Rabu, 20 Juli 2011

UNHCR Fasilitasi 87 Imigran Srilanka di Kepri

TANJUNG PINANG - Perwakilan United Nations Hight Commisioner Refugees (UNHCR) di Indonesia bersedia menangani 87 Imigran asal Srilanka yang diamankan Direktort Polisi Perairan (Dit Polair) Polda Kepulauan Riau, namun kesulitan berkomunikasi disebabkan para imigran masih bertahan di kapal.



Perwakilan UNHCR Indonesia, Mitra mengatakan, pihaknya masih mengalami kesulitan berkomunikasi secara langsung dengan para Imigran gelap asal Srilanka karena mereka masih bertahan di kapal. UNHCR sendiri tidak dapat berkomunikasi di atas kapal karena hal itu melanggar juridiksi pemerintah Indonesia.

"Kami punya standarisasi penanganan. Paling tidak kami menunggu kepastian selanjutnya dari Kanwil Hukum dan Ham Kepri," katanya, Rabu (13/7).

Untuk mencari langkah strategis penanganan 87 imigran asal Srilanka yang hingga kini masih bertahan di atas Kapal MV Alicia, Direktorat Polair (Dit Polair) Polda Kepri menggelar pertemuan dengan perwakilan Imigrasi, serta Kantor Wilayah Hukum dan HAM Provinsi Kepri.

"Sekarang kita tengah melakukan pendekatan dengan para imigran asal Srilanka itu di kapal. Pendekatan itu kita lakukan agar mereka mau turun ke darat dan kita bawa langsung ke Rudenim Pusat Tanjungpinang. Dan ternyata hasilnya masih belum ada dan mereka tetap tidak mau turun ke darat dengan meminta kepada kita agar menjamin mereka bisa hidup bebas dengan tidak dimasukkan ke Rudenim," kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Provinsi Kepri I Gede Widyartha.

Dikatakan, tidak mudah untuk menurunkan para imigran itu dari atas kapal ke darat. Hingga saat ini, pihaknya bersama Polda Kepri, TNI AL dan instansi lainnya masih terus berupaya melakukan pendekatan agar para imigran mau turun ke darat dan dibawa ke Rudenim.

Menurutnya, Imigran asal Srilanka merupakan pencari suaka dan tertangkap di perairan Indonsia karena melanggar kedaulatan NKRI. Oleh karena itu, imigran tersebut mestinya tunduk pada peraturan Pemerintah RI, bukan justru mengatur aparat pemerintah. Oleh sebab itu, Kantor Kementrian Hukum dan HAM Provinsi Kepri telah meminta IOM Internasional serta UNHCR agar bisa mensupport kita untuk membuat kesepakatan dengan imigran tersebut.

"Status mereka adalah pencari suaka, sesuai dengan aturan mainnya, kita tidak boleh melakukan pemaksaan dengan cara kekerasan agar mereka turun dan dibawa ke Rudenim. Akan tetapi, semua cara, apapun itu, akan kita pakai untuk proses pengiriman mereka ke Rudenim," katanya.

Kepala Rudenim Pusat Tanjungpinang Sugiyo mengatakan, masih terus memantau perkembangan para imigran tersebut. Hingga sampai saat ini, pihaknya juga masih belum mendapatkan keterangan pasti, terkait kapan para imigran itu bisa segera masuk ke Rudenim.

"Pada prinsipnya aturan harus ditegakkan dan mereka harus masuk ke Rudenim Pusat Tanjungpinang. Karena mereka telah melanggar hukum melewati wilayah kita tanpa ijin," katanya.

Sebagaimana diketahui, imigran gelap asal Srilanka ditangkap setelah kapal MV Alisia berbendera Indonesia yang mereka tumpangi rusak di perairan Pulau Galang. Penangkapan berawal dari informasi pihak kepolisian Kanada melalui pesan singkat telegraf yang dikirim langsung ke Polda Kepri. Melalui pesat tersebut, Ditpolair Polda Kepri bersama satuan polisi udara serta seluruh jajaran terkait, langsung mencari kapal yang diduga membawa imigran gelap tersebut.

"Kita langsung melacak informasi yang diberikan kepolisian Kanada itu melalui kerja sama seluruh jajaran Polda Kepri. Tepat pada Kamis (7/7), kita menemukan kapal itu tengah berlayar di perairan Utara Bintan dan Singapura," kata Direktur Polair Polda Kepri Kombes M Yassin Kosasih.

Setelah mengetahui posisi kapal, Polair Polda Kepri melakukan pengintaian di sekitar perairan tersebut. Akan tetapi, ketika sampai di perairan yang dimaksud, kapal yang sebelumnya bernama MV Adrian IV tersebut telah hilang dari lokasi pencarian. "Mereka hilang, akan tetapi kita terus mengejar ke mana hilangnya kapal itu. Dan akhirnya, tepat pada Sabtu (9/7) pada pukul 10.45 WIB, mereka kembali terlacak oleh kita dan sedang berada di perairan Pulau Galang. Khawatir mereka menggunakan senjata api, kita mengerahkan kemampuan kepolisian, baik kapal, helikopter dan sebagainya, untuk langsung terjun menangkap kapal itu," katanya.

Menurut keterangan salah seorang Imigran, Kumaran (40) yang tidak mau disebutkan namanya, mereka membeli kapal tersebut dengan harga 2 juta dolar AS di Malaysia. Tujuan mereka bukan ke Indonesia, melainkan ke Selandia Baru untuk mencari suaka politik.

"Negara kami sedang kacau, kami bukan ke Indonesia, tapi mau ke Selandia Baru. Kami mohon lepaskan dan biarkan kami hidup bebas," kata Kumaran. (gus).

Tidak ada komentar: