayakan
BATAM – Potensi ekonomi di kawasan zona ekonomi ekslusif (ZEE) Natuna, Anambas dan Lingga di Provinsi Kepulauan Riau selama ini terabaikan padahal bila pemerintah serius mengelola kawasan itu akan memberi manfaat luar biasa terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Staf Ahli Pemerintah Kota Batam, DR. Syamsul Bahrun Phd menjelaskan, pemerintah harusnya mulai menata kawasan segitiga maritime NAL (Natuna, Amanbas dan Lingga) di Provinsi Kepri menjadi sentra ekonomi kelautan baru yang nantinya bisa memberi manfaat yang luar biasa terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan serta regional.
“Dalam mengintensifikasi dan mengeksentifikasi potensi ekonomi kelautan di kawasan ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) itu memerlukan langkah stratejik-operasional yang didukung oleh pemerintah di daerah dan pusat,” katanya, Minggu (26/6).
Ketiga kawasan di ZEE tersebut, kata Syamsul tidak hanya kaya dengan sumber kelautannya tetapi juga kaya dengan minyak dan gas, yang jika dikelola secara benar akan memberi dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan.
Beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan untuk mengembangkan potensi ekonomi di ZEE NAL (Zona ekonomi ekslusif Natuna, Anambas dan Lingga) adalah. Pertama, Memperkuat sisi planologi kawasan yang terintegrasi antara kawasan daratan, zona pantai dan daerah perairan (0-4 mill, 4-12 mill dan 12 ke atas). Perencanaan yang terintegrasi ini termasuk di dalamnya zona konservasi kawasan laut dan pantai yang dijadikan tempat pengembang-biakan biota laut (breeding places) dan kawasan utama tangkapan ikan (fishing ground) bagi perikanan tangkap dan juga penyiapan zona bagi pengembangan perikanan budidaya (aqua-culture).
Kedua, Menyusun kebijakan makro-stratejik sifatnya lintas sektoral dan inter-institusional yang terintegrasi berkaitan langsung dengan penguatan perencanaan sektoral-regional tadi. Institusi yang berkaitan misalnya Bappeda, Bappedalda, Dinas Perikanan, Dinas Perhubungan, Dinas Industri dan Perdagangan, Dinas Pariwisata, Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintah Kecamatan, Keluarhan dan Desa.
Ketiga, Membentuk kelembagaan khusus pengembangan kawasan ZEE mengadopsi pola dan model institusional FTZ seperti Dewan Nasional, Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan Kawasan FTZ. Untuk ketiga Kepulauan Natuna, Anambas dan Lingga cukup disusun satu "Dewan Kawasan Zone Ekonomi Eklusif" (DK-ZEE) yang berada langsung dibawah koordinasi Gubernur atau Wakil Gubernur Kepulauan Riau dan di masing-masing Kabupaten (Natuna, Anambas dan Lingga) kemudian dibentuk Badan Pengusahaan Zona Ekonomi Ekslusif (BP-ZEE).
Jika di tingkatan Dewan Kawasan ZEE berfungsi sebagai regulator dan koordinator pengembangan ekonomi kelautan, maka di BP-ZEE bertindak sebagai operator. Dalam pelaksanaanya kemudian bekerjasama dengan BUMD, pihak swasta, koperasi dan masyarakat.
Untuk menunjang program tersebut, kata Syamsul dibutuhkan focus kegiatan yang disesuaikan dengan RTRLP (Rencana Tata Raung Laut dan Pantai) seperti, mengalokasikan dana bagi bekerjanya institusi tersebut dan berbagai dukungan fasilitas dan mobilitas yang diperlukan baik di APBD Provinsi Kepulauan Riau untuk DK-ZEE, maupun dalam APBD Kabupaten Natuna, Anambas dan Lingga unuk keperluan di setiap Daerahnya,
Kemudian, Membangun Pusat Industri Perikanan Terpadu (PIPT) yang didalamnya terdapat berbagai infrastruktur fisik khususnya dermaga, pabrik kebutuhan peralatan tangkap, es, dan juga penguatan industri pengolahan perikanan paska panen, termasuk perkampungan nelayan. Menyediakan akses untuk pemasaran baik dalam maupun ke luar negeri antara PIPT dengan melalui transportasi udara untuk mengangkut kontainer ikan beku. Sedangkan melalui transportasi laut sudah berada langsung di kawasan PPIPT tadi.
Lalu, membangun Akademi atau Sekolah Tinggi Perikanan Laut (STPL) dengan memilih salah satu kawasan (Natuna, Anambas atau Lingga) dan sekaligus di lokasi yang sama dibangun Pusat Penelitian Kelautan (PPK) bekerjasama dengan Kementerian Kelautan, Perikanan dan Pulau-Pulau Kecil. Menjadikan PIPT sekaligus sebagai sarana wisata kelautan dan perikanan dan dapat dijadikan destinasi studi banding bagi Pemerintah Daerah lainnya. Menyediakan skim pembiayaan kredit bersubsidi bagi nelayan tradisional (UKMK) dan skim ransangan investasi bagi perusahaan perikanan untuk sarana transportasi perikanan dan alat tangkap serta proses paska penangkapan (gudang, prosesing, transportasi dan pemasaran) terutama ke konsumen akhir.
Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kepri asal Kabupaten Natuna, Fahmi Fikri mengatakan, saat ini terdapat kesenjangan ekonomi yang sangat mencolok antara Natuna serta Anambas dan Lingga dengan daerah lain di Provinsi Kepri karena jarak yang cukup jauh dari pemerintah kepri sehingga perhatian dari Pemerintah Provinsi dinilai kurang.
“Terdapat kesenjangan yang mencolok antara perhatian Pemprov kepada Natuna dengan daerah lain seperti Batam, Bintan dan Karimun. Padahal kontribusi Natuna terhadap pendapatan Provinsi sangat besar,” katanya.
Nilai ekonomi dari Minyak dan Gas di Natuna yang diketahui saat ini mencapai triliunan rupiah itu bisa dilihat dari kandungan yang terdata. Potensi gas yang recoverable atau yang bisa diperkirakan di Natuna sebesar 46 tcf (triliun cubic feet) setara dengan 8,383 miliar barel minyak, jika diasumsikan harga rata-rata minyak 75 dollar AS per barel selama periode eksploitasi maka nilai potensi ekonomi gas Natuna 628,725 miliar dollar AS, setara dengan 6.287,25 triliun rupiah dengan kurs 10.000 rupiah per dollar AS dan itu lebih tinggi dibanding APBN 2010 yang hanya 1.047,7 triliun rupiah. (gus).
Staf Ahli Pemerintah Kota Batam, DR. Syamsul Bahrun Phd menjelaskan, pemerintah harusnya mulai menata kawasan segitiga maritime NAL (Natuna, Amanbas dan Lingga) di Provinsi Kepri menjadi sentra ekonomi kelautan baru yang nantinya bisa memberi manfaat yang luar biasa terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan serta regional.
“Dalam mengintensifikasi dan mengeksentifikasi potensi ekonomi kelautan di kawasan ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) itu memerlukan langkah stratejik-operasional yang didukung oleh pemerintah di daerah dan pusat,” katanya, Minggu (26/6).
Ketiga kawasan di ZEE tersebut, kata Syamsul tidak hanya kaya dengan sumber kelautannya tetapi juga kaya dengan minyak dan gas, yang jika dikelola secara benar akan memberi dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan.
Beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan untuk mengembangkan potensi ekonomi di ZEE NAL (Zona ekonomi ekslusif Natuna, Anambas dan Lingga) adalah. Pertama, Memperkuat sisi planologi kawasan yang terintegrasi antara kawasan daratan, zona pantai dan daerah perairan (0-4 mill, 4-12 mill dan 12 ke atas). Perencanaan yang terintegrasi ini termasuk di dalamnya zona konservasi kawasan laut dan pantai yang dijadikan tempat pengembang-biakan biota laut (breeding places) dan kawasan utama tangkapan ikan (fishing ground) bagi perikanan tangkap dan juga penyiapan zona bagi pengembangan perikanan budidaya (aqua-culture).
Kedua, Menyusun kebijakan makro-stratejik sifatnya lintas sektoral dan inter-institusional yang terintegrasi berkaitan langsung dengan penguatan perencanaan sektoral-regional tadi. Institusi yang berkaitan misalnya Bappeda, Bappedalda, Dinas Perikanan, Dinas Perhubungan, Dinas Industri dan Perdagangan, Dinas Pariwisata, Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintah Kecamatan, Keluarhan dan Desa.
Ketiga, Membentuk kelembagaan khusus pengembangan kawasan ZEE mengadopsi pola dan model institusional FTZ seperti Dewan Nasional, Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan Kawasan FTZ. Untuk ketiga Kepulauan Natuna, Anambas dan Lingga cukup disusun satu "Dewan Kawasan Zone Ekonomi Eklusif" (DK-ZEE) yang berada langsung dibawah koordinasi Gubernur atau Wakil Gubernur Kepulauan Riau dan di masing-masing Kabupaten (Natuna, Anambas dan Lingga) kemudian dibentuk Badan Pengusahaan Zona Ekonomi Ekslusif (BP-ZEE).
Jika di tingkatan Dewan Kawasan ZEE berfungsi sebagai regulator dan koordinator pengembangan ekonomi kelautan, maka di BP-ZEE bertindak sebagai operator. Dalam pelaksanaanya kemudian bekerjasama dengan BUMD, pihak swasta, koperasi dan masyarakat.
Untuk menunjang program tersebut, kata Syamsul dibutuhkan focus kegiatan yang disesuaikan dengan RTRLP (Rencana Tata Raung Laut dan Pantai) seperti, mengalokasikan dana bagi bekerjanya institusi tersebut dan berbagai dukungan fasilitas dan mobilitas yang diperlukan baik di APBD Provinsi Kepulauan Riau untuk DK-ZEE, maupun dalam APBD Kabupaten Natuna, Anambas dan Lingga unuk keperluan di setiap Daerahnya,
Kemudian, Membangun Pusat Industri Perikanan Terpadu (PIPT) yang didalamnya terdapat berbagai infrastruktur fisik khususnya dermaga, pabrik kebutuhan peralatan tangkap, es, dan juga penguatan industri pengolahan perikanan paska panen, termasuk perkampungan nelayan. Menyediakan akses untuk pemasaran baik dalam maupun ke luar negeri antara PIPT dengan melalui transportasi udara untuk mengangkut kontainer ikan beku. Sedangkan melalui transportasi laut sudah berada langsung di kawasan PPIPT tadi.
Lalu, membangun Akademi atau Sekolah Tinggi Perikanan Laut (STPL) dengan memilih salah satu kawasan (Natuna, Anambas atau Lingga) dan sekaligus di lokasi yang sama dibangun Pusat Penelitian Kelautan (PPK) bekerjasama dengan Kementerian Kelautan, Perikanan dan Pulau-Pulau Kecil. Menjadikan PIPT sekaligus sebagai sarana wisata kelautan dan perikanan dan dapat dijadikan destinasi studi banding bagi Pemerintah Daerah lainnya. Menyediakan skim pembiayaan kredit bersubsidi bagi nelayan tradisional (UKMK) dan skim ransangan investasi bagi perusahaan perikanan untuk sarana transportasi perikanan dan alat tangkap serta proses paska penangkapan (gudang, prosesing, transportasi dan pemasaran) terutama ke konsumen akhir.
Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kepri asal Kabupaten Natuna, Fahmi Fikri mengatakan, saat ini terdapat kesenjangan ekonomi yang sangat mencolok antara Natuna serta Anambas dan Lingga dengan daerah lain di Provinsi Kepri karena jarak yang cukup jauh dari pemerintah kepri sehingga perhatian dari Pemerintah Provinsi dinilai kurang.
“Terdapat kesenjangan yang mencolok antara perhatian Pemprov kepada Natuna dengan daerah lain seperti Batam, Bintan dan Karimun. Padahal kontribusi Natuna terhadap pendapatan Provinsi sangat besar,” katanya.
Nilai ekonomi dari Minyak dan Gas di Natuna yang diketahui saat ini mencapai triliunan rupiah itu bisa dilihat dari kandungan yang terdata. Potensi gas yang recoverable atau yang bisa diperkirakan di Natuna sebesar 46 tcf (triliun cubic feet) setara dengan 8,383 miliar barel minyak, jika diasumsikan harga rata-rata minyak 75 dollar AS per barel selama periode eksploitasi maka nilai potensi ekonomi gas Natuna 628,725 miliar dollar AS, setara dengan 6.287,25 triliun rupiah dengan kurs 10.000 rupiah per dollar AS dan itu lebih tinggi dibanding APBN 2010 yang hanya 1.047,7 triliun rupiah. (gus).
Natuna Ingin Jadi Provinsi Sendiri
NATUNA – Masyarakat Kabupaten Natuna ingin membentuk Provinsi tersendiri karena jarak yang jauh dengan wilayah Provinsi Kepri menyebabkan birokrasi dan perhatian Pemerintah Provinsi dinilai kurang sehingga pertumbuhan ekonomi sulit dicapai dan kesejahteraan warga terabaikan, meskipun Natuna memiliki kekayaan alam berlimpah.
Mantan Bupati Natuna, Daeng Rusnandi mengatakan, usulan untuk pembentukan Provinsi Natuna sangat tepat untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di daerah yang kaya dengan sumber daya alam tersebut.
Untuk itu, langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah daerah Natuna saat ini yaitu memekarkan kabupaten Natuna atas tiga kabupaten. Jika hal itu sudah dicapai, maka realiasasi Provinsi Natuna akan semakin cepat.
Sementara itu, Direktur Eksekutif LBH Cahaya Keadilan yang juga tokoh masyarakat Natuna, Arifin mengatakan, saat ini aliansi LSM yang ada di Natuna sedang mempersiapkan pertemuan akbar yang melibatkan berbagai unsur untuk pembentukan panitia pemisahan Natuna dari Kepri, dan sampai saat ini seluruh unsur dalam kelompok masyarakat Natuna belum ada yang menolak rencana pemisahan itu.
Fahmi Fikri, Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kepri asal Kabupaten Natuna mengatakan mendukung sepenuhnya aspirasi warga Natuna untuk membentuk provinsi tersendiri atau bergabung dengan Pemerintah Kalimantan Barat (Kalbar) yang jaraknya lebih dekat dari Natuna ketimbang Provinsi Kepri. Sikap itu juga didasari atas ketidakpuasan masyarakat atas minimnya perhatian Pemprov Kepri terhadap Natuna.
Menurutnya, terdapat kesenjangan yang mencolok antara perhatian Pemprov kepada Natuna dengan daerah lain seperti Batam, Bintan dan Karimun. Padahal kontribusi Natuna terhadap pendapatan Provinsi sangat besar.
“Natuna menyumbangkan setengah dari APBD yang ada, dan fakta di lapangan, Natuna justru terkesan dianaktirikan dibanding daerah tingkat dua lainnya, itu terlihat dari minimnya pembangunan infrastruktur,” katanya.
Salah satu contoh ketidakpedulian Pemprov Kepri terhadap Natuna, kata Fahmi adalah membiarkan warga Natuna tidak bekerja karena minimnya lapangan pekerjaan. Kondisi tersebut dipicu kesenjangan pembangunan sehingga pihak swasta tidak tertarik menanamkan modalnya. Akibatnya warga Natuna hanya berprofesi sebagai pegawai negeri sipil yang peluangnya sangat terbatas.
"Di Natuna ada satu sekolah yang jumlah muridnya sama dengan jumlah pegawai. Misalnya, jumlah siswa ada tiga puluh maka jumlah guru beserta pegawai juga ada tiga puluh. Ini jelas mubazir dan tidak seimbang. Itu terpaksa dilakukan karena tidak ada lapangan kerja di Natuna," kata dia.
Sementara itu, saat kunjungan Presiden SBY ke Natuna beberapa waktu lalu telah diputuskan untuk
membangun pelabuhan perikanan terpadu di Natuna. Untuk proyek itu, pemerintah pusat telah mengalokasikan dana dari APBN sebesar 150 miliar rupiah. Proyek yang harusnya dibangun di Natuna tersebut oleh Pemprov Kepri dipindahkan ke Karimun. Hal tersebut sangat melukai warga Natuna karena jelas tidak adil.
Kurangnya perhatian Pemerintah Provinsi Kepri terhadap pembangunan ekonomi Natuna menyebabkan warga Natuna terus menerus hidup dalam kondisi kekurangan, padahal daerah itu memiliki kekayaan alam berlimpah.
Nilai ekonomi dari Minyak dan Gas di Natuna yang diketahui saat ini mencapai triliunan rupiah itu bisa dilihat dari kandungan yang terdata. Potensi gas yang recoverable atau yang bisa diperkirakan di Natuna sebesar 46 tcf (triliun cubic feet) setara dengan 8,383 miliar barel minyak, jika diasumsikan harga rata-rata minyak 75 dollar AS per barel selama periode eksploitasi maka nilai potensi ekonomi gas Natuna 628,725 miliar dollar AS, setara dengan 6.287,25 triliun rupiah dengan kurs 10.000 rupiah per dollar AS dan itu lebih tinggi dibanding APBN 2010 yang hanya 1.047,7 triliun rupiah.
Dengan potensi itu, Pemerintah atau investor mestinya dapat membangun instalasi pengolahan minyak dan gas dari bahan mentah ke bahan jadi dan siap pakai di Natuna, tidak yang terjadi selama ini, dimana Minyak dan gas dari Natuna di kirim ke Singapura dengan harga rendah lalu di olah menjadi produk BBM siap pakai kemudian Singapura mengekspornya kembali ke Indonesia dengan harga tinggi.
Jika pengolahan Migas bisa dilakukan di Natuna, maka lapangan kerja tersedia berlimpah sehingga warga Natuna bisa mendapatkan kerja untuk meneruskan hidupnya. (gus).
Mantan Bupati Natuna, Daeng Rusnandi mengatakan, usulan untuk pembentukan Provinsi Natuna sangat tepat untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di daerah yang kaya dengan sumber daya alam tersebut.
Untuk itu, langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah daerah Natuna saat ini yaitu memekarkan kabupaten Natuna atas tiga kabupaten. Jika hal itu sudah dicapai, maka realiasasi Provinsi Natuna akan semakin cepat.
Sementara itu, Direktur Eksekutif LBH Cahaya Keadilan yang juga tokoh masyarakat Natuna, Arifin mengatakan, saat ini aliansi LSM yang ada di Natuna sedang mempersiapkan pertemuan akbar yang melibatkan berbagai unsur untuk pembentukan panitia pemisahan Natuna dari Kepri, dan sampai saat ini seluruh unsur dalam kelompok masyarakat Natuna belum ada yang menolak rencana pemisahan itu.
Fahmi Fikri, Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kepri asal Kabupaten Natuna mengatakan mendukung sepenuhnya aspirasi warga Natuna untuk membentuk provinsi tersendiri atau bergabung dengan Pemerintah Kalimantan Barat (Kalbar) yang jaraknya lebih dekat dari Natuna ketimbang Provinsi Kepri. Sikap itu juga didasari atas ketidakpuasan masyarakat atas minimnya perhatian Pemprov Kepri terhadap Natuna.
Menurutnya, terdapat kesenjangan yang mencolok antara perhatian Pemprov kepada Natuna dengan daerah lain seperti Batam, Bintan dan Karimun. Padahal kontribusi Natuna terhadap pendapatan Provinsi sangat besar.
“Natuna menyumbangkan setengah dari APBD yang ada, dan fakta di lapangan, Natuna justru terkesan dianaktirikan dibanding daerah tingkat dua lainnya, itu terlihat dari minimnya pembangunan infrastruktur,” katanya.
Salah satu contoh ketidakpedulian Pemprov Kepri terhadap Natuna, kata Fahmi adalah membiarkan warga Natuna tidak bekerja karena minimnya lapangan pekerjaan. Kondisi tersebut dipicu kesenjangan pembangunan sehingga pihak swasta tidak tertarik menanamkan modalnya. Akibatnya warga Natuna hanya berprofesi sebagai pegawai negeri sipil yang peluangnya sangat terbatas.
"Di Natuna ada satu sekolah yang jumlah muridnya sama dengan jumlah pegawai. Misalnya, jumlah siswa ada tiga puluh maka jumlah guru beserta pegawai juga ada tiga puluh. Ini jelas mubazir dan tidak seimbang. Itu terpaksa dilakukan karena tidak ada lapangan kerja di Natuna," kata dia.
Sementara itu, saat kunjungan Presiden SBY ke Natuna beberapa waktu lalu telah diputuskan untuk
membangun pelabuhan perikanan terpadu di Natuna. Untuk proyek itu, pemerintah pusat telah mengalokasikan dana dari APBN sebesar 150 miliar rupiah. Proyek yang harusnya dibangun di Natuna tersebut oleh Pemprov Kepri dipindahkan ke Karimun. Hal tersebut sangat melukai warga Natuna karena jelas tidak adil.
Kurangnya perhatian Pemerintah Provinsi Kepri terhadap pembangunan ekonomi Natuna menyebabkan warga Natuna terus menerus hidup dalam kondisi kekurangan, padahal daerah itu memiliki kekayaan alam berlimpah.
Nilai ekonomi dari Minyak dan Gas di Natuna yang diketahui saat ini mencapai triliunan rupiah itu bisa dilihat dari kandungan yang terdata. Potensi gas yang recoverable atau yang bisa diperkirakan di Natuna sebesar 46 tcf (triliun cubic feet) setara dengan 8,383 miliar barel minyak, jika diasumsikan harga rata-rata minyak 75 dollar AS per barel selama periode eksploitasi maka nilai potensi ekonomi gas Natuna 628,725 miliar dollar AS, setara dengan 6.287,25 triliun rupiah dengan kurs 10.000 rupiah per dollar AS dan itu lebih tinggi dibanding APBN 2010 yang hanya 1.047,7 triliun rupiah.
Dengan potensi itu, Pemerintah atau investor mestinya dapat membangun instalasi pengolahan minyak dan gas dari bahan mentah ke bahan jadi dan siap pakai di Natuna, tidak yang terjadi selama ini, dimana Minyak dan gas dari Natuna di kirim ke Singapura dengan harga rendah lalu di olah menjadi produk BBM siap pakai kemudian Singapura mengekspornya kembali ke Indonesia dengan harga tinggi.
Jika pengolahan Migas bisa dilakukan di Natuna, maka lapangan kerja tersedia berlimpah sehingga warga Natuna bisa mendapatkan kerja untuk meneruskan hidupnya. (gus).
Solar Subsidi Ditimbun di Bunker
TANJUNG PINANG – Kepolisian Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau menyita ratusan ton solar bersubsidi yang ditimbun di bunker yang letaknya tidak jauh dari kantor DPRD Provinsi Kepri. Solar bersubsidi yang ditimbun itu diduga menjadi penyebab kelangkaan solar di Kepri.
Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) II Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Kepri AKBP Rismanto mengatakan, kepolisian telah menemukan tempat penimbunan solar ilegal di dalam bunker yang ditanam di bawah tanah. Lokasi penimbunan solar berada tidak jauh dari Gedung DPRD Kepri, tepatnya di Kampung Bangun Sari, RT 03 RW 10, Kelurahan Batu Sembilan, Kecamatan Tanjungpinang Timur. Ini adalah lokasi keempat penimbunan solar ilegal di Kota Tanjungpinang yang ditemukan aparat dalam kurun waktu kurang dari dua minggu terakhir.
Disebutkan, lokasi penimbunan solar pertama kali ditemukan di Jalan Karya, Kampung Lembah Rantau, Tobung Bata, RT 3 RW 7, Kelurahan Batu 9, Kecamatan Tanjungpinang Timur. Kedua di Jalan Nusantara, Kampung Wonosari, RT 6 RW 9, Kelurahan Batu 9, Tanjungpinang Timur. Lokasi tersebut berada di samping Komplek AURI, depan Bandar Udara Raja Haji Fisabilillah, Kijang. Lokasi ketiga berada di Perumahan Kijang Kencana III, RT 03 RW 09 No 202, Kelurahan Pinang Kencana, Kecamatan Tanjungpinang Timur. Pelaku penimbunan solar di lokasi ketiga ini adalah seorang oknum TNI.
Di lokasi, petugas menemukan sebuah sumur (bunker) berukuran panjang 8 meter, lebar 3 meter dan kedalaman 1,5 meter. Untuk menyamarkan keberadaannya, bunker itu sengaja ditutupi dengan tumpukan kayu broti di atasnya. Selain itu, lokasi itu juga terlihat mirip bengkel kendaraan. Saat ditemukan, bunker itu terisi lebih dari separoh solar.
Polisi juga menemukan 42 jerigen yang 12 jerigen di antaranya berisi solar. Lalu, enam tanki modifikasi yang digunakan untuk membeli solar bersubsidi ke stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Barang bukti lain yang diamankan dari lokasi adalah empat unit mobil yang tangkinya sudah dimodifikasi sehingga bisa memuat solar lebih banyak. Keempat mobil itu adalah dua unit Isuzu Panther masing-masing bernomor polisi BP 1150 BY dan BP 1077 TA, lalu Taft bernomor polisi BP 1688, dan sebuah sedan dengan nomor polisi BP 88 EB.
Pemilik solar timbunan, Emon mengatakan, solar tersebut dibelinya dari sejumlah SPBU di Kota Tanjungpinang dan menjualnya kembali dengan harga lebih mahal ke Kijang, Bintan. Ia mengatakan membeli solar itu dengan menggunakan mobil yang tangkinya telah dimodifikasi hingga mampu memuat 300 liter solar.
Walikota Tanjungpinang Suryatati A Manan dan Ketua DPRD Kota Tanjungpinang Suparno serta Kapolresta Tanjungpinang AKBP Suhendri yang meninjau lokasi penimbunan solar sempat kaget melihat banyaknya tangki mobil yang dimodifikasi ditemukan di lokasi tersebut. Rasa kaget Suryatati semakin bertambah setelah melihat adanya sumur yang diduga sebagai tempat penimbunan solar dengan kapasitas yang cukup besar di tempat itu.
"Wajar saja selama ini solar sering habis di SPBU, ternyata solarnya disimpan di sini. Kita berterima kasih atas keseriusan pihak kepolisian yang telah berhasil mengungkap kasus ini. Dan kita berharap pelakunya akan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku karena ini sudah menyangkut permasalahan hukum," kata Suryatati.
Suhendri berjanji akan menindak tegas siapapun yang ikut bermain dalam penimbunan solar ini, termasuk jika ada aparat keamanan yang ikut terlibat. "Kita tidak main-main dalam hal ini, siapapun yang terlibat, termasuk aparat sekalipun akan kita tindak sesuai dengan aturan yang berlaku," tegas Suhendri.
Suhendri menjelaskan, saat ini pihaknya sudah mengantongi sejumlah nama yang diduga sebagai pelaku penimbunan solar ilegal di Kota Tanjungpinang. Ia berharap jajarannya bisa sesegera mungkin menangkap pelakunya untuk diproses secara hukum nantinya.
"Identitas pelaku sudah kita kantongi dan kita berharap semoga pelakunya segera dapat ditangkap untuk diproses sesuai dengan aturan yang berlaku," ucapnya.(gus).
Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) II Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Kepri AKBP Rismanto mengatakan, kepolisian telah menemukan tempat penimbunan solar ilegal di dalam bunker yang ditanam di bawah tanah. Lokasi penimbunan solar berada tidak jauh dari Gedung DPRD Kepri, tepatnya di Kampung Bangun Sari, RT 03 RW 10, Kelurahan Batu Sembilan, Kecamatan Tanjungpinang Timur. Ini adalah lokasi keempat penimbunan solar ilegal di Kota Tanjungpinang yang ditemukan aparat dalam kurun waktu kurang dari dua minggu terakhir.
Disebutkan, lokasi penimbunan solar pertama kali ditemukan di Jalan Karya, Kampung Lembah Rantau, Tobung Bata, RT 3 RW 7, Kelurahan Batu 9, Kecamatan Tanjungpinang Timur. Kedua di Jalan Nusantara, Kampung Wonosari, RT 6 RW 9, Kelurahan Batu 9, Tanjungpinang Timur. Lokasi tersebut berada di samping Komplek AURI, depan Bandar Udara Raja Haji Fisabilillah, Kijang. Lokasi ketiga berada di Perumahan Kijang Kencana III, RT 03 RW 09 No 202, Kelurahan Pinang Kencana, Kecamatan Tanjungpinang Timur. Pelaku penimbunan solar di lokasi ketiga ini adalah seorang oknum TNI.
Di lokasi, petugas menemukan sebuah sumur (bunker) berukuran panjang 8 meter, lebar 3 meter dan kedalaman 1,5 meter. Untuk menyamarkan keberadaannya, bunker itu sengaja ditutupi dengan tumpukan kayu broti di atasnya. Selain itu, lokasi itu juga terlihat mirip bengkel kendaraan. Saat ditemukan, bunker itu terisi lebih dari separoh solar.
Polisi juga menemukan 42 jerigen yang 12 jerigen di antaranya berisi solar. Lalu, enam tanki modifikasi yang digunakan untuk membeli solar bersubsidi ke stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Barang bukti lain yang diamankan dari lokasi adalah empat unit mobil yang tangkinya sudah dimodifikasi sehingga bisa memuat solar lebih banyak. Keempat mobil itu adalah dua unit Isuzu Panther masing-masing bernomor polisi BP 1150 BY dan BP 1077 TA, lalu Taft bernomor polisi BP 1688, dan sebuah sedan dengan nomor polisi BP 88 EB.
Pemilik solar timbunan, Emon mengatakan, solar tersebut dibelinya dari sejumlah SPBU di Kota Tanjungpinang dan menjualnya kembali dengan harga lebih mahal ke Kijang, Bintan. Ia mengatakan membeli solar itu dengan menggunakan mobil yang tangkinya telah dimodifikasi hingga mampu memuat 300 liter solar.
Walikota Tanjungpinang Suryatati A Manan dan Ketua DPRD Kota Tanjungpinang Suparno serta Kapolresta Tanjungpinang AKBP Suhendri yang meninjau lokasi penimbunan solar sempat kaget melihat banyaknya tangki mobil yang dimodifikasi ditemukan di lokasi tersebut. Rasa kaget Suryatati semakin bertambah setelah melihat adanya sumur yang diduga sebagai tempat penimbunan solar dengan kapasitas yang cukup besar di tempat itu.
"Wajar saja selama ini solar sering habis di SPBU, ternyata solarnya disimpan di sini. Kita berterima kasih atas keseriusan pihak kepolisian yang telah berhasil mengungkap kasus ini. Dan kita berharap pelakunya akan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku karena ini sudah menyangkut permasalahan hukum," kata Suryatati.
Suhendri berjanji akan menindak tegas siapapun yang ikut bermain dalam penimbunan solar ini, termasuk jika ada aparat keamanan yang ikut terlibat. "Kita tidak main-main dalam hal ini, siapapun yang terlibat, termasuk aparat sekalipun akan kita tindak sesuai dengan aturan yang berlaku," tegas Suhendri.
Suhendri menjelaskan, saat ini pihaknya sudah mengantongi sejumlah nama yang diduga sebagai pelaku penimbunan solar ilegal di Kota Tanjungpinang. Ia berharap jajarannya bisa sesegera mungkin menangkap pelakunya untuk diproses secara hukum nantinya.
"Identitas pelaku sudah kita kantongi dan kita berharap semoga pelakunya segera dapat ditangkap untuk diproses sesuai dengan aturan yang berlaku," ucapnya.(gus).
Komnas HAM Selidiki Kasus Penyiksaan TKW di Batam
BATAM – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas Ham menilai ada pelanggaran HAM berat yang dilakukan perusahaan penyalur tenaga kerja PT Tugas Mulia di Batam yang melakukan penyiksaan terhadap calon TKW di penampungan.
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ridha Saleh mengatakan, prihatin dengan nasib sembilan TKW Pembantu Rumah Tangga yang kabur dari penampungan PT Tugas Mulia di komplek Golden Gate Baloi Batam pada Selasa (21/6) disebabkan mengalami penyiksaan dari pemilik perusahaan penyalur tersebut.
"Ada pelanggaran HAM yang berat dalam kasus ini. Saya telah mendengar kesaksian dari sembilan orang TKW asal NTT yang kabur dari penampungan serta perusahaan yang mempekerjakan mereka," kata Ridha di Batam, Kamis (23/6).
Dikatakan, berdasarkan keterangan yang diperoleh dari para TKW, terdapat kekerasan fisik dan seksual terhadap delapan pekerja yakni Yuliana, Yustina, Rusti, Petrus, Rosalinda, Melinda, Yola serta Meri. Berdasarkan investigasi juga diperoleh informasi bahwa PT Tugas Mulia berbohong tentang jumlah pekerja yang ditampung. Perusahaan tersebut menyebut hanya 200 pekerja yang ditampung padahal jumlahnya sekitar 400 PRT.
Ridha berjanji akan meneruskan kasus kekerasan terhadap para TKW di Batam yang teraniaya fisik dan seksual ke pusat. Selanjutnya, laporan dan data-data yang didapat, akan dilaporkan langsung ke Kapolri dan Presiden RI. (gus).
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ridha Saleh mengatakan, prihatin dengan nasib sembilan TKW Pembantu Rumah Tangga yang kabur dari penampungan PT Tugas Mulia di komplek Golden Gate Baloi Batam pada Selasa (21/6) disebabkan mengalami penyiksaan dari pemilik perusahaan penyalur tersebut.
"Ada pelanggaran HAM yang berat dalam kasus ini. Saya telah mendengar kesaksian dari sembilan orang TKW asal NTT yang kabur dari penampungan serta perusahaan yang mempekerjakan mereka," kata Ridha di Batam, Kamis (23/6).
Dikatakan, berdasarkan keterangan yang diperoleh dari para TKW, terdapat kekerasan fisik dan seksual terhadap delapan pekerja yakni Yuliana, Yustina, Rusti, Petrus, Rosalinda, Melinda, Yola serta Meri. Berdasarkan investigasi juga diperoleh informasi bahwa PT Tugas Mulia berbohong tentang jumlah pekerja yang ditampung. Perusahaan tersebut menyebut hanya 200 pekerja yang ditampung padahal jumlahnya sekitar 400 PRT.
Ridha berjanji akan meneruskan kasus kekerasan terhadap para TKW di Batam yang teraniaya fisik dan seksual ke pusat. Selanjutnya, laporan dan data-data yang didapat, akan dilaporkan langsung ke Kapolri dan Presiden RI. (gus).
Industri Manufaktur Dipacu, TKW di Stop
Pemerintah tidak perlu lagi mengirim Tenaga Kerja Wanita (TKW) pembantu rumah ke tangga ke luar negeri yang pada akhirnya hanya menimbulkan persoalan terhadap martabat bangsa karena banyaknya kasus yang menimpa para TKW, jika pemerintah mampu menyediakan lapangan kerja. Oleh karena itu, industri manufaktur yang menyerap banyak tenaga kerja perlu dipacu pertumbuhanya.
Kasus penyiksaan TKW yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga di luar negeri sudah sering terjadi dan itu sangat merugikan bagi Negara dan tentunya keluarga korban, sehingga banyak kelompok masyarakat, pejabat dan politisi yang menyerukan penghentian ekspor TKW.
Itu bisa saja dilakukan jika pemerintah mampu menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya, oleh karenanya industri manufaktur harus dipacu, sebab indutri tersebut menyerap banyak tenaga kerja. Contohnya, satu pabrik alas kaki saja bisa menyerap tenaga kerja sebanyak 6.000 sampai 10 ribu orang.
Sekretaris Jenderal Kementrian Perindustrian, Anshari Bukhari mengatakan, pemerintah memproyeksikan penyerapan tenaga kerja sebanyak 3,2 juta orang selama lima tahun kedepan di industri manufaktur. Target itu cukup realistis karena sejumlah perusahaan sedang dan akan mengembangkan bisnisnya di dalam negeri. Misalnya PT Krakatau Steel (KS) dan Pohang Steel and Iron Coorporation (Posco) yang akan meningkatkan kapasitas produksinya, begitupun dengan rencana sejumlah perusahaan semen yang akan membangun pabrik baru.
Tahun ini saja, penyerapan pekerja di industri manufaktur ditargetkan 400 ribu orang, dan itu bisa terealisasi karena sejumlah perusahaan mulai mengembangkan bisnisnya. Contonya, ada rencana pembangunan 22 pabrik alas kaki baru sehingga jika satu pabrik menyerap sekitar 4.000 tenaga kerja terampil, maka target 3,2 juta tenaga kerja bisa tercapai dalam lima tahun kedepan.
Untuk mengejar target tersebut, pemerintah juga telah membuat program utama koridor ekonomi yang akan mendorong masuknya investasi asing. Ada enam koridor ekonomi yang dibangun seperti koridor Sumatera Utara yang fokus di sektor pertanian dan energi, koridor Jawa yang fokus di sektor jasa, koridor Kalimantan di sektor yang berbasis sumber daya alam (SDA) yang nantinya akan digunakan untuk industri besi baja, koridor Nusa Tenggara Barat dan Bali di sektor pariwisata, koridor Sulawesi di sektor kelautan dan perikanan, serta koridor Papua.
Dari enam koridor ekonomi, ada 20 program dan 13 kelompok industri, sehingga 70 persen sangat tergantung sektor industri, 13 sektor kelompok industri tersebut di antaranya termasuk pengembangan industri sawit, karet, batu bara, nikel, tembaga, minyak dan gas, tekstil, mesin dan peralatan komunikasi, perkapalan, baja, aluminium, dan telematika.
Ketua Kadin Kota Batam, Nada F Soraya mengatakan selain menciptakan koridor ekonomi di sejumlah wilayah, pemerintah pusat juga bisa mengembangkan kawasan ekonomi khusus dengan konsep Free Trade Zone seperti di Batam.
Konsep tersebut mampu mendatangkan investasi asing untuk membangun pabrik di dalama negeri sehingga tercipta banyak lapangan kerja. Di Batam sendiri saat ini terdapat sekitar 40 ribu tenaga kerja yang berasal dari hampir seluruh wilayah Indonesia. Dalam lima tahun kedepan kebutuhan tenaga kerja di Batam akan tumbuh signifikan dipicu rencana ekspansi sejumlah perusahaan.
Itu bisa terlihat dari rencana sejumlah perusahaan Jepang yang akan meningkatkan produksinya sesuai dengan instruksi dari pemerintah Jepang agar devisanya naik.
“Pada 2013 mendatang, Batam dipastikan akan membutuhkan tenaga kerja (Naker) dalam jumlah besar. Hal ini menyusul bertambahnya jumlah produksi elektronik oleh perusahaan-perusahaan asal Jepang,” katanya.
Dikatakan, Jepang akan meningkatkan produksi di Batam pada 2013 sesuai intstruksi Pemerintah Jepang kepada perusahaan-perusahaan yang memiliki pabrik di luar Jepang untuk meningkatkan produksi. Peningkatan produksi itu untuk menambah pemasukan devisa Jepang. Selain itu, peningkatan produksi tersebut untuk membantu pemulihan ekonomi Jepang pasca gempa dan tsunami, beberapa waktu lalu
Oleh karena itu, pemerintah harus mendorong pertumbuhan industri manufaktur dengan cara menciptakan iklim investasi yang kondusif. Dengan demikian, pemerintah tidak perlu lagi mengirim TKW ke luar negeri terlebih yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga. Para TKW itu bisa bekerja di dalam negeri karena lapangan kerja tersedia. (gus).
Kasus penyiksaan TKW yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga di luar negeri sudah sering terjadi dan itu sangat merugikan bagi Negara dan tentunya keluarga korban, sehingga banyak kelompok masyarakat, pejabat dan politisi yang menyerukan penghentian ekspor TKW.
Itu bisa saja dilakukan jika pemerintah mampu menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya, oleh karenanya industri manufaktur harus dipacu, sebab indutri tersebut menyerap banyak tenaga kerja. Contohnya, satu pabrik alas kaki saja bisa menyerap tenaga kerja sebanyak 6.000 sampai 10 ribu orang.
Sekretaris Jenderal Kementrian Perindustrian, Anshari Bukhari mengatakan, pemerintah memproyeksikan penyerapan tenaga kerja sebanyak 3,2 juta orang selama lima tahun kedepan di industri manufaktur. Target itu cukup realistis karena sejumlah perusahaan sedang dan akan mengembangkan bisnisnya di dalam negeri. Misalnya PT Krakatau Steel (KS) dan Pohang Steel and Iron Coorporation (Posco) yang akan meningkatkan kapasitas produksinya, begitupun dengan rencana sejumlah perusahaan semen yang akan membangun pabrik baru.
Tahun ini saja, penyerapan pekerja di industri manufaktur ditargetkan 400 ribu orang, dan itu bisa terealisasi karena sejumlah perusahaan mulai mengembangkan bisnisnya. Contonya, ada rencana pembangunan 22 pabrik alas kaki baru sehingga jika satu pabrik menyerap sekitar 4.000 tenaga kerja terampil, maka target 3,2 juta tenaga kerja bisa tercapai dalam lima tahun kedepan.
Untuk mengejar target tersebut, pemerintah juga telah membuat program utama koridor ekonomi yang akan mendorong masuknya investasi asing. Ada enam koridor ekonomi yang dibangun seperti koridor Sumatera Utara yang fokus di sektor pertanian dan energi, koridor Jawa yang fokus di sektor jasa, koridor Kalimantan di sektor yang berbasis sumber daya alam (SDA) yang nantinya akan digunakan untuk industri besi baja, koridor Nusa Tenggara Barat dan Bali di sektor pariwisata, koridor Sulawesi di sektor kelautan dan perikanan, serta koridor Papua.
Dari enam koridor ekonomi, ada 20 program dan 13 kelompok industri, sehingga 70 persen sangat tergantung sektor industri, 13 sektor kelompok industri tersebut di antaranya termasuk pengembangan industri sawit, karet, batu bara, nikel, tembaga, minyak dan gas, tekstil, mesin dan peralatan komunikasi, perkapalan, baja, aluminium, dan telematika.
Ketua Kadin Kota Batam, Nada F Soraya mengatakan selain menciptakan koridor ekonomi di sejumlah wilayah, pemerintah pusat juga bisa mengembangkan kawasan ekonomi khusus dengan konsep Free Trade Zone seperti di Batam.
Konsep tersebut mampu mendatangkan investasi asing untuk membangun pabrik di dalama negeri sehingga tercipta banyak lapangan kerja. Di Batam sendiri saat ini terdapat sekitar 40 ribu tenaga kerja yang berasal dari hampir seluruh wilayah Indonesia. Dalam lima tahun kedepan kebutuhan tenaga kerja di Batam akan tumbuh signifikan dipicu rencana ekspansi sejumlah perusahaan.
Itu bisa terlihat dari rencana sejumlah perusahaan Jepang yang akan meningkatkan produksinya sesuai dengan instruksi dari pemerintah Jepang agar devisanya naik.
“Pada 2013 mendatang, Batam dipastikan akan membutuhkan tenaga kerja (Naker) dalam jumlah besar. Hal ini menyusul bertambahnya jumlah produksi elektronik oleh perusahaan-perusahaan asal Jepang,” katanya.
Dikatakan, Jepang akan meningkatkan produksi di Batam pada 2013 sesuai intstruksi Pemerintah Jepang kepada perusahaan-perusahaan yang memiliki pabrik di luar Jepang untuk meningkatkan produksi. Peningkatan produksi itu untuk menambah pemasukan devisa Jepang. Selain itu, peningkatan produksi tersebut untuk membantu pemulihan ekonomi Jepang pasca gempa dan tsunami, beberapa waktu lalu
Oleh karena itu, pemerintah harus mendorong pertumbuhan industri manufaktur dengan cara menciptakan iklim investasi yang kondusif. Dengan demikian, pemerintah tidak perlu lagi mengirim TKW ke luar negeri terlebih yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga. Para TKW itu bisa bekerja di dalam negeri karena lapangan kerja tersedia. (gus).
Industri Manufaktur Butuh Proteksi
Industri manufaktur masih mengahadapi banyak kendala untuk tumbuh, dimulai dari fluktuasi harga minyak dunia, tingginya tarif listrik dan bunga bank serta derasnya produk impor khususnya dari China sehingga dibutuhkan keberpihakan yang lebih besar dari pemerintah terhadap pelaku industri dalam negeri.
Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan mutu Industri Kementrian Perindustrian, Arryanto Sagala mengatakan, pertumbuhan industri mengalami banyak hambatan di awal tahun 2011 seperti harga minyak dunia yang mengalami peningkatan hingga 103 dollar AS per barel yang memicu peningkatan harga bahan baku, harga bahan bakar minyak industri serta biaya transportasi.
Selain itu belum terbitnya revisi PMK (Peraturan Menteri Keuangan) 241/2010 tentang penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor terkait tiga komponen diantaranya industri farmasi dan grafika juga ikut memicu perlambatan industri manufaktur. Revisi itu penting sebab pelaku industri dalam negeri butuh kepastian hukum untuk mengimpor bahan baku. Menurutnya, dari 287 pos tarif yang dibahas dalam revisi PMK 241/2010, bea masuk (BM) 190 pos tarif diputuskan untuk kembali ke posisi semula. 182 pos tarif dikembalikan ke nol persen, sedangkan delapan lainnya dikembalikan dari lima persen di PMK 241, menjadi 10 persen.
182 pos tarif yang dikembalikan ke nol persen adalah 60 pos tarif sektor kimia, 91 pos tarif sektor permesinan, 17 pos tarif sektor elektronika, 13 pos tarif sektor perkapalan, dan satu untuk perfileman. Sedangkan, pos tarif yang dikembalikan ke 10 persen di antaranya produk ikan kaleng dan permen.
Aryanto berharap Menteri Keuangan segera mengeluarkan revisi PMK 241/2010 untuk tiga komponen industri seperti grafika dan farmasi agar daya saing industri dalam negeri meningkat. Saat ini Menteri keuangan sudah menyelesaikan revisi bea masuk untuk industri pertanian, pangan dan pupuk serta industri manufaktur.
Hambatan industri manufaktur untuk tumbuh juga datang dari produk impor khususnya China yang beredar luas di pasaran dengan harga murah, seperti produk pipa baja, elektronik dan tekstil.
Maraknya peredaran pipa baja dari China dengan harga murah tersebut memicu produsen pipa baja dalam negeri di Batam telah menurunkan produksinya. Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian, Putu Surya Wiryawan ketika berkunjung ke Batama beberapa hari lalu mengatakan, produksi industri pipa baja lokal untuk keperluan pengeboran minyak dan gas lepas pantai di Batam mengalami penurunan signifikan disebabkan maraknya peredaran pipa baja jadi dari China yang harganya lebih murah. Kondisi itu menyebabkan produsen pipa baja di Batam tidak dapat bersaing dengan baja China sehingga produksi di turunkan.
Sementara itu, Direktur PT Citra Tubindo Tbk salah satu produsen pipa baja di Batam, Kris T Wiluan mengatakan, pemerintah harus meningkatkan kandungan lokal penggunaan barang dan jasa dalam industri penunjang migas di dalam negeri karena banyak konstruksi migas di tanah air masih menggunakan barang dan jasa asing untuk penunjang operasionalnya padahal industri dalam negeri sudah bisa berproduksi dengan kualitas yang cukup bersaing.
Kris berharap pemerintah mau meningkatkan kandungan lokal penggunaan barang dan jasa industri penunjang Migas menjadi 100 persen sehingga, perusahaan dalam negeri bisa berkembang.
Wakil Ketua Bidang Flat Product Asosiasi Industri Baja dan Besi Indonesia (Indonesian Iron & Steel Industry Association/IISIA) Irvan Kamal Hakim mengatakan, pemerintah juga perlu melindungi industri dalam negeri dengan memberlakukan ketentuan wajib verifikasi impor besi atau baja untuk membendung serbuan produk Cina. Saat ini saja, sudah mulai terasa penurunan penjualan produk dalam negeri, itu terlihat dari utilisasi pabrik pipa baja dalam negeri yang tinggal 28,4 persen dari total kapasitas terpasang 2,23 juta ton.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, meski banyak hambatan namun industri manufaktur masih tetap tumbuh tahun ini walaupun tidak secepat pertumbuhan industri lain seperti ritel dan infrastruktur. Itu disebabkan banyaknya kendala yang dihadapi pelaku industri manufaktur seperti kurang siapnya infrastruktur pendukung antara lain jalan dan pelabuhan yang menyebabkan tingginya biaya produksi. Oleh karenanya, pemerintah perlu mempercepat proses pembangunan infrastruktur. Selain itu, birokrasi juga harus dipangkas agar lebih cepat dan efisien.
Permasalahan capping TDL dan fluktuasi harga minyak dunia juga akan menekan pertumbuhan industri manufaktur, selain tingginya ketergantungan industri dalam negeri terhadap bahan baku impor.
Meski menghadapi banyak persoalan, industri manufaktur masih tetap tumbuh di awal tahun ini. Pada kuartal satu 2011 industri manufaktur tumbuh 5,15 persen dan di kuartal kedua ditargetkan 6,0 persen, sehingga proyeksi pertumbuhan 6,1 persen selama 2011 bisa dicapai.
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, pertumbuhan di kuartal pertama tahun 2011 banyak didorong oleh pertumbuhan di sektor automotif dan elektronika sedangkan di industri makanan dan minuman (mamin) melambat yang dipicu melonjaknya harga komoditi pertanian dan juga membanjirnya produk impor sejak perjanjian kerja sama perdagangan China-Asean Free Trade Agreement (CAFTA) diimplementasikan. Hidayat berharap, industri mamin bisa mengalami kenaikan menjadi lima persen pada kuartal kedua 2011.
Pemerintah memproyeksikan industri mamin (makanan dan minuman) dan tembakau bisa mencapai 7,93 persen (2011), 8,15 persen (2012), 8,94 persen (2013), dan 10,4 persen (2014). Sedangkan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki 3,4 persen (2011), 3,75 persen (2012), 4,3 persen (2013), 5,6 persen (2014). Industri barang kayu dan hasil hutan lainnya ditargetkan tumbuh 2,75 persen (2011), 2,9 persen (2012), 3,4 persen (2013), dan 3,9 persen (2014), industri kertas dan barang cetakan 4,8 persen (2011), 4,9 persen (2012), 5,3 persen (2013), dan 5,58 persen (2014).
Industri pupuk, kimia dan barang dari karet 5,46 persen (2011), 5,75 persen (2012), tujuh persen (2013), dan 8,3 persen (2014), industri semen dan barang galian bukan logam ditargetkan tumbuh 3,74 persen (2011), 4,05 persen (2012), 4,6 persen (2013), dan 5,3 persen (2014). Industri logam dasar, besi dan baja 3,4 persen (2011), empat persen (2012), 4,5 persen (2013), 5,5 persen (2014), industri alat angkut, mesin dan peralatannya 6,4 persen (2011), 7,78 persen (2012), 8,3 persen (2013), dan 10,2 persen (2014), serta industri barang lainnya yang ditargetkan tumbuh 5,6 persen (2011), enam persen (2012), 6,4 persen (2013), dan 6,8 persen (2014).
Untuk mengejar target tersebut, pemerintah senantiasa mengenjot ekspor dan meningkatkan investasi di industri manufaktur. Untuk tahun ini saja, ekspor industri manufaktur nasional ditargetkan 92,26 miliar dollar AS. Target itu bisa tercapai karena ada beberapa investasi yang akan direalisasikan pada tahun ini, seperti produsen ban asal Korea, Hankook Tire co. ltd, produsen baja asal China, MCC Corporation, dan perusahaan smelter asal India, Trimex.
Pemerintah sendiri membutuhkan investasi 124,6 triliun triliun rupiah pada tahun ini untuk mengejar target pertumbuhan tersebut.
Terkait dengan serbuan produk pipa baja China, Wakil Menteri Perindustrian Alex SW Retraubun mengakui adanya serbuan barang impor, khususnya pipa baja, dari China. Karena itu, pemerintah akan meningkatkan pengawasan terhadap barang China yang masuk ke Indonesia dengan memperketat pengawasan dan penerapan SNI (Standar Nasional Indonesia) serta save guard untuk produk pipa baja. Pasalnya sejak empat bulan terakhir, terjadi lonjakan impor pipa baja yang dikeluhkan sejumlah pengusaha pipa baja yang tergabung dalam The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA).
Impor pipa baja dari China pada tahun 2010 sebanyak 53.180 ton, Jepang 36.694 ton, dan negara lainnya sebanyak 45.123 ton. Sementara itu, impor pipa bor, casing, dan tubing selain green pipe pada tahun 2010 mencapai 53.902 ton, turun dari 2009 yang sebesar 54.501 ton sedangkan tahun lalu, impor dari China sebesar 39.155 ton, Jepang sebesar 12.149 ton, dan negara lainnya sebesar 2.598 ton. (gus).
Perusahaan Penyalur Siksa Belasan Calon TKW
BATAM – Perusahaan penyalur tenaga kerja, PT Tugas Mulia di Batam Provinsi Kepulauan Riau diketahui telah menyiksa belasan calon pekerja asal Nusa Tenggara Timur, bahkan seorang dinyatakan tewas yang menyebabkan para calon TKW (Tenaga Kerja Wanita) tersebut melarikan diri.
Enam TKW yang berhasil melarikan diri yakni Yuliana Folah (40), Rasti Liu, 30, Yustina, 29, Rosalinda, 29, Meliana, 30, dan Petrus membuat laporan ke Kepolisian terkait tindakan penyiksaan dan pelanggaran perjanjian kerja yang dilakukan perusahaan penyalur tenaga kerja PT Tugas mulia.
Salah seorang TKW, Yuliana Folah mengatakan, dia dan rekannya sudah tidak tahan lagi dengan aksi penyiksaan yang dilakukan oleh pemilik perusahaan penyalur tersebut yakni Rosna yang sering memukul rekan rekannya, ditambah lagi dengan pembayaran gaji yang diterima para TKW yang sudah bekerja tidak sesuai dengan perjanjian awal, dimana dalam perjanjian awal gaji yang harus diterima 1,2 juta rupiah per bulan namun yang diterima hanya 650 ribu rupiah per bulan.
“Gaji kami tidak dibayar sesuai dengan perjanjian awal kemudian di penampungan kami disekap tidak boleh keluar rumah dan beberapa rekan saya di perkosa bahkan satu orang tewas karena disiksa pemilik perusahaan,” katanya, Rabu (22/6).
Menurut Yuliana, masih ada beberapa orang lagi TKW rekan mereka yang masih di penampungan karena tidak berani melarikan diri, selain lima orang rekannya yang sudah berhasil kabur.
Sementara itu, puluhan warga yang mengetahui adanya penyiksaan calon TKW oleh perusahaan penyalur tenaga kerja langsung melakukan pemeriksaan di lokasi penampungan dan membebaskan belasan calon TKI dari ruko tiga lantai itu.
Salah seorang warga, Yohanes mengatakan, kondisi belasan TKW yang ada di penampungan itu sangat memprihatinkan, bahkan seorang TKW Rosliana yang berasal dari Kupang NTT terlihat shock dan mengalami gangguan jiwa disebabkan telah menyaksikan adik kandungnya yang bernama Sesrawati yang juga TKW tewas usai disiksa majikannya. Namun peristiwa tewasnya calon TKW itu tidak diketahui polisi dan warga karena perusahaan penyalur menyembunyikan kejadian tersebut.
“Kondisi para TKW di penampungan sangat menyedihkan bahkan seorang TKW stress karena menyaksikan adik kandung nya yang bernama Sesrawati meninggal usai didorong bos TKI tersebut. Namun kematian Sesrawati tidak ada yang tahu kecuali para penghuni penampungan tersebut,” kata Yohanes.
Seluruh TKW yang telah dibebaskan warga tersebut akhirnya melapor ke Polsek Lubuk Baja Batam, untuk memberikan keterangan. Sedangkan, Rosna , pemilik perusahaan penyalur TKI diamankan polisi untuk menghindari amuk warga.
Kanit Reskrim Polsek Lubuk Baja Batam Iptu Crishman Panjaitan mengatakan, saat ini polisi masih mendalami kasus tersebut termasuk soal kematian sesrawati.
“Kita masih amankan para calon TKI dan penyalur TKI tersebut,” katanya.
Sementara itu, Pemilik PT Tugas Mulia, Rosna membantah pengakuan para TKW yang menyebut dirinya sering melakukan penyiksaan.
”Tak benar saya menyiksa, kalau membentaknya sih wajar. Mereka semua pada malas kerja. Bahkan mereka masih dua bulan sudah minta balik kampung. Itu namanya tak niat kerja,” katanya.
Sementara itu, para TKW yang telah bebas tersebut berniat ingin pulang ke kampong halamannya di NTT namun terbentur dengan perjanjian kerja yang telah disepakati yakni harus bekerja selama minimal satu tahun, dan selama satu tahun itu tidak boleh pulang kampong. Bila ingin pulang kampong maka para TKW harus membayar denda 5 juta rupah per orang. (gus).
Pengelolaan Tambang di Kepri Semrawut
TANJUNG PINANG – Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) harus menata kembali perijinan kuasa pertambangan yang telah dikeluarkan Walikota dan Bupati serta meningkatkan pengawasanya karena banyak perusahaan tambang yang tidak memperhatikan lingkungan dalam kegiatan eksplorasinya.
Kepala Biro Lingkungan Hidup (BLH) Kepri, Jafar Khairudin mengatakan, para Bupati dan Walikota dinilai lemah dalma melakukan pengawasan terhadap perusahaan tambang yang telah memperoleh ijin. Itu terlihat dari banyaknya kasus kasus pertambangan seperti kerusakan ekosistem. Selain itu, perusahaan tambang juga belum mampu meningkatkan ekonomi masyarakat.
Misalnya yang terjadi di Kota Tanjung Pinang, Khairudin menyebut bahwa selama ini Pemko Tanjungpinang lemah dalam melakukan pengawasan pertambangan, sehingga dampak yang ditimbulkan banyak hutan rusak akibat maraknya aksi penambangan bauksit.
”Rusaknya hutan akibat pertambangan disebabkan Pemko Tanjung Pinang terlalu gampang mengeluarkan izin pertambangan kepada pengusaha,” katanya, Selasa (21/6).
Selain di Tanjung Pinang, kerusakan lingkungan akibat pertambangan juga terjadi di Karimun dan Bintan.
Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Bintan mencatat adanya kerusakan lingkungan di lokasi penambangan pasir darat ilegal di Galang Batang semakin parah. Untuk mengatasi kerusakan lingkungan tersebut tidak cukup hanya dilakukan pemerintah daerah.
Kepala BLHD Bintan, Karya Harmawan mengatakan pihaknya tidak hanya tinggal diam terhadap aktivitas penambangan pasir darat yang dilakukan sekelompok masyarakat di wilayah Galang Batang, Gunung Kijang. Sejak beberapa waktu lalu, BLHD sudah turun ke lapangan. Penambangan pasir rakyat itu jelas sudah melanggar hukum dan tanpa dokumen. Tapi anehnya, truk angkutan pasir darat hasil curian itu tetap saja hilir-mudik.
"Kami akui, lingkungan di lokasi tambang pasir darat Galang Batang itu semakin rusak parah. Tapi harus bagaimana lagi, penambang tetap saja melakukan aktivitasnya. Dari Distamben Bintan juga kewalahan menangani masalah ini. Saya rasa untuk penanganan tambang ilegal itu harus dilakukan melalui tim terpadu. Di pemerintahan sendiri, kami sudah membahas masalah penambangan di Galang Batang itu," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Penyuluhan dan Pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Pemerintah Kabupaten Karimun, Harlita, banyak persoalan lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan di Karimun seperti pertambangan granit dan pasir. Itu disebabkan lemahnya pengawasan yang dipicu tidak tersedianya dana.
"Kami akui pengawasan yang kami lakukan sangat minim. Penyebabnya ketiadaan angggaran untuk pengawasan sehingga kami kesulitan melaksanakan tugas," katanya. (gus).
Kepala Biro Lingkungan Hidup (BLH) Kepri, Jafar Khairudin mengatakan, para Bupati dan Walikota dinilai lemah dalma melakukan pengawasan terhadap perusahaan tambang yang telah memperoleh ijin. Itu terlihat dari banyaknya kasus kasus pertambangan seperti kerusakan ekosistem. Selain itu, perusahaan tambang juga belum mampu meningkatkan ekonomi masyarakat.
Misalnya yang terjadi di Kota Tanjung Pinang, Khairudin menyebut bahwa selama ini Pemko Tanjungpinang lemah dalam melakukan pengawasan pertambangan, sehingga dampak yang ditimbulkan banyak hutan rusak akibat maraknya aksi penambangan bauksit.
”Rusaknya hutan akibat pertambangan disebabkan Pemko Tanjung Pinang terlalu gampang mengeluarkan izin pertambangan kepada pengusaha,” katanya, Selasa (21/6).
Selain di Tanjung Pinang, kerusakan lingkungan akibat pertambangan juga terjadi di Karimun dan Bintan.
Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Bintan mencatat adanya kerusakan lingkungan di lokasi penambangan pasir darat ilegal di Galang Batang semakin parah. Untuk mengatasi kerusakan lingkungan tersebut tidak cukup hanya dilakukan pemerintah daerah.
Kepala BLHD Bintan, Karya Harmawan mengatakan pihaknya tidak hanya tinggal diam terhadap aktivitas penambangan pasir darat yang dilakukan sekelompok masyarakat di wilayah Galang Batang, Gunung Kijang. Sejak beberapa waktu lalu, BLHD sudah turun ke lapangan. Penambangan pasir rakyat itu jelas sudah melanggar hukum dan tanpa dokumen. Tapi anehnya, truk angkutan pasir darat hasil curian itu tetap saja hilir-mudik.
"Kami akui, lingkungan di lokasi tambang pasir darat Galang Batang itu semakin rusak parah. Tapi harus bagaimana lagi, penambang tetap saja melakukan aktivitasnya. Dari Distamben Bintan juga kewalahan menangani masalah ini. Saya rasa untuk penanganan tambang ilegal itu harus dilakukan melalui tim terpadu. Di pemerintahan sendiri, kami sudah membahas masalah penambangan di Galang Batang itu," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Penyuluhan dan Pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Pemerintah Kabupaten Karimun, Harlita, banyak persoalan lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan di Karimun seperti pertambangan granit dan pasir. Itu disebabkan lemahnya pengawasan yang dipicu tidak tersedianya dana.
"Kami akui pengawasan yang kami lakukan sangat minim. Penyebabnya ketiadaan angggaran untuk pengawasan sehingga kami kesulitan melaksanakan tugas," katanya. (gus).
Batavia Air Mengalami Insiden Pecah Ban
BATAM – Pesawat Batavia Air dengan nomor penerbangan Y-536 dari Surabaya menuju Batam mengalami insiden pecah ban sesaat setelah mendarat di Bandara Internasional Hang Nadim Batam. Seluruh penumpang dikabarkan selamat.
Kabid Operasional Bandara Hang Nadim, Pantun Banjarnaho mengatakan, pesawat yang mengalami pecah ban itu milik maskapai penerbangan Batavia Air. Pesawat dengan nomor penerbangan Y-536 terbang dari Surabaya menuju Batam pada hari Senin (20/6).
Ketika mendarat di Bandara Hang Nadim Batam, pesawat tersebut mengalami gangguan yakni pecah ban sekitar pukul 08.15 pagi. Kejadiannya bermula ketika pesawat menuju apron, setelah berbelok dari run way ke taxi way, ban sebelah kanan pecah. Hal itu diduga disebabkan system pengereman mengalami kerusakan.
“Tidak ada korban jiwa dari kejadian tersebut, namun untuk penerbangan berikutnya yang mestinya dilakukan pesawat itu ke Palembang harus mengalami penundaan (delay) selama satu jam,” katanya, Senin (20/6). Kejadian itu juga tidak sampai mengganggu operasional bandara Hang Nadim Batam.
Pesawat yang mengalami pecah bank itu, dijadwalkan take off sekitar pukul 09.00 WIB akhirnya digantikan pesawat pengganti yang didatangkan Batavia dari Jakarta dan berangkat pada pukul 10.00 WIB.
Salah seorang penumpang yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, insiden tersebut sempat membuat penumpang panik, namun kondisi bisa diatasi karena pada saat ban pecah kecepatan pesawat dalam posisi rendah karena ingin berhenti, sehingga tidak ada penumpang yang mengalami luka serius.
"Saat mengalami pecah ban, kecepatan pesawat tersebut dalam keadaan pelan, seluruh penumpang dalam keadaan selamat," katanya.
Seluruh penumpang akhirnya diturunkan di runaway dan dijemput dengan menggunakan bus menuju terminal kedatangan penumpang.(gus).
Separuh Penduduk Indonesia Masih Tergolong Miskin
BATAM – Lembaga penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia atau LPPM FE UI menyebut jumlah orang miskin di Indonesia saat ini sekitar separuh dari jumlah penduduk, dan angka itu lebih tinggi dibanding data pemerintah yang 31 juta jiwa. Oleh karenanya program pemerintah untuk memberdayakan rakyat miskin harus ditingkatkan.
Peneliti senior LPPM FE UI, Jossy Prananta Moeis mengatakan, berdasarkan basis penghitungan internasional, kemiskinan di Indonesia sudah bersifat masif dan akut, karena separuh dari total populasi masuk dalam kategori miskin. Selain itu, tak kurang dari 8,0 persen populasi sudah masuk dalam golongan kemiskinan ekstrem.
“Angka kemiskinan itu dihitung berdasarkan kemampuan daya beli per 1 dollar AS terhadap beras jenis medium sepuluh tahun terakhir atau 2001 sampai 2010. Jika per 1 dollar AS pada 2001 dapat memperoleh 3,7 kilogram beras, pada 2010 hanya 1,18 kilogram. Demikian pula kemampuan beli per dollar AS atas minyak goreng, yang pada 2001 bisa membeli 2,45 liter, pada 2010 hanya 0,79 liter,” katanya di Batam beberapa waktu lalu.
Berdasarkaan data itu, maka untuk kembali kepada kondisi sebelumnya, yakni mampu membeli 3,7 kilogram beras atau 2,45 liter minyak goreng, standar pendapatan harus menjadi sekitar 3 dollar AS. Namun, itu hanya untuk konsumsi beras dan minyak goreng saja, belum memperhitungkan kebutuhan lainnya. Padahal, selain untuk konsumsi pangan, kebanyakan penduduk juga harus mengeluarkan biaya untuk kebutuhan lainnya.
Selain itu, tambah Jossi, kemiskinan relatif juga menunjukkan pola distribusi pendapatan dan kekayaan yang sangat timpang.
Tingginya angka kemiskinan di Indonesia ditandai dengan adanya 5 hingga 8 persen dari penduduk yang diestimasi dari generasi ke generasi tetap miskin. Mengacu pada merosotnya daya beli masyarakat atau kondisi terjadinya pengeluaran per kapita lebih kecil daripada garis kemiskinan yang ditentukan berdasarkan kebutuhan dasar (basic needs) makanan dan nonmakanan, maka jumlah orang miskin sesungguhnya bisa membengkak tiga kali lipat dari yang dilaporkan BPS, yakni menjadi sekitar 93 juta orang.
Itu berarti sedikit saja ada guncangan seperti kenaikan harga pangan atau energi, maka rakyat yang memiliki penghasilan 1 dollar AS akan langsung jatuh miskin. Oleh karena itu, untuk mengetahui kemampuan daya beli memang harus mengacu kepada harga kebutuhan pokok. Itu sebabnya, selisih nilai tukar sangat berarti untuk mengetahui kemampuan orang miskin membeli kebutuhan pokok.
Dikatakan, angka-angka yang selama ini dipakai pemerintah sebagai rujukan bukan diambil dari kondisi riil masyarakat miskin. Akibatnya, jumlah masyarakat yang benar-benar miskin belum tersentuh, kalau pun diambil hanya sedikit saja.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah orang miskin saat ini sekitar 31 juta jiwa atau 13,33 persen dari total populasi penduduk Indonesia. Jumlah ini diperoleh dari penduduk yang memperoleh pendapatan minimal rata-rata sebesar 211.726 rupiah per bulan atau sekitar 7 ribu per hari atau di bawah 1 dollar AS per hari.
Namun, jumlah orang miskin itu tidak mencerminkan keadaan sebenarnya. Apalagi, kebanyakan struktur pengeluaran rumah tangga terkonsentrasi pada konsumsi pangan. Artinya, pengeluaran penduduk akan terpengaruh jika harga bahan pangan melambung tinggi.
Sementara itu, pemerintah melalui APBN telah menganggarkan dana pengentasan kemiskinan sekitar 86,1 triliun rupiah pada tahun ini.
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Provinsi Kepri, Herlini Amran mengatakan, meskipun anggaran untuk pengentasan kemiskinan lebih tinggi dibanding tahun lalu, namun diperkirakan tidak akan mampu mengurangi angka kemiskinan secara signifikan karena terlalu banyak kementerian/lembaga yang mengelolanya sehingga tidak fokus.
"Meskipun jumlah alokasi anggaran mengalami kenaikan, namun itu belum berdampak pada pengurangan kemiskinan. Hal ini disebabkan APBN untuk kemiskinan belum dialokasikan secara efektif karena dikelola oleh 19 kementerian dan lembaga," katanya..
Dicontohkan, seperti Kementerian Sosial yang tugas pokoknya mengatasi kemiskinan, namun hanya punya 4 triliun rupiah dari 86,1 triliun rupiah anggaran kemiskinan tahun 2011.
Meski demikian, Herlini berharap kenaikan anggaran kemiskinan bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengoptimalkan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, sehingga kondisi masyarakat semakin membaik.(gus).
Penimbunan Solar di Kepri Marak
TANJUNG PINANG – Kelangkaan bahan bakar solar di Provinsi Kepulauan Riau sejak beberaa bulan lalu ternyata dipicu aksi penimbunan oleh sekelompok orang yang akan menjual solar bersubsidi tersebut ke industri dengan harga tinggi.
Selama dua pekan terakhir, Kepolisian Daerah Provinsi Kepri telah menemukan timbunan solar berjumlah ratusan ton di perumahan warga di Kota Batam, Tanjung Pinang dan Bintan. Ironisnya, solar tersebut dimiliki sejumlah pejabat seperti anggota DPRD dan Oknum TNI. Seperti yang terjadi di Kota Tanjung Pinang saat polisi mengerebek lokasi penimbunan ratusan ton solar pada akhir pekan lalu ternyata solar tersebut dimiliki oknum anggota TNI.
Kapolres Tanjungpinang Provinsi Kepri, AKBP Suhendri mengatakan, penggerebekan gudang penimbunan solar pada Jumat (17/6) merupakan lokasi ketiga yang ditemui polisi sejak empat hari terakhir. Lokasi penimbunan solar ketiga itu berada di Perumahan Kijang Kencana III, RT3/RW9 No 202, Kelurahan Pinang Kencana, Kecamatan Tanjungpinang Timur.
Gubernur Kepri, H.M Sani mengatakan, sebagai penghasil minyak dan gas mestinya Kepri tidak mengalami kelangkaan solar namun yang terjadi justru selama beberapa bulan terakhir telah terjadi kelangkaan solar yang ternyata dipicu aksi spekulan yang akan memanfaatkan solar subsidi tersebut untuk dijual ke industri dengan harga tinggi.
Oleh karena itu, Pemprov Kepri meminta Bupati dan Walikota untuk meninjau kembali pola distribusi BBM untuk menghindari aksi penimbunan.
Walikota Tanjungpinang Suryatati A Manan mengatakan, pihaknya sudah berkordinasi dengan pejabat terkait untuk meninjau ulang pola distribusi BBM, dan dari rapat dengan unsur pimpinan daerah akhirnya disepakati untuk mengatur kembali penggunaan kartu kendali BBM khusus yang diperuntukkan bagi kendaraan lori atau truk.
"Kartu itu nantinya di gunakan untuk satu kali mengisi dalam satu hari. Jadi, secara teknis akan diatur kembali sehingga tidak ada lagi kendaraan berbahan bakar solar yang sampai antri panjang," kata Tatik.
Untuk Kota Tanjungpinang sendiri, kuota bahan bakar solar yang didistribusikan dari pihak Pertamina setiap tahunnya 28.474 kilo liter. Saat ini imbuhnya, penggunaan minyak solar secara teknis akan diatur kembali, terutama bagi kendaraan truk dengan cara membatasinya.
Menurut Tatik ada beberapa factor yang menyebabkan solar di Tanjung Pinang menjadi langka, diantaranya penggunaan solar yang berlebihan dari kendaraan lori yang melakukan aktifitas penambangan bauksit.
"Kemungkinan penyebab kelangkaan solar ini diantaranya ada kendaraan truk yang mengisi sampai beberapa kali dalam satu hari yang bukan dikonsumsi secara normal. Kita berharap dengan penggunaan kartu kendali ini, tidak ada lagi kendaraan yang mengisi solar sampai berlebih-lebih," imbuh Tatik.
Penyebab lainnya adalah diduga ada pihak yang sengaja membeli solar bersubsidi tersebut secara berulang-ulang lalu menjualnya ke industri.
Itu bisa diketahui dari aktivitas mobil lori yang sering mondar-mandir ke SPBU untuk membeli solar. Jika sampai dua kali sehari isi solar maka patut dicurigai. Di samping itu juga ada yang membeli solar dengan mobil biasa yang tangkinya sudah dimodifikasi hingga mampu menampung 800 liter solar.
Selain di Tanjung Pinang, kelangkaan solar juga terjadi di Bintan. Untuk itu, DPRD Bintan telah meminta pertamina dan BPH-Migas mengawasi penjualan bahan bakar solar di setiap SPBU. Pasalnya, solar yang dibeli sebagian pihak tertentu diduga dijual kembali kepada pihak industri.
Anggota Komisi II DPRD Bintan, Yurioskandar menyampaikan, sejak sebulan lalu pembelian solar di SPBU setiap hari mengalami antrean yang cukup panjang. Terkadang di satu SPBU terdapat 40 lori, kenderaan umum maupun pribadi yang antre untuk mendapatkan solar itu. Dari laporan warga baru-baru ini, antrean di SPBU itu terjadi bukan karena stok yang menipis. Tapi, diindikasikan ada pihak tertentu yang sengaja membeli solar beberapa kali dalam sehari ke SPBU. Dengan maksud untuk mendapatkan harga subsidi.
"Selanjutnya, solar dari SPBU itu dijual kepada pihak industri atau perusahaan swasta. Dalam modus ini, jelas pihak tertentu yang menjual solar ke pihak industri tersebut mendapatkan keuntungan. Dari perusahaan juga bisa membeli harga solar di bawah harga industri. Kita minta agar pihak Pertamina dan BPH-Migas untuk mengawasi masalah ini karena dinilai merugikan masyarakat," katanya. (gus).
Selama dua pekan terakhir, Kepolisian Daerah Provinsi Kepri telah menemukan timbunan solar berjumlah ratusan ton di perumahan warga di Kota Batam, Tanjung Pinang dan Bintan. Ironisnya, solar tersebut dimiliki sejumlah pejabat seperti anggota DPRD dan Oknum TNI. Seperti yang terjadi di Kota Tanjung Pinang saat polisi mengerebek lokasi penimbunan ratusan ton solar pada akhir pekan lalu ternyata solar tersebut dimiliki oknum anggota TNI.
Kapolres Tanjungpinang Provinsi Kepri, AKBP Suhendri mengatakan, penggerebekan gudang penimbunan solar pada Jumat (17/6) merupakan lokasi ketiga yang ditemui polisi sejak empat hari terakhir. Lokasi penimbunan solar ketiga itu berada di Perumahan Kijang Kencana III, RT3/RW9 No 202, Kelurahan Pinang Kencana, Kecamatan Tanjungpinang Timur.
Gubernur Kepri, H.M Sani mengatakan, sebagai penghasil minyak dan gas mestinya Kepri tidak mengalami kelangkaan solar namun yang terjadi justru selama beberapa bulan terakhir telah terjadi kelangkaan solar yang ternyata dipicu aksi spekulan yang akan memanfaatkan solar subsidi tersebut untuk dijual ke industri dengan harga tinggi.
Oleh karena itu, Pemprov Kepri meminta Bupati dan Walikota untuk meninjau kembali pola distribusi BBM untuk menghindari aksi penimbunan.
Walikota Tanjungpinang Suryatati A Manan mengatakan, pihaknya sudah berkordinasi dengan pejabat terkait untuk meninjau ulang pola distribusi BBM, dan dari rapat dengan unsur pimpinan daerah akhirnya disepakati untuk mengatur kembali penggunaan kartu kendali BBM khusus yang diperuntukkan bagi kendaraan lori atau truk.
"Kartu itu nantinya di gunakan untuk satu kali mengisi dalam satu hari. Jadi, secara teknis akan diatur kembali sehingga tidak ada lagi kendaraan berbahan bakar solar yang sampai antri panjang," kata Tatik.
Untuk Kota Tanjungpinang sendiri, kuota bahan bakar solar yang didistribusikan dari pihak Pertamina setiap tahunnya 28.474 kilo liter. Saat ini imbuhnya, penggunaan minyak solar secara teknis akan diatur kembali, terutama bagi kendaraan truk dengan cara membatasinya.
Menurut Tatik ada beberapa factor yang menyebabkan solar di Tanjung Pinang menjadi langka, diantaranya penggunaan solar yang berlebihan dari kendaraan lori yang melakukan aktifitas penambangan bauksit.
"Kemungkinan penyebab kelangkaan solar ini diantaranya ada kendaraan truk yang mengisi sampai beberapa kali dalam satu hari yang bukan dikonsumsi secara normal. Kita berharap dengan penggunaan kartu kendali ini, tidak ada lagi kendaraan yang mengisi solar sampai berlebih-lebih," imbuh Tatik.
Penyebab lainnya adalah diduga ada pihak yang sengaja membeli solar bersubsidi tersebut secara berulang-ulang lalu menjualnya ke industri.
Itu bisa diketahui dari aktivitas mobil lori yang sering mondar-mandir ke SPBU untuk membeli solar. Jika sampai dua kali sehari isi solar maka patut dicurigai. Di samping itu juga ada yang membeli solar dengan mobil biasa yang tangkinya sudah dimodifikasi hingga mampu menampung 800 liter solar.
Selain di Tanjung Pinang, kelangkaan solar juga terjadi di Bintan. Untuk itu, DPRD Bintan telah meminta pertamina dan BPH-Migas mengawasi penjualan bahan bakar solar di setiap SPBU. Pasalnya, solar yang dibeli sebagian pihak tertentu diduga dijual kembali kepada pihak industri.
Anggota Komisi II DPRD Bintan, Yurioskandar menyampaikan, sejak sebulan lalu pembelian solar di SPBU setiap hari mengalami antrean yang cukup panjang. Terkadang di satu SPBU terdapat 40 lori, kenderaan umum maupun pribadi yang antre untuk mendapatkan solar itu. Dari laporan warga baru-baru ini, antrean di SPBU itu terjadi bukan karena stok yang menipis. Tapi, diindikasikan ada pihak tertentu yang sengaja membeli solar beberapa kali dalam sehari ke SPBU. Dengan maksud untuk mendapatkan harga subsidi.
"Selanjutnya, solar dari SPBU itu dijual kepada pihak industri atau perusahaan swasta. Dalam modus ini, jelas pihak tertentu yang menjual solar ke pihak industri tersebut mendapatkan keuntungan. Dari perusahaan juga bisa membeli harga solar di bawah harga industri. Kita minta agar pihak Pertamina dan BPH-Migas untuk mengawasi masalah ini karena dinilai merugikan masyarakat," katanya. (gus).
Pipa Baja China Ancam Industri Nasional
BATAM – Maraknya peredaran pipa baja dari China dengan harga murah, menyebabkan produsen pipa baja dalam negeri menurunkan produksi sehingga dikuatirkan dapat menganggu industri pipa baja nasional.
Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian, Putu Surya Wiryawan mengatakan, produksi industri pipa baja lokal untuk keperluan pengeboran minyak dan gas lepas pantai di Batam mengalami penurunan signifikan disebabkan maraknya peredaran pipa baja jadi dari China yang harganya lebih murah.
Kondisi itu menyebabkan produsen pipa baja di Batam tidak dapat bersaing dengan baja China sehingga produksi di turunkan. Ironisnya, sebagian produsen justru membeli pipa baja dari China dengan harga murah tersebut untuk dijual kembali dengan harga tinggi.
Untuk mengantisipasi dampak negatif yang lebih buruk atas peredaran pipa baja dari China maka pemerintah pusat telah menginstruksi pemerintah Batam untuk benar-benar memberikan proteksi dan prioritas pada produsen lokal.
"Salah satunya yang harus diperketat adalah pengawasan, sebab ada kecurigaan produsen di Batam yang hanya mampu menghasilkan 50 batang pipa justru memasarkan 500 batang pipa ke pasaran. Diperkirakan mereka membeli pipa baja dari China untuk dijual kembali," katanya di Batam, Jumat (17/6).
Menurutnya, Batam harus diproyeksikan menjadi pusat logistik penunjang industri minyak dan gas di Indonesia, sehingga harus benar dilakukan pengawasan yang melindungi produsen lokal.
Anggota dua Deputi Bidang Pelayanan Jasa, Badan Pengusahaan (BP) Batam, Fitrah Komaruddin mengatakan saat ini telah melarang pelaku impor pipa baja melakukan inpor produk jadi.
Di Batam sendiri, kata dia terdapat delapan perusahaan industri yang bergerak dalam bidang pembuatan pipa pengeboran minyak lepas pantai, salah satunya PT Citra Tubindo Tbk yang merupakan pemain internasional. (gus).
Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian, Putu Surya Wiryawan mengatakan, produksi industri pipa baja lokal untuk keperluan pengeboran minyak dan gas lepas pantai di Batam mengalami penurunan signifikan disebabkan maraknya peredaran pipa baja jadi dari China yang harganya lebih murah.
Kondisi itu menyebabkan produsen pipa baja di Batam tidak dapat bersaing dengan baja China sehingga produksi di turunkan. Ironisnya, sebagian produsen justru membeli pipa baja dari China dengan harga murah tersebut untuk dijual kembali dengan harga tinggi.
Untuk mengantisipasi dampak negatif yang lebih buruk atas peredaran pipa baja dari China maka pemerintah pusat telah menginstruksi pemerintah Batam untuk benar-benar memberikan proteksi dan prioritas pada produsen lokal.
"Salah satunya yang harus diperketat adalah pengawasan, sebab ada kecurigaan produsen di Batam yang hanya mampu menghasilkan 50 batang pipa justru memasarkan 500 batang pipa ke pasaran. Diperkirakan mereka membeli pipa baja dari China untuk dijual kembali," katanya di Batam, Jumat (17/6).
Menurutnya, Batam harus diproyeksikan menjadi pusat logistik penunjang industri minyak dan gas di Indonesia, sehingga harus benar dilakukan pengawasan yang melindungi produsen lokal.
Anggota dua Deputi Bidang Pelayanan Jasa, Badan Pengusahaan (BP) Batam, Fitrah Komaruddin mengatakan saat ini telah melarang pelaku impor pipa baja melakukan inpor produk jadi.
Di Batam sendiri, kata dia terdapat delapan perusahaan industri yang bergerak dalam bidang pembuatan pipa pengeboran minyak lepas pantai, salah satunya PT Citra Tubindo Tbk yang merupakan pemain internasional. (gus).
Senin, 27 Juni 2011
Anggota DPRD Tangerang Tewas di Batam
BATAM – Seorang anggota DPRD Komisi I dari Partai Golkar Kabupaten Tangerang Selatan yakni Abdul Rahim (53) meninggal dunia di Hotel Harmoni One Batam pukul 03.00 dini hari Jumat (17/6). Belum diketahui penyebabnya, namun dari pemeriksaan polisi diketahui terdapat luka disekujur tubuh korban.
Kapolsek Batam Kota, AKP Heryana mengatakan, usai memeriksa jenazah diketemukan beberapa bekas luka ditubuh korban. Pada bagian kepala terdapat luka lebam membiru, bagian bibir terluka. Kemudian pada bagian perut terdapat luka bekas cakaran, sedangkan di dalam perut terdapat pasir pasir warna hitam.
“Dari pemeriksaan jenazah ditemui banyak bekas luka termasuk di dalam perut korban diketemukan pasir warna hitam,’ katanya, Jumat (17/6).
Meski demikian, Heryana menyebut kesimpulan awal penyebab kematian korban adalah penyakit yang dideritanya. Untuk memastikannya, polisi saat ini sedang melakukan olah TKP di Hotel Harmoni One.
Menurut Ir.H Gacho Sunarso yang merupakan ketua rombongan anggota DPRD Tangerang selatan mengatakan, kunjungan anggota DPRD Tangerang Selatn ke Batam dalam rangka kunjungan kerja yang keseluruhannya berjumlah 22 orang, dan dia tidak mengetahui secara persis penyebab kematian korban.
Sunarso menceritakan, kejadiannya bermula ketika sekitar pukul 02.00 WIB dinihari dirinya mendapat laporan kalau salah seorang anggotanya yang berasal dari Fraksi Golkar tersebut mengeluh kesakitan dan sedang terbaring di ruangaan Lobby hotel Harmoni One.
Mendengar kabar itu, Sunarso segera ke lobby hotel namun sesampainya di lobby tidak menemukan korban lagi yang rupanya telah dilarikan pihak keamanan ke rumah sakit Awal Bross Batam untuk segera mendapat pertolongan. Namun upaya pertolongan yang diberikan pihak rumah sakit sia-sia dan pasien akhirnya meninggal dunia.
"Sekitar jam 2 dinihari, saya diberitahu kalau angota saya tersebut sempoyongan di lobby Hotel dan juga mengeluh kesakitan. Begitu saya turun, saya tak menemukan dia lagi karena telah dibawa ke RSAB, dan akhirnya dia meninggal dunia di rumah sakit tersebut, mungkin dia mengalami serangan jantung," kata Sunarso, usai memberikan keterangan di Polsek Batam Kota.
Sementara itu, Drs Tajuddin yang merupakan kepala protokoler DPRD Tangerang Selatan yang bersama rombongan mengatakan korban sudah diberangkatkan ke kota kelahirannya siang kemaren sekitar pukul 13.00 WIB dengan menggunakan pesawat Lion Air.(gus).
Kapolsek Batam Kota, AKP Heryana mengatakan, usai memeriksa jenazah diketemukan beberapa bekas luka ditubuh korban. Pada bagian kepala terdapat luka lebam membiru, bagian bibir terluka. Kemudian pada bagian perut terdapat luka bekas cakaran, sedangkan di dalam perut terdapat pasir pasir warna hitam.
“Dari pemeriksaan jenazah ditemui banyak bekas luka termasuk di dalam perut korban diketemukan pasir warna hitam,’ katanya, Jumat (17/6).
Meski demikian, Heryana menyebut kesimpulan awal penyebab kematian korban adalah penyakit yang dideritanya. Untuk memastikannya, polisi saat ini sedang melakukan olah TKP di Hotel Harmoni One.
Menurut Ir.H Gacho Sunarso yang merupakan ketua rombongan anggota DPRD Tangerang selatan mengatakan, kunjungan anggota DPRD Tangerang Selatn ke Batam dalam rangka kunjungan kerja yang keseluruhannya berjumlah 22 orang, dan dia tidak mengetahui secara persis penyebab kematian korban.
Sunarso menceritakan, kejadiannya bermula ketika sekitar pukul 02.00 WIB dinihari dirinya mendapat laporan kalau salah seorang anggotanya yang berasal dari Fraksi Golkar tersebut mengeluh kesakitan dan sedang terbaring di ruangaan Lobby hotel Harmoni One.
Mendengar kabar itu, Sunarso segera ke lobby hotel namun sesampainya di lobby tidak menemukan korban lagi yang rupanya telah dilarikan pihak keamanan ke rumah sakit Awal Bross Batam untuk segera mendapat pertolongan. Namun upaya pertolongan yang diberikan pihak rumah sakit sia-sia dan pasien akhirnya meninggal dunia.
"Sekitar jam 2 dinihari, saya diberitahu kalau angota saya tersebut sempoyongan di lobby Hotel dan juga mengeluh kesakitan. Begitu saya turun, saya tak menemukan dia lagi karena telah dibawa ke RSAB, dan akhirnya dia meninggal dunia di rumah sakit tersebut, mungkin dia mengalami serangan jantung," kata Sunarso, usai memberikan keterangan di Polsek Batam Kota.
Sementara itu, Drs Tajuddin yang merupakan kepala protokoler DPRD Tangerang Selatan yang bersama rombongan mengatakan korban sudah diberangkatkan ke kota kelahirannya siang kemaren sekitar pukul 13.00 WIB dengan menggunakan pesawat Lion Air.(gus).
Karimun Krisis Listrik dan Air Bersih
KARIMUN – Kabupaten Karimun yang sudah ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas atau free trade zone diperkirakan sulit mendatangkan investor disebabkan masih minimnya infrastruktur seperti air bersih dan listrik.
Data dari PLN Karimun diketahui bahwa pada tahun 2010 terdapat sekitar 4.000 daftar tunggu yang belum bisa dipastikan akan direalisasikan tahun ini. Pasalnya, Karimun masih mengalami defisit listrik.
Bupati Karimun, Nurdin Basirun mengatakan, itu menjadi pekerjaan rumah yang sangat berat bagi pemerintah daerah karena pemerintah sedang berupaya mengajak investor asing dan domestic untuk menanamkan investasinya di Karimun setelah daerah itu ditetapkan sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas atau FTZ.
Selain persoalan listrik, Karimun juga ternyata mengalami krisis air bersih. Sudah lebih dari sebulan, air bersih yang disalurkan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tidak mengalir ke kawasan Perumahan warga seperti perumahan Telaga Mas, Kolong, Kecamatan Karimun.
Reni (23) salah seorang warga perumahan Telaga Mas mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, warga terpaksa membeli air yang dijual menggunakan lori tangki sehingga pengeluaran bertambah.
"Untuk pembayaran air sebulannya sekitar 100 ribu rupiah, tapi berhubung sekarang sudah tak mengalir, maka pengeluaran untuk membeli air pun membengkak. Bayangkan saja dalam satu truk air dibeli seharga 50 ribu rupiah dan itu hanya cukup untuk tiga hari, maka untuk biaya air saja sebulan bisa lebih dari 100 ribu rupiah,” kata Reni.
Krisis listrik dan air bersih yang terjadi di Kabupaten Karimun menyebabkan ratusan perumahan dan Ruko yang dibangun pengembang belum bisa ditempati warga Karena rumah ruko tersebut belum dialiri listrik dan air bersih. (gus).
Data dari PLN Karimun diketahui bahwa pada tahun 2010 terdapat sekitar 4.000 daftar tunggu yang belum bisa dipastikan akan direalisasikan tahun ini. Pasalnya, Karimun masih mengalami defisit listrik.
Bupati Karimun, Nurdin Basirun mengatakan, itu menjadi pekerjaan rumah yang sangat berat bagi pemerintah daerah karena pemerintah sedang berupaya mengajak investor asing dan domestic untuk menanamkan investasinya di Karimun setelah daerah itu ditetapkan sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas atau FTZ.
Selain persoalan listrik, Karimun juga ternyata mengalami krisis air bersih. Sudah lebih dari sebulan, air bersih yang disalurkan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tidak mengalir ke kawasan Perumahan warga seperti perumahan Telaga Mas, Kolong, Kecamatan Karimun.
Reni (23) salah seorang warga perumahan Telaga Mas mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, warga terpaksa membeli air yang dijual menggunakan lori tangki sehingga pengeluaran bertambah.
"Untuk pembayaran air sebulannya sekitar 100 ribu rupiah, tapi berhubung sekarang sudah tak mengalir, maka pengeluaran untuk membeli air pun membengkak. Bayangkan saja dalam satu truk air dibeli seharga 50 ribu rupiah dan itu hanya cukup untuk tiga hari, maka untuk biaya air saja sebulan bisa lebih dari 100 ribu rupiah,” kata Reni.
Krisis listrik dan air bersih yang terjadi di Kabupaten Karimun menyebabkan ratusan perumahan dan Ruko yang dibangun pengembang belum bisa ditempati warga Karena rumah ruko tersebut belum dialiri listrik dan air bersih. (gus).
Ribuan Hunian di Batam Bermasalah
BATAM – Ribuan rumah dan Ruko di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau bermasalah karena tidak memiliki sertifikat serta dibangun di areal hutan lindung. Meski demikian, penjulannya tetap tinggi.
Ketua DPD REI Khusus Batam Djaja Roeslim mengatakan, industri properti di Batam menghadapi banyak persoalan, antara lain, konflik antara pengembang dengan masyarakat terkait pembangunan fasilitas umum, Tingginya biaya produksi yang disebabkan harga bahan bangunan yang terus menerus mengalami peningkatan. Kemudian birokrasi yang masih terlalu lama dan mahal dalam pengurusan perijinan
“Beberapa kota sudah membebaskan biaya retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk Rumah sederhana, mestinya Pemerintah Kota Batam juga memberlakukan hal yang sama sehingga biaya produksi bisa ditekan dan harga jual rumah bisa lebih murah,” katanya, Rabu (15/6).
Persoalan lainnya, perihal izin Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Batam yang berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) dikelola dan dikeluarkan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam dahulu Otorita Batam.
Berdasarkan aturannya, kata Djaja, lahan baru bisa dialokasikan ke pihak lain jika sudah keluar izin HPL. Namun kenyataannya, lahan sudah ada tapi HPL-nya belum juga diurus. Begitu juga perihal sertifikat yang sudah dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) ternyata tidak berlaku karena tanah di atas sertifikat itu berada di kawasan hutan lindung.
"Sertifikat sudah keluar. Tapi pada ujung-ujungnya daerah tersebut diklaim sebagai hutan lindung. Lalu kenapa sertifikatnya bisa dikeluarkan BPN? Karena tidak adanya kepastian hukumnya, sangat wajar kenapa bank tidak mau menerima sertifikat tersebut untuk diagunkan," kata dia.
Masalah lainnya, dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), di mana PBB sebagai dasar untuk menetapkan besaran Biaya Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang harus dibayarkan pengembang agar sertifikat rumah bisa dikeluarkan. Berdasarkan Ranperda PBB sudah dibahas, tahun depan akan dikelola pemerintah daerah, tapi kapan dimulai pembayarannya masih belum jelas.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri yang juga Pemilik perusahaan property Arsikon Grup, Cahya mengatakan, sekitar 4.000 rumah termasuk ruko di Batam bermasalah dan illegal karena dianggap dibangun di atas hutan lindung. Padahal, pengusaha atau pengembang sudah membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO). Bahkan, BPN selaku lembaga resmi sudah mengeluarkan sertifikat.
“Jika sudah membayar UWTO dan sudah ada sertifikat mestinya rumah tersebut legal,” kata Cahya.
Persoalan kemudian muncul setelah 10 tahun lebih ketika Bank tidak mau menerima sertifikat yang dikeluarkan BPN tersebut sebagai aguna untuk pengajuan kredit dengan alasan tanah di tempat bangunan berdiri adalah hutan lindung dan belum ada rekomendasi alihfungsi hutan lindung dari Menteri Kehutanan.
“Tentu yang jadi korban masyarakat,” katanya.
Menurut Cahya, pada pertemuan terakhir dengan BPN beberapa bulan lalu, Menteri Kehutanan sudah menjanjikan akan segera menyelesaikan persoalan itu. Janji itu diungkapkan Menhut saat pertemuan dengan Gubernur Kepri HM Sani, DPD asal Kepri dan pengusaha properti. Namun, persoalahnnya hingga saat ini belum tuntas.
Sebenarnya, kata Cahya, penyelesaikan persoalan itu sederhana. OB atau BP Batam tinggal melengkapi administrasi hutan pengganti, maka Menteri Kehutanan akan mengeluarkan rekomendasi alihfungsi hutan lindung tersebut dan masalah selesai.
Penjualan Tinggi
Meski menghadapi banyak persoalan, namun penjualan property di Batam tetap tinggi. Itu didukung oleh status Batam sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas yang menyebabkan roda ekonomi bertumbuh sehingga permintaan rumah meningkat. Selain itu letak geografis Batam yang sangat dekat dengan Singapura dan Malaysia juga memicu permintaan rumah dari warga asing cukup tinggi.
Direktur PT Mulia Realty Batindo yang juga mantan Ketua DPD REI Batam, Mulya Pamadi mengatakan pertumbuhan penjualan property di Batam setiap tahun sekitar 10-15 persen. Penjualan paling tinggi terjadi pada perumahan untuk menengah ke bawah dengan harga kurang dari 300 juta rupiah.
Meski demikian, penjualan rumah menengah atas dan apartemen juga meningkat, itu ditandai dengan semakin maraknya pembangunan apartemen di Batam. (gus).
Ketua DPD REI Khusus Batam Djaja Roeslim mengatakan, industri properti di Batam menghadapi banyak persoalan, antara lain, konflik antara pengembang dengan masyarakat terkait pembangunan fasilitas umum, Tingginya biaya produksi yang disebabkan harga bahan bangunan yang terus menerus mengalami peningkatan. Kemudian birokrasi yang masih terlalu lama dan mahal dalam pengurusan perijinan
“Beberapa kota sudah membebaskan biaya retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk Rumah sederhana, mestinya Pemerintah Kota Batam juga memberlakukan hal yang sama sehingga biaya produksi bisa ditekan dan harga jual rumah bisa lebih murah,” katanya, Rabu (15/6).
Persoalan lainnya, perihal izin Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Batam yang berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) dikelola dan dikeluarkan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam dahulu Otorita Batam.
Berdasarkan aturannya, kata Djaja, lahan baru bisa dialokasikan ke pihak lain jika sudah keluar izin HPL. Namun kenyataannya, lahan sudah ada tapi HPL-nya belum juga diurus. Begitu juga perihal sertifikat yang sudah dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) ternyata tidak berlaku karena tanah di atas sertifikat itu berada di kawasan hutan lindung.
"Sertifikat sudah keluar. Tapi pada ujung-ujungnya daerah tersebut diklaim sebagai hutan lindung. Lalu kenapa sertifikatnya bisa dikeluarkan BPN? Karena tidak adanya kepastian hukumnya, sangat wajar kenapa bank tidak mau menerima sertifikat tersebut untuk diagunkan," kata dia.
Masalah lainnya, dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), di mana PBB sebagai dasar untuk menetapkan besaran Biaya Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang harus dibayarkan pengembang agar sertifikat rumah bisa dikeluarkan. Berdasarkan Ranperda PBB sudah dibahas, tahun depan akan dikelola pemerintah daerah, tapi kapan dimulai pembayarannya masih belum jelas.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri yang juga Pemilik perusahaan property Arsikon Grup, Cahya mengatakan, sekitar 4.000 rumah termasuk ruko di Batam bermasalah dan illegal karena dianggap dibangun di atas hutan lindung. Padahal, pengusaha atau pengembang sudah membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO). Bahkan, BPN selaku lembaga resmi sudah mengeluarkan sertifikat.
“Jika sudah membayar UWTO dan sudah ada sertifikat mestinya rumah tersebut legal,” kata Cahya.
Persoalan kemudian muncul setelah 10 tahun lebih ketika Bank tidak mau menerima sertifikat yang dikeluarkan BPN tersebut sebagai aguna untuk pengajuan kredit dengan alasan tanah di tempat bangunan berdiri adalah hutan lindung dan belum ada rekomendasi alihfungsi hutan lindung dari Menteri Kehutanan.
“Tentu yang jadi korban masyarakat,” katanya.
Menurut Cahya, pada pertemuan terakhir dengan BPN beberapa bulan lalu, Menteri Kehutanan sudah menjanjikan akan segera menyelesaikan persoalan itu. Janji itu diungkapkan Menhut saat pertemuan dengan Gubernur Kepri HM Sani, DPD asal Kepri dan pengusaha properti. Namun, persoalahnnya hingga saat ini belum tuntas.
Sebenarnya, kata Cahya, penyelesaikan persoalan itu sederhana. OB atau BP Batam tinggal melengkapi administrasi hutan pengganti, maka Menteri Kehutanan akan mengeluarkan rekomendasi alihfungsi hutan lindung tersebut dan masalah selesai.
Penjualan Tinggi
Meski menghadapi banyak persoalan, namun penjualan property di Batam tetap tinggi. Itu didukung oleh status Batam sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas yang menyebabkan roda ekonomi bertumbuh sehingga permintaan rumah meningkat. Selain itu letak geografis Batam yang sangat dekat dengan Singapura dan Malaysia juga memicu permintaan rumah dari warga asing cukup tinggi.
Direktur PT Mulia Realty Batindo yang juga mantan Ketua DPD REI Batam, Mulya Pamadi mengatakan pertumbuhan penjualan property di Batam setiap tahun sekitar 10-15 persen. Penjualan paling tinggi terjadi pada perumahan untuk menengah ke bawah dengan harga kurang dari 300 juta rupiah.
Meski demikian, penjualan rumah menengah atas dan apartemen juga meningkat, itu ditandai dengan semakin maraknya pembangunan apartemen di Batam. (gus).
Natuna Minim Sarana Transportasi
NATUNA – Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau masih kekurangan sarana transportasi laut maupun udara yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi tersendat meski daerah itu memiliki kekayaan sumber daya alam berlimpah dan termasuk salah satu Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) Nasional.
Ketua DPRD Natuna Hadi Chandra mengatakan, tingkat perekonomian masyarakat di daerah kepulauan Natuna akan tetap miskin jika sarana transportasi yang tersedia tidak ditambah jumlahnya.
"Saat ini transportasi antar pulau di Natuna yakni kapal perintis yang disubsidi pemerintah pusat hanya tersedia dua unit untuk melayani puluhan pulau di Natuna yang letaknya tersebar sehingga pergerakannya menjadi lambat," katanya, Selasa (14/6).
Pemerintah Daerah sudah mengusulkan tambahan kapal untuk memenuhi kebutuhan alat transportasi laut, namun baru bisa direalisasikan sekitar tahun 2012.
Menurut Chandra, roda ekonomi warga Natuna yang tersebar di banyak pulau hanya berputar di wilayah kepulauan saja, sebab warga tidak dapat keluar daerah disebabkan minimn sarana transportasi.
“Transportasi yang digunakan yakni kapal sulit dijumpai dan warga pada akhirnya sering menggunakan kapal motor dengan kapasitas yang sangat kecil, jika menempuh jarak antar pulau akan menghabiskan waktu dan biaya yang besar,” katanya. .
Warga Natuna juga sulit untuk bepergian keluar daerah karena transportasi udara belum terjadwal penerbangannya sedangkan untuk bepergian dengan kapal laut sangat tergantung dengan kondisi cuaca. Jika cuaca buruk maka kapal laut tidak ada yang berani untuk keluar dari perairan Natuna.
Sementara itu, Bupati Natuna Ilyas Sabli mengatakan sebagai daerah kawasan pengembangan ekonomi terpadu mestinya perekonomian Natuna bisa lebih maju dibanding daerah lain, terlebih Natuna memiliki kekayaan sumber daya alam berupa minyak dan gas yang berlimpah.
Ironisnya, hingga saat ini Natuna belum memiliki pelabuhan ekspor impor sehingga aktivitas ekspor dan impor menjadi terkendala. Saat ini kegiatan ekspor impor harus melalui Kabupaten Anambas, karena ditempat itu sudah ada kantor Bea dan Cukai sedangkan di Natuna belum ada.
“Kami bertekat untuk membangun pelabuhan ekspor-impor dan mengharapkan Ditjen BC membuka kantor di Natuna untuk menunjang perekonomian daerah,” katanya. (gus).
Ketua DPRD Natuna Hadi Chandra mengatakan, tingkat perekonomian masyarakat di daerah kepulauan Natuna akan tetap miskin jika sarana transportasi yang tersedia tidak ditambah jumlahnya.
"Saat ini transportasi antar pulau di Natuna yakni kapal perintis yang disubsidi pemerintah pusat hanya tersedia dua unit untuk melayani puluhan pulau di Natuna yang letaknya tersebar sehingga pergerakannya menjadi lambat," katanya, Selasa (14/6).
Pemerintah Daerah sudah mengusulkan tambahan kapal untuk memenuhi kebutuhan alat transportasi laut, namun baru bisa direalisasikan sekitar tahun 2012.
Menurut Chandra, roda ekonomi warga Natuna yang tersebar di banyak pulau hanya berputar di wilayah kepulauan saja, sebab warga tidak dapat keluar daerah disebabkan minimn sarana transportasi.
“Transportasi yang digunakan yakni kapal sulit dijumpai dan warga pada akhirnya sering menggunakan kapal motor dengan kapasitas yang sangat kecil, jika menempuh jarak antar pulau akan menghabiskan waktu dan biaya yang besar,” katanya. .
Warga Natuna juga sulit untuk bepergian keluar daerah karena transportasi udara belum terjadwal penerbangannya sedangkan untuk bepergian dengan kapal laut sangat tergantung dengan kondisi cuaca. Jika cuaca buruk maka kapal laut tidak ada yang berani untuk keluar dari perairan Natuna.
Sementara itu, Bupati Natuna Ilyas Sabli mengatakan sebagai daerah kawasan pengembangan ekonomi terpadu mestinya perekonomian Natuna bisa lebih maju dibanding daerah lain, terlebih Natuna memiliki kekayaan sumber daya alam berupa minyak dan gas yang berlimpah.
Ironisnya, hingga saat ini Natuna belum memiliki pelabuhan ekspor impor sehingga aktivitas ekspor dan impor menjadi terkendala. Saat ini kegiatan ekspor impor harus melalui Kabupaten Anambas, karena ditempat itu sudah ada kantor Bea dan Cukai sedangkan di Natuna belum ada.
“Kami bertekat untuk membangun pelabuhan ekspor-impor dan mengharapkan Ditjen BC membuka kantor di Natuna untuk menunjang perekonomian daerah,” katanya. (gus).
Investor China Diperkarakan Mitra Lokal
BATAM – Investor asal China yakni China Shenhua Energy Co. Ltd di perkarakan mitra lokalnya PT Energi Musi Makmur (EMM) terkait pembangunan proyek PLTU Mulut Tambang Simpang Belimbing karena dinilai melanggar perjanjian kerja. Akibatnya, proyek yang mendekati rampung tersebut teranncam batal beroperasi akhir Juni ini.
Direktur Utama PT EMM yang juga Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Johanes Kennedy mengatakan, pihaknya akan menempuh jalur hukum atas tindakan pelanggaran perjanjian yang dilakukan China Shenhua Energy Co. Ltd. Untuk itu, PT EMM telah menunjuk Kantor Hukum Juniver Girsang sebagai kuasa huum yang terlebih dahulu akan mengajukan somasi ke perusahaan asal China tersebut.
Johanes mengatakan pihaknya melihat adanya ketidakseimbangan dalam kerjasama pembangunan PLTU yang melibatkan investor asal China karena hampir semua kebutuhan proyek mulai dari tenaga kerja, material, dan lainnya didatangkan dari China. Selain itu, pengerjaan konstruksi yang mestinya dilakukan pengusaha lokl ternyata juga diambil alih pengusaha China.
Kemudian, pihak China Shenhua Energy Co. Ltd juga terus menambah modal sehingga dikuatirkan saham yang dimiliki PT EMM yang awalnya sebesar 30 persen terdilusi menjadi 0 persen.
“Kami minta investor China untuk kembali ke perjanjian awal lalu melakukan audit ulang dan mengembalikan kuasa usaha pertambangan ke mitra lokalnya,” kata dia kepada Koran Jakarta, Senin (13/6).
Johenes merasa diperdaya oleh investor China karena hanya diberikan tugas untuk mengurus perizinan, pembebasan lahan, dan mendapatkan hak kuasa pertambangan. Ketika proyek sudah berjalan dan siap beroperasi, secara sistematis perannya dikurangi. Padahal, PT EMM telah mengeluarkan dana investasi sekitar 20 juta dollar AS setara dengan 180 miliar rupiah dengan kurs 9.000 rupiah per dollar AS. Proyeknya sendiri diperkirakan menghabiskan dana sekitar 213 juta dollar AS.
Dalam materi somasi balik yang dibuat oleh Kantor Hukum Juniver Girsang dan Rekan, menyebutkan beberapa penyimpangan oleh China Shenhua selaku pemegang saham mayoritas dalam PT GH-EMM terhadap PT EMM sebagaimana yang telah disepakati dalam gentlement agreement dan basic agreement.
Juniver Girasang mengatakan, atas dasar penyimpangan itu, pihaknya memperingatkan China Shenhua untuk menunda atau menangguhkan seluruh kegiatan usaha dan seluruh kegiatan testing commisioning, kontrak PPA, ekspansi PLTU, dan tender PLTU Pemalang sampai adanya penyelesaian terhadap kewajiban klien rekan kepada PT EMM.
Keberatan yang diajukan PT EMM adalah adanya somasi dari China Shenhua yang mewajibkan PT EMM untuk membiayai pembangunan transmisi dari PLTU Simpang Belimbing ke substation Banjarsari dan Substation Lahat, padahal proyek transmisi tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proyek PLTU tersebut.
China Shnehua juga telah mengingkari perjanjian kerjasama yaitu pada awalnya terhadap pembangunan konstruksi seharusnya diberikan kepada PT EMM dan seharusnya seluruh biaya pembebasan lahan dan tambang PLTU dimasukkan sebagai biaya proyek, dan sebagai mitra lokal PT EMM tidak jadi diberikan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan konstruksi sebagaimana yang telah diperjanjikan pada awal gentlement agreement proyek dengan China Shenhua.
Juniver juga menyayangkan upaya dilakukan oleh investor asing ini sehingga peran mitra lokal yaitu PT EMM secara sistematis mulai dikurangi dan dibebani oleh kewajiban yang tidak diatur dalam perjanjian awal.
Oleh karena itu, PT EMM menghimbau kepada Pemerintah Daerah untuk meninjau kembali proyek PLTU itu karena di duga adanya indikasi pelanggaran dan kecurangan dari pihak investor terhadap eksistensi mitra local.
PLTU Mulut Tambang Simpang Belimbing berlokasi di Desa Gunung Raja, Kecamatan Rambang Dangku, Kabupaten. Muara Enim, Sumatra Selatan dikerjakan dengan nilai investasi ditaksir 213 juta dollar AS.
Proyek itu dikerjakan oleh konsursium antara PT Energi Musi Makmur dengan kepemilikan saham 30 persen dan China Shenhua Energy Co. Ltd yang memiliki 70 persen saham. Proyek itu mendapat pembiayaan dari sindikasi China Development Bank dan The Export Import Bank of China.
Saat ini, mesin tahap pertama kapasitas 150 MW diperkirakan beroperasi pada Juni 2011 dan mesin tahap kedua akan beroperasi pada tahun depan. (gus).
Direktur Utama PT EMM yang juga Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Johanes Kennedy mengatakan, pihaknya akan menempuh jalur hukum atas tindakan pelanggaran perjanjian yang dilakukan China Shenhua Energy Co. Ltd. Untuk itu, PT EMM telah menunjuk Kantor Hukum Juniver Girsang sebagai kuasa huum yang terlebih dahulu akan mengajukan somasi ke perusahaan asal China tersebut.
Johanes mengatakan pihaknya melihat adanya ketidakseimbangan dalam kerjasama pembangunan PLTU yang melibatkan investor asal China karena hampir semua kebutuhan proyek mulai dari tenaga kerja, material, dan lainnya didatangkan dari China. Selain itu, pengerjaan konstruksi yang mestinya dilakukan pengusaha lokl ternyata juga diambil alih pengusaha China.
Kemudian, pihak China Shenhua Energy Co. Ltd juga terus menambah modal sehingga dikuatirkan saham yang dimiliki PT EMM yang awalnya sebesar 30 persen terdilusi menjadi 0 persen.
“Kami minta investor China untuk kembali ke perjanjian awal lalu melakukan audit ulang dan mengembalikan kuasa usaha pertambangan ke mitra lokalnya,” kata dia kepada Koran Jakarta, Senin (13/6).
Johenes merasa diperdaya oleh investor China karena hanya diberikan tugas untuk mengurus perizinan, pembebasan lahan, dan mendapatkan hak kuasa pertambangan. Ketika proyek sudah berjalan dan siap beroperasi, secara sistematis perannya dikurangi. Padahal, PT EMM telah mengeluarkan dana investasi sekitar 20 juta dollar AS setara dengan 180 miliar rupiah dengan kurs 9.000 rupiah per dollar AS. Proyeknya sendiri diperkirakan menghabiskan dana sekitar 213 juta dollar AS.
Dalam materi somasi balik yang dibuat oleh Kantor Hukum Juniver Girsang dan Rekan, menyebutkan beberapa penyimpangan oleh China Shenhua selaku pemegang saham mayoritas dalam PT GH-EMM terhadap PT EMM sebagaimana yang telah disepakati dalam gentlement agreement dan basic agreement.
Juniver Girasang mengatakan, atas dasar penyimpangan itu, pihaknya memperingatkan China Shenhua untuk menunda atau menangguhkan seluruh kegiatan usaha dan seluruh kegiatan testing commisioning, kontrak PPA, ekspansi PLTU, dan tender PLTU Pemalang sampai adanya penyelesaian terhadap kewajiban klien rekan kepada PT EMM.
Keberatan yang diajukan PT EMM adalah adanya somasi dari China Shenhua yang mewajibkan PT EMM untuk membiayai pembangunan transmisi dari PLTU Simpang Belimbing ke substation Banjarsari dan Substation Lahat, padahal proyek transmisi tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proyek PLTU tersebut.
China Shnehua juga telah mengingkari perjanjian kerjasama yaitu pada awalnya terhadap pembangunan konstruksi seharusnya diberikan kepada PT EMM dan seharusnya seluruh biaya pembebasan lahan dan tambang PLTU dimasukkan sebagai biaya proyek, dan sebagai mitra lokal PT EMM tidak jadi diberikan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan konstruksi sebagaimana yang telah diperjanjikan pada awal gentlement agreement proyek dengan China Shenhua.
Juniver juga menyayangkan upaya dilakukan oleh investor asing ini sehingga peran mitra lokal yaitu PT EMM secara sistematis mulai dikurangi dan dibebani oleh kewajiban yang tidak diatur dalam perjanjian awal.
Oleh karena itu, PT EMM menghimbau kepada Pemerintah Daerah untuk meninjau kembali proyek PLTU itu karena di duga adanya indikasi pelanggaran dan kecurangan dari pihak investor terhadap eksistensi mitra local.
PLTU Mulut Tambang Simpang Belimbing berlokasi di Desa Gunung Raja, Kecamatan Rambang Dangku, Kabupaten. Muara Enim, Sumatra Selatan dikerjakan dengan nilai investasi ditaksir 213 juta dollar AS.
Proyek itu dikerjakan oleh konsursium antara PT Energi Musi Makmur dengan kepemilikan saham 30 persen dan China Shenhua Energy Co. Ltd yang memiliki 70 persen saham. Proyek itu mendapat pembiayaan dari sindikasi China Development Bank dan The Export Import Bank of China.
Saat ini, mesin tahap pertama kapasitas 150 MW diperkirakan beroperasi pada Juni 2011 dan mesin tahap kedua akan beroperasi pada tahun depan. (gus).
Bank Riau-Kepri Segera Masuk Bursa
Bank Riau-Kepri terus berupaya meningkatkan modalnya untuk bisa bersaing di industri perbankan nasional. Setelah menawarkan obligasi pada Juli ini, perseroan bersiap untuk masuk bursa dengan melepas sekitar 20 persen sahamnya ke publik pada tahun 2013.
Direktur Utama Bank Riau Kepri, Erzon mengatakan, Kepala Daerah selaku pemegang saham telah mendorong perseroan untuk melakukan penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) pada tahun 2013. Untuk itu, perseroan sedang mempersiapkan seluruh proses perijinan yang diharapkan rampung pada tahun depan.
Perseroan berencana akan melepas 10 sampai 20 persen saham perdana ke public, dan seluruh dana hasil IPO akan digunakan untuk mendukung ekspansi usaha dalam mengejar program BPD Regional Champions.
”Bank Riau Kepri juga akan membuka kantor cabang di Jakarta pada tahun depan dalam rangka menjadikan Bank ini sebagai bank nasional,” katanya.
Erzon optimistis rencana IPO bisa lakukan sesuai jadwal, sebab perseroan memiliki fundamental yang cukup bagus. Itu bisa dilihat dari rating dalam penawaran obligasi dengan peringkat A dari Fitch Rating. Selain itu, jumlah asset dan kinerja juga terus meningkat.
Untuk nilai asset, perseroan menargetkan pertumbuhan sekitar 2 triliun rupiah menjadi 15 triliun rupiah pada tahun 2011 ini. Sedangkan pertumbuhan laba bersih di targetkan sama dengan tahun 2010 lalu sebesar 45 persen.
Untuk mencapai target tersebut, perseroan akan meningkatkan pertumbuhan kredit dan menambah kantor cabang baru supaya layanan kepada nasabah bisa dimaksimalkan.
Rencana Bank Riau-Kepri masuk Bursa dinilai sejumlah analis cukup tepat karena pasar sedang kelebihan likuiditas dan investor asing mempercayai pasar di Indonesia. Itu ditunjukan dengan pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terus melonjak dan diperkirakan akan melaju ke level 4.000 pada semester kedua 2011.
Pengamat pasar modal Steve Susanto mengatakan, ada tiga faktor dalam negeri yang mendorong pencapaian IHSG diangka 4.000 antara lain pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan dapat mencapai di atas 6 persen. Kedua, inflasi tidak akan melonjak di atas 6 persen, dan ketiga inflasi yang terkendali membuat Bank Indonesia (BI) akan tetap mempertahankan suku bunga di kisaran 6,75 persen.
Sedangkan faktor global yang mempengaruhi pasar modal Indonesia pada semester kedua antara lain pertama ekonomi Amerika Serikat dan Jepang yang belum pulih. Ekonomi Jepang dan Amerika Serikat yang masih berantakan membuat Indonesia masih akan menjadi tempat menarik untuk investasi sehingga dana asing masih akan masuk ke Indonesia..
Pengamat pasar modal lainnya, Felix Sindhunata mengatakan, untuk faktor domestik meski inflasi masih baik tetapi harus diperhatikan. Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi pasar modal pada semester kedua 2011 antara lain perekononomian Amerika Serikat yang belum kuat dan krisis utang di Eropa. Felix memprediksikan, IHSG juga berada di level 4.000 pada semester kedua 2011.
Membaiknya kondisi pasar menyebabkan sejumlah perusahaan akan berbondong bondong masuk bursa sehingga wajar jika Bank Riau-Kepri juga melakukan hal yang sama.
Felix optimis, penawaran umum saham perdana akan kembali marak pada semester kedua 2011. Seperti diketahui, tiga emiten telah mencatatkan saham perdana pada periode Januari hingga Februari 2011. Adapun ketiga emiten tersebut PT Megapolitan Development Tbk (EMDE) mencatatkan saham perdana pada 12 Januari 2011 dengan melepas 850 juta saham ke publik, PT Martina Bertho Tbk (MBTO) mencatatkan saham perdana pada 13 Januari 2011 dengan melepas 355 juta saham ke publik, dan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mencatatkan saham perdana pada 11 Februari 2011 dengan melepas 6,33 miliar saham ke publik.
Felix menuturkan, penawaran umum saham perdana memang tidak begitu baik pada kuartal pertama 2011. Itu dipengaruhi faktor eksternal seperti krisis utang Eropa dan krisis Timur Tengah. Selain itu, kekhawatiran terhadap inflasi akibat kenaikan bahan kebutuhan pokok juga mempengaruhi sentimen bursa saham. Namun, kondisinya akan berubah di semester kedua ini dengan proyeksi lebih positif sehingga banyak perusahaan yang akan merealisasikan rencana IPO nya. (gus).
Direktur Utama Bank Riau Kepri, Erzon mengatakan, Kepala Daerah selaku pemegang saham telah mendorong perseroan untuk melakukan penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) pada tahun 2013. Untuk itu, perseroan sedang mempersiapkan seluruh proses perijinan yang diharapkan rampung pada tahun depan.
Perseroan berencana akan melepas 10 sampai 20 persen saham perdana ke public, dan seluruh dana hasil IPO akan digunakan untuk mendukung ekspansi usaha dalam mengejar program BPD Regional Champions.
”Bank Riau Kepri juga akan membuka kantor cabang di Jakarta pada tahun depan dalam rangka menjadikan Bank ini sebagai bank nasional,” katanya.
Erzon optimistis rencana IPO bisa lakukan sesuai jadwal, sebab perseroan memiliki fundamental yang cukup bagus. Itu bisa dilihat dari rating dalam penawaran obligasi dengan peringkat A dari Fitch Rating. Selain itu, jumlah asset dan kinerja juga terus meningkat.
Untuk nilai asset, perseroan menargetkan pertumbuhan sekitar 2 triliun rupiah menjadi 15 triliun rupiah pada tahun 2011 ini. Sedangkan pertumbuhan laba bersih di targetkan sama dengan tahun 2010 lalu sebesar 45 persen.
Untuk mencapai target tersebut, perseroan akan meningkatkan pertumbuhan kredit dan menambah kantor cabang baru supaya layanan kepada nasabah bisa dimaksimalkan.
Rencana Bank Riau-Kepri masuk Bursa dinilai sejumlah analis cukup tepat karena pasar sedang kelebihan likuiditas dan investor asing mempercayai pasar di Indonesia. Itu ditunjukan dengan pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terus melonjak dan diperkirakan akan melaju ke level 4.000 pada semester kedua 2011.
Pengamat pasar modal Steve Susanto mengatakan, ada tiga faktor dalam negeri yang mendorong pencapaian IHSG diangka 4.000 antara lain pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan dapat mencapai di atas 6 persen. Kedua, inflasi tidak akan melonjak di atas 6 persen, dan ketiga inflasi yang terkendali membuat Bank Indonesia (BI) akan tetap mempertahankan suku bunga di kisaran 6,75 persen.
Sedangkan faktor global yang mempengaruhi pasar modal Indonesia pada semester kedua antara lain pertama ekonomi Amerika Serikat dan Jepang yang belum pulih. Ekonomi Jepang dan Amerika Serikat yang masih berantakan membuat Indonesia masih akan menjadi tempat menarik untuk investasi sehingga dana asing masih akan masuk ke Indonesia..
Pengamat pasar modal lainnya, Felix Sindhunata mengatakan, untuk faktor domestik meski inflasi masih baik tetapi harus diperhatikan. Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi pasar modal pada semester kedua 2011 antara lain perekononomian Amerika Serikat yang belum kuat dan krisis utang di Eropa. Felix memprediksikan, IHSG juga berada di level 4.000 pada semester kedua 2011.
Membaiknya kondisi pasar menyebabkan sejumlah perusahaan akan berbondong bondong masuk bursa sehingga wajar jika Bank Riau-Kepri juga melakukan hal yang sama.
Felix optimis, penawaran umum saham perdana akan kembali marak pada semester kedua 2011. Seperti diketahui, tiga emiten telah mencatatkan saham perdana pada periode Januari hingga Februari 2011. Adapun ketiga emiten tersebut PT Megapolitan Development Tbk (EMDE) mencatatkan saham perdana pada 12 Januari 2011 dengan melepas 850 juta saham ke publik, PT Martina Bertho Tbk (MBTO) mencatatkan saham perdana pada 13 Januari 2011 dengan melepas 355 juta saham ke publik, dan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mencatatkan saham perdana pada 11 Februari 2011 dengan melepas 6,33 miliar saham ke publik.
Felix menuturkan, penawaran umum saham perdana memang tidak begitu baik pada kuartal pertama 2011. Itu dipengaruhi faktor eksternal seperti krisis utang Eropa dan krisis Timur Tengah. Selain itu, kekhawatiran terhadap inflasi akibat kenaikan bahan kebutuhan pokok juga mempengaruhi sentimen bursa saham. Namun, kondisinya akan berubah di semester kedua ini dengan proyeksi lebih positif sehingga banyak perusahaan yang akan merealisasikan rencana IPO nya. (gus).
BPD Mestinya Juara di Daerah
Manajemen Bank Pembangunan Daerah (BPD) harus merubah imej bahwa Bank milik Pemerintah Daerah itu kurang kompetitif sehingga sulit berkembang dan kurang kreatif karena terlalu mengandalkan dana dari Pemerintah Daerah.
Bank Pembangunan Daerah (BPD) memiliki potensi yang cukup besar menjadi pemain penting di pasar regional atau setidaknya menjadi juara di daerahnya sendiri karena sebagai bank milik pemerintah daerah, BPD memiliki pasar yang jelas dan tinggal dimaksimalkan agar bisa bersaing dengan bank konvensional.
Namun, faktanya kebanyakan BPD di Indonesia berjalan terseok seok dengan modal pas pasan.
Permodalan Bank Pembangunan Daerah (Data Bank Indonesia) saat ini rata rata baru 896,3 miliar rupiah masih jauh dibanding dengan modal rata rata Bank Umum yang 2,41 triliun rupiah.
Sebagian besar BPD di Indonesia mengalami persoalan dengan permodalan sehingga Bank milik pemerintah daerah itu sulit bersaing, padahal dengan modal yang kuat dapat meningkatkan sarana dan prasarana sehingga dapat melakukan penetrasi pasar dan ke depannya bisa lebih baik pertumbuhan bisnisnya.
Praktisi Perbankan Mira Herlina dalam analisanya menyebut tantangan penting bagi BPD pada tahun 2011 ini, yaitu perlunya memperkuat aspek permodalan dan perlunya melakukan redefinisi jati diri BPD.
Untuk aspek permodalan, saat ini modal inti BPD masih jauh di bawah rata-rata modal inti perbankan nasional. Itu berakibat pada terbatasnya ruang gerak BPD untuk berekspansi, khususnya dalam menjalankan misi sebagai bank pembangunan dengan domain pada pembiayaan infrastruktur berjangka panjang. Selain itu, terbatasnya modal juga berpotensi melemahkan ketahanan BPD dalam menghadapi persaingan dengan kelompok bank lainnya di daerah.
Bagi sebuah bank, aspek permodalan yang kuat begitu penting karena hal itu menjadi syarat utama untuk bisa eksis di tengah semakin ketatnya kompetisi bisnis bank saat ini. Selain itu,juga dalam rangka memenuhi berbagai persyaratan dasar baik Basel Capital Accord maupun Arsitektur Perbankan Indonesia.
Karena itu, semakin tinggi permodalan akan memberikan keleluasaan dalam menjalankan ekspansi dan penetrasi pasar. Dengan permodalan yang kuat juga memungkinkan bank melakukan financial engineering, yaitu teknik pengembangan produk-produk derivatif berdasarkan formulasi tertentu.
Untuk BPD yang notabene merupakan bank milik pemda, penguatan aspek permodalan bisa dilakukan melalui beberapa hal, misalnya dengan penerbitan obligasi berperingkat yunior dengan tenor lebih panjang (minimal lima tahun), kupon lebih tinggi, dan berbunga tetap (fixed rate).
Cara itu ditempuh beberapa BPD dan salah satunya dilakukan Bank Riau-Kepri yang akan menawarkan obligasi pada Juli ini.
Direktur Utama Bank Riau-Kepri, Erzon mengatakan, tidak mudah bagi BPD untuk meningkatkan
modalnya karena proses yang dibutuhkan cukup panjang, misalnya harus mendapat persetujuan Pemerintah daerah dan DPRD lalu harus ditetapkan dalam Bentuk Peraturan Daerah.
Meski demikian, Bank Riau-Kepri mencari alternatif penambahan modal dengan cara lain yakni melalui penawaran obligasi yang akan dilakukan Juli ini. Tujuan utama penawaran obligasi tersebut untuk meningkatkan nilai asset menjadi 15 triliun rupiah pada tahun 2011 ini lebih tinggi disbanding tahun lalu yang 13 triliun rupiah.
Sedangkan dana hasil obligasi akan digunakan seluruhnya untuk ekspansi kredit konsumer.
“Kami akan melakukan penawaran obligasi yang pertama pada Juli ini sesuai dengan rencana awal tahun. Target dana obligasi sejumlah 500 miliar rupiah yang seluruhnya akan digunakan untuk ekspansi kredit konsumer,” katanya kepada Koran Jakarta.0
Obligasi yang ditawarkan berjangka waktu lima tahun dengan imbal hasil 9,9 sampai 10,6 persen, dan saat ini perseroan masih menunggu hasil bookbuilding untuk bunga obligasi tersebut.
Menurut Erzon, pihaknya optimis obligasi bisa diserap pasar karena imbal hasil yang diberikan cukup menarik dan menguntungkan bagi investor, selain itu perseroan juga memiliki fundamental yang positif dan itu bisa dilihat dari rating yang diberi Fits Rating Indonesia untuk obligasi yang akan ditawarkan dengan peringkat A.
Untuk memuluskan rencana penawaran obligasi tersebut, kata Erzon telah ditunjuk PT Bahana Securities sebagai penjamin pelaksana emisi efek (underwritter) dengan wali amanat PT Bank Mega Tbk (MEGA).
Masa penawaran awal dilakukan pada 10-21 Juni 2011, dengan tanggal efektif diperkirakan pada 27 Juni. Sementara masa penawaran pada 30 Juni, 1 dan 4 Juli 2011. Obligasi tersebut akan dicatat di Bursa Efek Indonesia pada 11 Juli 2011.
Menurut Erzon, perseroan harus meningkatkan pertumbuhan kreditnya untuk memperbesar kapasitas perusahaan, saat ini angka kredit yang dikeluarkan Bank Riau-Kepri baru mencapai 7,4 triliun rupiah dan hingga akhir tahun ditargetkan mencapai 8,5 triliun rupiah.
Dengan pertumbuhan kredit yang signifikan, kata Erzon diharapkan kinerja selama 2011 bisa tumbuh positif dengan perolehan laba sama dengan tahun 2010 lalu. Perseroan mengantongi Laba bersih 345,7 miliar rupiah pada tahun 2010, naik 45,02 persern dibanding 2009 yang 238,37 miliar rupiah. Pencapaian laba tahun lalu dihasilkan dari kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 50,09 persen menjadi 1,02 triliun rupiah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang 683,52 miliar rupiah.
Sayangnya, pendapatan operasional selain bunga pada tahun lalu menurun sekitar 44,3 persen dari 104,63 miliar rupiah pada 2009 menjadi 58,38 miliar rupiah tahun 2010.
Hingga akhir 2010, Bank yang dikendalikan oleh Pemerintah Provinsi Riau sebagai pemilik saham terbesar ini memiliki rasio kecukupan modal sebesar 22,41 persen, dengan tingkat kredit bermasalah 2,45 persen.
Pada tahun buku 2010, perseroan juga telah membagikan dividen senilai 205 miliar rupiah atau 60 persen dari laba bersih yang diterima. Angka dividen tersebut lebih tinggi disbanding pembangian tahun 2009 yang 160 miliar rupiah.
Menurut Erzon, perseroan perlu memperbesar kapasitas terutama modal untuk dapat bersaing di industri perbankan nasional, sekaligus menjadi tuan rumah di daerah sendiri. Untuk itu perlu dukungan dari pemegang saham yakni Pemerintah Daerah setempat dalam hal permodalan dan dukungan kebijakan.
Deputi Gubernur BI, Muliaman D Hadad pernah mengatakn, keinginan BPD untuk menjadi tuan rumah di daerahnya baru bisa terwujud sepanjang ada komitmen dan dukungan kuat terutama dalamhal permodalan dari pemda.
Oleh karena itu, para direksi BPD harus mampu meyakinkan para pemegang saham yakni kepala daerah bahwa banknya membutuhkan tambahan modal agar bisa memberi kontribusi lebih besar kepada pembanguna daerah.
Meski demikian, BPD jangan selalu tergangunt pada Pemda untuk tambahan modalnya, tetapi BPD juga harus memposisikan diri sebagai bank terdepan did aerah masing masing sehingga bisa berperan lebih banyak dalam pembangunan ekonomi di daerah.
Selama ini, banyak manajemen BPD terlalu malas untuk berinovasi di tengah kepastian dana yang berasal dari anggaran daerah dan gaji pegawai negari di derah yang harus ditempatklan di bank tersebut.
Itu terlihat dari komposisi dana pihak ketiga DPK yang trdiri dari giro sebesar 34,26 persen, deposito 46,82 persen dan tabungan 18,92 persen dimana sebagian besar berasal dari dana pemerintah.
Sementara itu, pertumbuhan kredit BPD diseluruh Indonesia pada 2010 year on year sebesar 21 persen sedikit dibawah pertumbuhan kredit nasional yang 22 persen. Selain itu posisi Net Performing Loan (NPL) BPD pada 2010 yaitu mencapai 2,26 persen, ROA sebesar 14,37 persen dan LDR BPD pada Januari 2011 mencapai 73,12 persen. Disisi lain, CAR BPD pada Januari 2011 meningkat 16,73 persen dari Desember 2010 yang mencapai 16,68 persen. (gus).
Bank Pembangunan Daerah (BPD) memiliki potensi yang cukup besar menjadi pemain penting di pasar regional atau setidaknya menjadi juara di daerahnya sendiri karena sebagai bank milik pemerintah daerah, BPD memiliki pasar yang jelas dan tinggal dimaksimalkan agar bisa bersaing dengan bank konvensional.
Namun, faktanya kebanyakan BPD di Indonesia berjalan terseok seok dengan modal pas pasan.
Permodalan Bank Pembangunan Daerah (Data Bank Indonesia) saat ini rata rata baru 896,3 miliar rupiah masih jauh dibanding dengan modal rata rata Bank Umum yang 2,41 triliun rupiah.
Sebagian besar BPD di Indonesia mengalami persoalan dengan permodalan sehingga Bank milik pemerintah daerah itu sulit bersaing, padahal dengan modal yang kuat dapat meningkatkan sarana dan prasarana sehingga dapat melakukan penetrasi pasar dan ke depannya bisa lebih baik pertumbuhan bisnisnya.
Praktisi Perbankan Mira Herlina dalam analisanya menyebut tantangan penting bagi BPD pada tahun 2011 ini, yaitu perlunya memperkuat aspek permodalan dan perlunya melakukan redefinisi jati diri BPD.
Untuk aspek permodalan, saat ini modal inti BPD masih jauh di bawah rata-rata modal inti perbankan nasional. Itu berakibat pada terbatasnya ruang gerak BPD untuk berekspansi, khususnya dalam menjalankan misi sebagai bank pembangunan dengan domain pada pembiayaan infrastruktur berjangka panjang. Selain itu, terbatasnya modal juga berpotensi melemahkan ketahanan BPD dalam menghadapi persaingan dengan kelompok bank lainnya di daerah.
Bagi sebuah bank, aspek permodalan yang kuat begitu penting karena hal itu menjadi syarat utama untuk bisa eksis di tengah semakin ketatnya kompetisi bisnis bank saat ini. Selain itu,juga dalam rangka memenuhi berbagai persyaratan dasar baik Basel Capital Accord maupun Arsitektur Perbankan Indonesia.
Karena itu, semakin tinggi permodalan akan memberikan keleluasaan dalam menjalankan ekspansi dan penetrasi pasar. Dengan permodalan yang kuat juga memungkinkan bank melakukan financial engineering, yaitu teknik pengembangan produk-produk derivatif berdasarkan formulasi tertentu.
Untuk BPD yang notabene merupakan bank milik pemda, penguatan aspek permodalan bisa dilakukan melalui beberapa hal, misalnya dengan penerbitan obligasi berperingkat yunior dengan tenor lebih panjang (minimal lima tahun), kupon lebih tinggi, dan berbunga tetap (fixed rate).
Cara itu ditempuh beberapa BPD dan salah satunya dilakukan Bank Riau-Kepri yang akan menawarkan obligasi pada Juli ini.
Direktur Utama Bank Riau-Kepri, Erzon mengatakan, tidak mudah bagi BPD untuk meningkatkan
modalnya karena proses yang dibutuhkan cukup panjang, misalnya harus mendapat persetujuan Pemerintah daerah dan DPRD lalu harus ditetapkan dalam Bentuk Peraturan Daerah.
Meski demikian, Bank Riau-Kepri mencari alternatif penambahan modal dengan cara lain yakni melalui penawaran obligasi yang akan dilakukan Juli ini. Tujuan utama penawaran obligasi tersebut untuk meningkatkan nilai asset menjadi 15 triliun rupiah pada tahun 2011 ini lebih tinggi disbanding tahun lalu yang 13 triliun rupiah.
Sedangkan dana hasil obligasi akan digunakan seluruhnya untuk ekspansi kredit konsumer.
“Kami akan melakukan penawaran obligasi yang pertama pada Juli ini sesuai dengan rencana awal tahun. Target dana obligasi sejumlah 500 miliar rupiah yang seluruhnya akan digunakan untuk ekspansi kredit konsumer,” katanya kepada Koran Jakarta.0
Obligasi yang ditawarkan berjangka waktu lima tahun dengan imbal hasil 9,9 sampai 10,6 persen, dan saat ini perseroan masih menunggu hasil bookbuilding untuk bunga obligasi tersebut.
Menurut Erzon, pihaknya optimis obligasi bisa diserap pasar karena imbal hasil yang diberikan cukup menarik dan menguntungkan bagi investor, selain itu perseroan juga memiliki fundamental yang positif dan itu bisa dilihat dari rating yang diberi Fits Rating Indonesia untuk obligasi yang akan ditawarkan dengan peringkat A.
Untuk memuluskan rencana penawaran obligasi tersebut, kata Erzon telah ditunjuk PT Bahana Securities sebagai penjamin pelaksana emisi efek (underwritter) dengan wali amanat PT Bank Mega Tbk (MEGA).
Masa penawaran awal dilakukan pada 10-21 Juni 2011, dengan tanggal efektif diperkirakan pada 27 Juni. Sementara masa penawaran pada 30 Juni, 1 dan 4 Juli 2011. Obligasi tersebut akan dicatat di Bursa Efek Indonesia pada 11 Juli 2011.
Menurut Erzon, perseroan harus meningkatkan pertumbuhan kreditnya untuk memperbesar kapasitas perusahaan, saat ini angka kredit yang dikeluarkan Bank Riau-Kepri baru mencapai 7,4 triliun rupiah dan hingga akhir tahun ditargetkan mencapai 8,5 triliun rupiah.
Dengan pertumbuhan kredit yang signifikan, kata Erzon diharapkan kinerja selama 2011 bisa tumbuh positif dengan perolehan laba sama dengan tahun 2010 lalu. Perseroan mengantongi Laba bersih 345,7 miliar rupiah pada tahun 2010, naik 45,02 persern dibanding 2009 yang 238,37 miliar rupiah. Pencapaian laba tahun lalu dihasilkan dari kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 50,09 persen menjadi 1,02 triliun rupiah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang 683,52 miliar rupiah.
Sayangnya, pendapatan operasional selain bunga pada tahun lalu menurun sekitar 44,3 persen dari 104,63 miliar rupiah pada 2009 menjadi 58,38 miliar rupiah tahun 2010.
Hingga akhir 2010, Bank yang dikendalikan oleh Pemerintah Provinsi Riau sebagai pemilik saham terbesar ini memiliki rasio kecukupan modal sebesar 22,41 persen, dengan tingkat kredit bermasalah 2,45 persen.
Pada tahun buku 2010, perseroan juga telah membagikan dividen senilai 205 miliar rupiah atau 60 persen dari laba bersih yang diterima. Angka dividen tersebut lebih tinggi disbanding pembangian tahun 2009 yang 160 miliar rupiah.
Menurut Erzon, perseroan perlu memperbesar kapasitas terutama modal untuk dapat bersaing di industri perbankan nasional, sekaligus menjadi tuan rumah di daerah sendiri. Untuk itu perlu dukungan dari pemegang saham yakni Pemerintah Daerah setempat dalam hal permodalan dan dukungan kebijakan.
Deputi Gubernur BI, Muliaman D Hadad pernah mengatakn, keinginan BPD untuk menjadi tuan rumah di daerahnya baru bisa terwujud sepanjang ada komitmen dan dukungan kuat terutama dalamhal permodalan dari pemda.
Oleh karena itu, para direksi BPD harus mampu meyakinkan para pemegang saham yakni kepala daerah bahwa banknya membutuhkan tambahan modal agar bisa memberi kontribusi lebih besar kepada pembanguna daerah.
Meski demikian, BPD jangan selalu tergangunt pada Pemda untuk tambahan modalnya, tetapi BPD juga harus memposisikan diri sebagai bank terdepan did aerah masing masing sehingga bisa berperan lebih banyak dalam pembangunan ekonomi di daerah.
Selama ini, banyak manajemen BPD terlalu malas untuk berinovasi di tengah kepastian dana yang berasal dari anggaran daerah dan gaji pegawai negari di derah yang harus ditempatklan di bank tersebut.
Itu terlihat dari komposisi dana pihak ketiga DPK yang trdiri dari giro sebesar 34,26 persen, deposito 46,82 persen dan tabungan 18,92 persen dimana sebagian besar berasal dari dana pemerintah.
Sementara itu, pertumbuhan kredit BPD diseluruh Indonesia pada 2010 year on year sebesar 21 persen sedikit dibawah pertumbuhan kredit nasional yang 22 persen. Selain itu posisi Net Performing Loan (NPL) BPD pada 2010 yaitu mencapai 2,26 persen, ROA sebesar 14,37 persen dan LDR BPD pada Januari 2011 mencapai 73,12 persen. Disisi lain, CAR BPD pada Januari 2011 meningkat 16,73 persen dari Desember 2010 yang mencapai 16,68 persen. (gus).
Pengusaha Malaysia Berniat Bangun Wisata Laut di Anambas
TANJUNG PINANG – Pengusaha Malaysia menyiapkan dana sekitar 1,5 triliun rupiah untuk membangun wisata bawah laut di Pulau Bawah yang berada di Kabupaten Anambas Provinsi Kepulauan Riau. Proyek itu diperkirakan dapat mendatangkan 5.000 wisatawan setiap tahunnya.
Gubernur Kepri H.M Sani mengatakan, salah satu perusahaan dari Malaysia tertarik untuk mengembangkan wisata laut di salah satu Pulau di Kabupaten Anambas yakni Pulau Bawah yang memiliki potensi keindahan bawah laut yang memukau. Potensi itu akan dikembangkan pengusaha Malaysia untuk kegiatan snorkeling dan diving.
"Saya sudah bertemu dan membicarakan niata investor Malaysia yang akan menanamkan investasi sebesar 1,5 triliun rupiah untuk pembangunan objek wisata laut di Pulau Bawah," katanya akhir pekan lalu.
Pulau Bawah yang terletak di gugusan kepulauan Anambas memiliki keindahan alam bawah laut itu sangat memukau dengan terumbu karang dan spesies biota laut yang beragam. Tempat itu sangat cocok dikembangkan wisata snorkeling dan diving.
Sani optimistis jika proyek itu rampung akan menjadi salah satu obyek wisata andalan di Kepri dan bisa mendatangkan sekitar 5.000 wisatawan setiap tahunnya.
Untuk saat ini, kata dia pengusaha Malaysia tersebut sedang mengurus proses perijinan investasi dengan Pemkab Anambas, Bea Cukai dan instansi terkait lainnya. Proses perijinan itu diharapkan selesai pada September 2011. Untuk tahap pembangunannya diperkirakan selama 1,5 tahun dan direncanakan sudah bisa beroperasi akhir 2013.
Dikatakan, selain bisa mendatangkan ribuan wisatawan, proyek tersebut juga mampu membuka ratusan lapangan kerja baru bagi penduduk setempat sesuai keahliannya. Dengan demikian proyeksi pertumbuhan ekonomi Kepri bisa tercapai.
Target 8%
Sani mengatakan realisasi proyek di Pulau Bawah tersebut sangat dibutuhkan untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi Kepri 8,0 persen pada tahun ini. Selain proyek tersebut, Pemerintah Daerah juga berharap beberapa proyek lainnya bisa direalisasikan seperti proyek investasi di Pulau Janda Berhias dan di Pulau Kepal Jeri.
"Pertumbuhan ekonomi Kepri sekarang 7,21 persen dan dalam RPJMD ditargetkan tumbuh 8 persen tahun ini. Untuk mencapai pertumbuhan sebesar itu maka perlu investasi 3 triliun rupiah. Itu bisa diperoleh dari rencana investasi di Pulau Janda Berhias (masuk FTZ) yang diperkirakan menyumbang 1 triliun rupiah, lalu investasi di Pulau Kepala Jeri sekitar 1 triliun dan investasi di Pulau Bawah untuk wisata pantai dan diving di Anambas bisa menyumbang investasi 1,5 triliun rupiah. Maka total investasi mencapai 3,5 triliun sehingga target bisa dicapai,” katanya.
Pemerintah daerah juga menargetkan lapangan terbang Busung di Kabupaten Bintan bisa segera diselesaikan tahun 2012 sehingga wisatawan mancanegara meningkat drastis mengunjungi Lagoi di Bintan.
"Jika bandara Busung bisa segera diselesaikan maka homestay wisatawan yang datang ke Lagoi akan bertambah lama. Dan itu sektor wisata yang juga menjadi prioritas mempu mendatangkan banyak devisa," kata dia. .
Untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi itu, Pemerintah Provinsi Kepri juga akan mengembangkan industri kelautan karena 96 persen wilayah Kepri adalah laut. Untuk itu industri berbasis kelautan seperti perikanan, rumput laut akan terus dikembangkan.
Kemudian, pemerataan pembangunan juga akan dilakukan dengan prioritas pembangunan ekonomi di Natuna, Anambas dan Lingga agar bisa mengejar ketertinggalan dibanding Batam Pinang Karimun dan Bintan. (gus).
Gubernur Kepri H.M Sani mengatakan, salah satu perusahaan dari Malaysia tertarik untuk mengembangkan wisata laut di salah satu Pulau di Kabupaten Anambas yakni Pulau Bawah yang memiliki potensi keindahan bawah laut yang memukau. Potensi itu akan dikembangkan pengusaha Malaysia untuk kegiatan snorkeling dan diving.
"Saya sudah bertemu dan membicarakan niata investor Malaysia yang akan menanamkan investasi sebesar 1,5 triliun rupiah untuk pembangunan objek wisata laut di Pulau Bawah," katanya akhir pekan lalu.
Pulau Bawah yang terletak di gugusan kepulauan Anambas memiliki keindahan alam bawah laut itu sangat memukau dengan terumbu karang dan spesies biota laut yang beragam. Tempat itu sangat cocok dikembangkan wisata snorkeling dan diving.
Sani optimistis jika proyek itu rampung akan menjadi salah satu obyek wisata andalan di Kepri dan bisa mendatangkan sekitar 5.000 wisatawan setiap tahunnya.
Untuk saat ini, kata dia pengusaha Malaysia tersebut sedang mengurus proses perijinan investasi dengan Pemkab Anambas, Bea Cukai dan instansi terkait lainnya. Proses perijinan itu diharapkan selesai pada September 2011. Untuk tahap pembangunannya diperkirakan selama 1,5 tahun dan direncanakan sudah bisa beroperasi akhir 2013.
Dikatakan, selain bisa mendatangkan ribuan wisatawan, proyek tersebut juga mampu membuka ratusan lapangan kerja baru bagi penduduk setempat sesuai keahliannya. Dengan demikian proyeksi pertumbuhan ekonomi Kepri bisa tercapai.
Target 8%
Sani mengatakan realisasi proyek di Pulau Bawah tersebut sangat dibutuhkan untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi Kepri 8,0 persen pada tahun ini. Selain proyek tersebut, Pemerintah Daerah juga berharap beberapa proyek lainnya bisa direalisasikan seperti proyek investasi di Pulau Janda Berhias dan di Pulau Kepal Jeri.
"Pertumbuhan ekonomi Kepri sekarang 7,21 persen dan dalam RPJMD ditargetkan tumbuh 8 persen tahun ini. Untuk mencapai pertumbuhan sebesar itu maka perlu investasi 3 triliun rupiah. Itu bisa diperoleh dari rencana investasi di Pulau Janda Berhias (masuk FTZ) yang diperkirakan menyumbang 1 triliun rupiah, lalu investasi di Pulau Kepala Jeri sekitar 1 triliun dan investasi di Pulau Bawah untuk wisata pantai dan diving di Anambas bisa menyumbang investasi 1,5 triliun rupiah. Maka total investasi mencapai 3,5 triliun sehingga target bisa dicapai,” katanya.
Pemerintah daerah juga menargetkan lapangan terbang Busung di Kabupaten Bintan bisa segera diselesaikan tahun 2012 sehingga wisatawan mancanegara meningkat drastis mengunjungi Lagoi di Bintan.
"Jika bandara Busung bisa segera diselesaikan maka homestay wisatawan yang datang ke Lagoi akan bertambah lama. Dan itu sektor wisata yang juga menjadi prioritas mempu mendatangkan banyak devisa," kata dia. .
Untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi itu, Pemerintah Provinsi Kepri juga akan mengembangkan industri kelautan karena 96 persen wilayah Kepri adalah laut. Untuk itu industri berbasis kelautan seperti perikanan, rumput laut akan terus dikembangkan.
Kemudian, pemerataan pembangunan juga akan dilakukan dengan prioritas pembangunan ekonomi di Natuna, Anambas dan Lingga agar bisa mengejar ketertinggalan dibanding Batam Pinang Karimun dan Bintan. (gus).
Warga Tanjung Pinang Minta Tambang Bauksit Ditutup
TANJUNG PINANG – Warga yang berprofesi sebagai nelayan di Kelurahan Senggarang Kota Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau minta Pemerintah Kota dan DPRD Tanjung Pinang menutup pertambangan bauksit di daerah mereka karena limbahnya telah mencemari lingkungan terutama laut yang menyebabkan hasil tangkapan nelayan berkurang.
Ratusan nelayan dari Kelurahan Senggarang, Kecamatan Tanjungpinang Kota menduduki Kantor Walikota di Senggarang, sejak Kamis (9/6) menuntut kompensasi kepada perusahaan pertambangan atas pencemaran laut dari limbah bauksit yang dihasilkan perusahaan tersebut.
Koordinator warga, Zaini Dahlan mengatakan, warga Senggarang yang tergabung dalam organisasi Himpunan Cerdik Pandai Muda Melayu (Cindai) menyampaikan empat tuntutan, Pertama, mendesak Walikota dan DPRD Kota Tanjungpinang menuntaskan segala permasalahn penambangan bauksit yang terjadi di Kota Tanjungpinang, baik izin yang tidak jelas, pencemaran lingkungan dan hal lainnya sebagai dampak dari penambangan bauksit.
Kedua, mendesak Walikota dan DPRD segera menutup tambang bauksit yang sedang beroperasi di Kota Tanjungpinang, karena perusahaan tersebut beroperasi tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Ketiga, mendesak kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ikut menyelidiki kasus penambangan di Tanjung Pinang karena penambangan itu diduga merugikan negara.
Keempat, menuntut Walikota dan Ketua DPRD Kota Tanjungpinang yang bertanggungjawab dalam hal ini untuk mundur dari jabatannya.
"Pertambangan bauksit di Tanjung Pinang hanya mencemari lingkungan laut yang menyebabkan penghasilan kami semakin hari semakin sedikit dan anak-anak kami bisa terancam tidak makan akibat ulah pengusaha tambang yang tidak bertanggungjawab,” katanya.
Menurut Zaini, pencemaran laut di perairan Tanjung Pinang akibat limbah bauksit diketahui sejak Mei lalu ketika tanggul salah satu perusahaan tambang bauksit bocor sehingga limbahnya mengalir ke laut.
"Pada saat terjadinya kebocoran itu, kami sudah melaporkannya ke Dinas Kelautan, Peternakan, Pertanian, Kehutanan dan Energi (KP2K) Kota Tanjungpinang. Karena ini merupakan bentuk kelalaian, maka kami juga sudah melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Tanjungpinang," katanya.
Warga lainnya, Mawardi mengatakan sejak terjadinya pembocoran tanggul limbah perusahaan tambang bauksit yang mencemari laut menyebabkan hasil tangkapannya terus berkurang. Akibatnya, pendapatan warga yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan anjlok dari 150 ribu rupiah menjadi kurang dari 50 ribu rupiah per hari.
“Untuk mencari ikan, kepiting dan udang sudah susah. Pasalnya air laut sudah menguning akibat dicemari limbah bauksit,” katanya.
Menurutnya, warga sudah menyampaikan keluhan tersebut ke instansi pemerintah terkait sejak lama tapi hingga saat ini tidak ada tanggapan.
Sementara itu aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Hardiansyah mendesak perusahaan tambang bauksit di Pulau Bintan termasuk kota Tanjung Pinang ditutup, karena sudah merusak ratusan hektare hutan lindung dan merusak kawasan wisata Kepri.
"Jumlah secara pasti berapa perushaan tambang bauksit di Pulau Bintan tidak diketahui. Bauksit yang dikeruk para pengusaha bauksit dan dijual ke luar negeri itu sangat merusak alam di Kepri. Ini harus dihentikan," katanya.
Dia menilai pengusaha bauksit di Pulau Tanjung Pinang Pulau Bintan tidak pernah memperhitungkan persoalan kerusakan lingkungan ke depan. Pengusaha bauksit di Bintan hanya mencari keuntungannya dan tidak memperhatikan akibat dari eksploitasi sumber daya alam tersebut.
Walhi juga mempertanyakan ijin yang diberikan pemerintah setempat karena seharusnya ijin pertambangan hanya bias dikeluarkan pemerintah pusat. (gus).
Ratusan nelayan dari Kelurahan Senggarang, Kecamatan Tanjungpinang Kota menduduki Kantor Walikota di Senggarang, sejak Kamis (9/6) menuntut kompensasi kepada perusahaan pertambangan atas pencemaran laut dari limbah bauksit yang dihasilkan perusahaan tersebut.
Koordinator warga, Zaini Dahlan mengatakan, warga Senggarang yang tergabung dalam organisasi Himpunan Cerdik Pandai Muda Melayu (Cindai) menyampaikan empat tuntutan, Pertama, mendesak Walikota dan DPRD Kota Tanjungpinang menuntaskan segala permasalahn penambangan bauksit yang terjadi di Kota Tanjungpinang, baik izin yang tidak jelas, pencemaran lingkungan dan hal lainnya sebagai dampak dari penambangan bauksit.
Kedua, mendesak Walikota dan DPRD segera menutup tambang bauksit yang sedang beroperasi di Kota Tanjungpinang, karena perusahaan tersebut beroperasi tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Ketiga, mendesak kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ikut menyelidiki kasus penambangan di Tanjung Pinang karena penambangan itu diduga merugikan negara.
Keempat, menuntut Walikota dan Ketua DPRD Kota Tanjungpinang yang bertanggungjawab dalam hal ini untuk mundur dari jabatannya.
"Pertambangan bauksit di Tanjung Pinang hanya mencemari lingkungan laut yang menyebabkan penghasilan kami semakin hari semakin sedikit dan anak-anak kami bisa terancam tidak makan akibat ulah pengusaha tambang yang tidak bertanggungjawab,” katanya.
Menurut Zaini, pencemaran laut di perairan Tanjung Pinang akibat limbah bauksit diketahui sejak Mei lalu ketika tanggul salah satu perusahaan tambang bauksit bocor sehingga limbahnya mengalir ke laut.
"Pada saat terjadinya kebocoran itu, kami sudah melaporkannya ke Dinas Kelautan, Peternakan, Pertanian, Kehutanan dan Energi (KP2K) Kota Tanjungpinang. Karena ini merupakan bentuk kelalaian, maka kami juga sudah melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Tanjungpinang," katanya.
Warga lainnya, Mawardi mengatakan sejak terjadinya pembocoran tanggul limbah perusahaan tambang bauksit yang mencemari laut menyebabkan hasil tangkapannya terus berkurang. Akibatnya, pendapatan warga yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan anjlok dari 150 ribu rupiah menjadi kurang dari 50 ribu rupiah per hari.
“Untuk mencari ikan, kepiting dan udang sudah susah. Pasalnya air laut sudah menguning akibat dicemari limbah bauksit,” katanya.
Menurutnya, warga sudah menyampaikan keluhan tersebut ke instansi pemerintah terkait sejak lama tapi hingga saat ini tidak ada tanggapan.
Sementara itu aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Hardiansyah mendesak perusahaan tambang bauksit di Pulau Bintan termasuk kota Tanjung Pinang ditutup, karena sudah merusak ratusan hektare hutan lindung dan merusak kawasan wisata Kepri.
"Jumlah secara pasti berapa perushaan tambang bauksit di Pulau Bintan tidak diketahui. Bauksit yang dikeruk para pengusaha bauksit dan dijual ke luar negeri itu sangat merusak alam di Kepri. Ini harus dihentikan," katanya.
Dia menilai pengusaha bauksit di Pulau Tanjung Pinang Pulau Bintan tidak pernah memperhitungkan persoalan kerusakan lingkungan ke depan. Pengusaha bauksit di Bintan hanya mencari keuntungannya dan tidak memperhatikan akibat dari eksploitasi sumber daya alam tersebut.
Walhi juga mempertanyakan ijin yang diberikan pemerintah setempat karena seharusnya ijin pertambangan hanya bias dikeluarkan pemerintah pusat. (gus).
Indonesia Butuh 25 Ribu Dokter Penyakit Dalam
BATAM – Indonesia saat ini baru memiliki sekitar tiga ribu dokter spesialis penyakit dalam, padahal kebutuhan idealnya 25 ribu dokter untuk melayani lebih dari 230 juta penduduk, sehingga kekurangannya mencapai 22 ribu dokter.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Aru W. Sudoyo mengatakan, Indonesia membutuhkan sedikitnya 25 ribu dokter spesialis penyakit dalam untuk melayani lebih dari 230 juta warga. Saat ini jumlah dokter penyakit dalam di Indonesia berdasarkan data PAPDI sebanyak 2.900 orang tersebar di seluruh Indonesia.
“Akibat kekurangan jumlah dokter penyakit dalam menyebabkan dokter spesialis penyakit dalam sering berkolaborasi dengan dokter umum untuk melakukan penanganan medis bagi pasien penderita penyakit dalam,” katanya, disela acara konferensi PAPDI di Batam, Kamis (9/6).
Untuk mengatasi kekurangan dokter spesialis penyakit dalam, kata dia pemerintah harus berperan aktif untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi dokter umum agar dapat meningkat menjadi dokter spesialis.
“Seharusnya pemerintah memprioritaskan penempatan dokter spesialis di daerah perbatasan dengan pemberian kontrak kerja selama 10 tahun,” katanya.
Para dokter tersebut juga harus difasilitasi agar dapat bekerja secara maksimal. Pemerintah juga diharapkan dapat menambah jumlah rumah sakit pendidikan di Indonesia yang saat ini jumlahnya baru 19 buah.
Selain kekurangan dokter spesialis penyakit dalam, PAPDI juga memiliki beberapa tantangan kedepan dalam rangaka mendukung program Milennium Development Goal's. Tantangannya antara lain penanganan kasus HIV/AIDS, pendistribusian dokter spesialis yang belum merata, jumlah dokter spesialis yang belum mencukupi, menyikapi globalisasi dan mendorong tersedianya fasilitas kesehatan yang sesuai dengan standar minimal.
Sementara itu, Staf Ahli Kementerian Kesehatan, Krisna Jaya mengatakan kekurangan dokter spesialis juga terjadi di hampir seluruh Rumah Sakit Umum Daerah. Menurutnya, Idelanya, satu RSUD minimal ditempati oleh empat orang dokter spesial dari berbagai keahlian yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Saat ini, satu RSUD terkadang hanya memiliki satu dokter spesialis.
Dikatakan, Indonesia sebenarnya bukan kekurangan tenaga dokter spesialis, tetapi banyak dokter spesialis yang tidak mau ditempatkan di berbagai RSUD dengan berbagai alasan, mulai dari gaji hingga keluhan tempat terpencil. (gus).
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Aru W. Sudoyo mengatakan, Indonesia membutuhkan sedikitnya 25 ribu dokter spesialis penyakit dalam untuk melayani lebih dari 230 juta warga. Saat ini jumlah dokter penyakit dalam di Indonesia berdasarkan data PAPDI sebanyak 2.900 orang tersebar di seluruh Indonesia.
“Akibat kekurangan jumlah dokter penyakit dalam menyebabkan dokter spesialis penyakit dalam sering berkolaborasi dengan dokter umum untuk melakukan penanganan medis bagi pasien penderita penyakit dalam,” katanya, disela acara konferensi PAPDI di Batam, Kamis (9/6).
Untuk mengatasi kekurangan dokter spesialis penyakit dalam, kata dia pemerintah harus berperan aktif untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi dokter umum agar dapat meningkat menjadi dokter spesialis.
“Seharusnya pemerintah memprioritaskan penempatan dokter spesialis di daerah perbatasan dengan pemberian kontrak kerja selama 10 tahun,” katanya.
Para dokter tersebut juga harus difasilitasi agar dapat bekerja secara maksimal. Pemerintah juga diharapkan dapat menambah jumlah rumah sakit pendidikan di Indonesia yang saat ini jumlahnya baru 19 buah.
Selain kekurangan dokter spesialis penyakit dalam, PAPDI juga memiliki beberapa tantangan kedepan dalam rangaka mendukung program Milennium Development Goal's. Tantangannya antara lain penanganan kasus HIV/AIDS, pendistribusian dokter spesialis yang belum merata, jumlah dokter spesialis yang belum mencukupi, menyikapi globalisasi dan mendorong tersedianya fasilitas kesehatan yang sesuai dengan standar minimal.
Sementara itu, Staf Ahli Kementerian Kesehatan, Krisna Jaya mengatakan kekurangan dokter spesialis juga terjadi di hampir seluruh Rumah Sakit Umum Daerah. Menurutnya, Idelanya, satu RSUD minimal ditempati oleh empat orang dokter spesial dari berbagai keahlian yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Saat ini, satu RSUD terkadang hanya memiliki satu dokter spesialis.
Dikatakan, Indonesia sebenarnya bukan kekurangan tenaga dokter spesialis, tetapi banyak dokter spesialis yang tidak mau ditempatkan di berbagai RSUD dengan berbagai alasan, mulai dari gaji hingga keluhan tempat terpencil. (gus).
Singapura Buang Limbah B3 ke Perairan Kepri
BATAM – Kapal Singapura diduga sering membuang limbah sisa bahan bakar minyak industri berbentuk sludge oil yang merupakan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) di sekitar perairan Kepulauan Riau (Kepri). Aktivitas tersebut sudah merusak ekosistem perairan Kepri sehingga mengancam keberadaan terumbu karang dan ratusan spesies laut.
Mantan Menteri Perikanan dan Kelautan, Rokhmin Dahuri menuding Singapura sering membuang limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di sekitar perairan Kepri sehingga diperlukan pengawasan yang intensif oleh Angkatan Laut, Polisi Perairan dan instansi Dinas Kelautan Perikanan dan Pertanian (KP2) Provinsi Kepri.
"Pembuangan limbah B3 oleh Singapura sudah tindakan kriminal yang dapat membunuh secara perlahan kepada ekosistem laut dan berdampak pada kehidupan penduduk setempat. Pembuangan limbah sering dilakukan pihak Singapura di perairan Batam, Tanjungpinang maupun Karimun," katanya, dalam Workshop Dukungan Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kota Batam dan Sosialisasi UPTD Kawasan Konservasi Laut Daerah, Rabu (8/6).
Menurut Rokhmin, pihaknya sering mendapat pengaduan dari masyarakat dan nelayan Kepri tentang aktivitas pembuangan limbah oleh kapal kapal Singapura. Kapal tersebut sering membuang limbah pada waktu dan musim tertentu dan jenis limbah yang dibuang kebanyakan limbah B3 berupa sludge oil.
Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian (KP2) Kota Batam, Suhartini mengatakan, keberadaan limbah B3 di perairan Kepri khususnya Batam sudah sangat menguatirkan. Kondisi itu bahkan sudah merusak ekosistem laut dan menghancurkan kehidupan ratusan spesies biota laut dan terumbu karang. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Batam telah membuat program penyelamatan terumbu karang sejak 2004 hingga saat ini.
“Kami telah membuat program penyelamatan terumbu karang sejak tahun 2004 dan terus berlangsung pada 2011 ini hingga tahun 2013 mendatang,” katanya.
Penyelamatan terumbu karang perlu dilakukan karena menjadi tumpuan ekosistem dasar laut dan dikuatirkan punah akibat banyaknya aktivitas yang berujung pada rusaknya salah satu pendukung keindahan lanskap dasar laut itu terutama di sekitar perairan Batam yang banyak ditemukan rusak.
Salah satu lokasi yang paling parah terkena dampak pembuangan limbah dari Singapura adalah wilayah pantai di Desa Tanjung Berakit Pulau Bintan dan sejumlah pantai di Batam.
Nelayan Tanjung Berakit Kabupaten Bintan Provinsi Kepri, Samad mengatakan, limbah sludge oil sering mencemari perairan Tanjung Berakit hingga ke pantai dan pada bulan lalu telah mencemari sekitar 6 kilo meter kawasan pantai Tanjung Berakit. Akibatnya, nelayan tidak bisa melaut disebabkan sebagian besar jaring nelayan rusak dan tidak bisa digunakan. Selain itu, ikan juga sulit didapat karena banyak yang mati karena limbah.
Ketua RT02/RW01 Tanjung Berakit, Sudirman, sekitar 300 nelayan Desa Tanjungberakit tidak bisa melaut akibat limbah tersebut. Oleh karena itu, dia berharap persoalan limbah itu bisa segera diatasi karena setiap tahun selalu muncul kasus tersebut.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Bintan, Baini, mengatakan, Kapal yang berlabuh di jalur internasional banyak yang melakukan pencucian. Minyak bekas cucian itu ketika ditiup angin Utara akan menuju pantai Bintan. Imbasnya, nelayan yang mendapat resiko atau kerugian.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bintan, Ir Karya Hermawan mengatakan, pembuangan limbah oleh kapal kapal Singapura di perairan Kepri bisa diangkat menjadi pembicaraan G to G (government to goverment) dengan negara tetangga.
"Setiap musim angin utara pasti perairan di Bintan ini tercemar limbah berupa gumpalan sludge oil ini, namun yang anehnya saat angin selatan tidak pernah terdengar pantai di Johor ataupun di Singapura yang dapat kiriman limbah, ini seharusnya diangkat menjadi persoalan G to G, karena limbah ini asalnya dari perairan internasional," katanya.
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus mengambil sikap tegas atas tindakan kapal kapal Singapura yang sering membuang limbah di perairan Kepri. Selain itu, aparat pemerintah juga harus meningkatkan pengawasan diperairan yang selama ini menjadi tempat pembuangan limbah jenis sludge oil.
Pencemaran laut di Kepri yang disebabkan limbah sludge oil sudah sangat menguatirkan karena setiap tahun selalu mencemari laut dengan volume diperkirakan lebih dari 65 ton. Untuk membersihkan limbah tersebut dibutuhkan dana miliaran rupiah. (gus).
Mantan Menteri Perikanan dan Kelautan, Rokhmin Dahuri menuding Singapura sering membuang limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di sekitar perairan Kepri sehingga diperlukan pengawasan yang intensif oleh Angkatan Laut, Polisi Perairan dan instansi Dinas Kelautan Perikanan dan Pertanian (KP2) Provinsi Kepri.
"Pembuangan limbah B3 oleh Singapura sudah tindakan kriminal yang dapat membunuh secara perlahan kepada ekosistem laut dan berdampak pada kehidupan penduduk setempat. Pembuangan limbah sering dilakukan pihak Singapura di perairan Batam, Tanjungpinang maupun Karimun," katanya, dalam Workshop Dukungan Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kota Batam dan Sosialisasi UPTD Kawasan Konservasi Laut Daerah, Rabu (8/6).
Menurut Rokhmin, pihaknya sering mendapat pengaduan dari masyarakat dan nelayan Kepri tentang aktivitas pembuangan limbah oleh kapal kapal Singapura. Kapal tersebut sering membuang limbah pada waktu dan musim tertentu dan jenis limbah yang dibuang kebanyakan limbah B3 berupa sludge oil.
Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian (KP2) Kota Batam, Suhartini mengatakan, keberadaan limbah B3 di perairan Kepri khususnya Batam sudah sangat menguatirkan. Kondisi itu bahkan sudah merusak ekosistem laut dan menghancurkan kehidupan ratusan spesies biota laut dan terumbu karang. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Batam telah membuat program penyelamatan terumbu karang sejak 2004 hingga saat ini.
“Kami telah membuat program penyelamatan terumbu karang sejak tahun 2004 dan terus berlangsung pada 2011 ini hingga tahun 2013 mendatang,” katanya.
Penyelamatan terumbu karang perlu dilakukan karena menjadi tumpuan ekosistem dasar laut dan dikuatirkan punah akibat banyaknya aktivitas yang berujung pada rusaknya salah satu pendukung keindahan lanskap dasar laut itu terutama di sekitar perairan Batam yang banyak ditemukan rusak.
Salah satu lokasi yang paling parah terkena dampak pembuangan limbah dari Singapura adalah wilayah pantai di Desa Tanjung Berakit Pulau Bintan dan sejumlah pantai di Batam.
Nelayan Tanjung Berakit Kabupaten Bintan Provinsi Kepri, Samad mengatakan, limbah sludge oil sering mencemari perairan Tanjung Berakit hingga ke pantai dan pada bulan lalu telah mencemari sekitar 6 kilo meter kawasan pantai Tanjung Berakit. Akibatnya, nelayan tidak bisa melaut disebabkan sebagian besar jaring nelayan rusak dan tidak bisa digunakan. Selain itu, ikan juga sulit didapat karena banyak yang mati karena limbah.
Ketua RT02/RW01 Tanjung Berakit, Sudirman, sekitar 300 nelayan Desa Tanjungberakit tidak bisa melaut akibat limbah tersebut. Oleh karena itu, dia berharap persoalan limbah itu bisa segera diatasi karena setiap tahun selalu muncul kasus tersebut.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Bintan, Baini, mengatakan, Kapal yang berlabuh di jalur internasional banyak yang melakukan pencucian. Minyak bekas cucian itu ketika ditiup angin Utara akan menuju pantai Bintan. Imbasnya, nelayan yang mendapat resiko atau kerugian.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bintan, Ir Karya Hermawan mengatakan, pembuangan limbah oleh kapal kapal Singapura di perairan Kepri bisa diangkat menjadi pembicaraan G to G (government to goverment) dengan negara tetangga.
"Setiap musim angin utara pasti perairan di Bintan ini tercemar limbah berupa gumpalan sludge oil ini, namun yang anehnya saat angin selatan tidak pernah terdengar pantai di Johor ataupun di Singapura yang dapat kiriman limbah, ini seharusnya diangkat menjadi persoalan G to G, karena limbah ini asalnya dari perairan internasional," katanya.
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus mengambil sikap tegas atas tindakan kapal kapal Singapura yang sering membuang limbah di perairan Kepri. Selain itu, aparat pemerintah juga harus meningkatkan pengawasan diperairan yang selama ini menjadi tempat pembuangan limbah jenis sludge oil.
Pencemaran laut di Kepri yang disebabkan limbah sludge oil sudah sangat menguatirkan karena setiap tahun selalu mencemari laut dengan volume diperkirakan lebih dari 65 ton. Untuk membersihkan limbah tersebut dibutuhkan dana miliaran rupiah. (gus).
Langganan:
Postingan (Atom)