Minggu, 03 April 2011

Operasional 16 Perusahaan Multinasional Terancam Dihentikan Akibat Limbah

BATAM – Sebanyak 16 perusahaan multinasional di Batam, Provinsi Kepulauan Riau yang bergerak di industri manufaktur dan galangan kapal terancam dihentikan kegiatan produksinya karena kedapatan membuang dan menimbun limbah B3 seperti chemical, copper sludge dan oil sludge di hutan.




Kepala Bapedalda Kota Batam, Dendi N Purnomo mengatakan, 16 perusahaan multinasional yang terdiri dari industri shipyard atau galangan kapal dan manufaktur atau elektronik yang kedapatan membuang dan menimbun limbah tersebut telah diberi sangsi administrasi berupa surat teguran.

“Kami sudah menghentikan kegiatan produksi 6 perusahaan dan membekukan secara permanent ijin operasi satu perusahaan akibat limbah pada tahun lalu. Jika 16 perusahaan yang telah kami beri peringatan tidak juga melakukan pembersihan maka perusahaan tersebut juga akan kami bekukan ijin operasinya,” kata dia kepada Koran Jakarta, Senin (28/3).

Ke 16 Perusahaan tersebut juga diwajibkan untuk melakukan proses pembersihan atau clean up selama jangka waktu yang ditentukan yakni maksimal 30 hari. Jika dalam waktu tersebut belum juga diselesaikan proses pembersihannya maka ijin operasi perusahaan akan dibekukan.

Menurut Dendi, motif dan cara yang dilakukan perusahaan untuk membuang limbahnya saat ini cukup professional, misalnya dengan membuang ditempat yang tidak dapat di jangkau dan diketahui masyarakat yakni di hutan. Proses pembuangannya juga dilakukan malam hari.

Cara tersebut sering dilakukan perusahaan di Batam untuk meminimalisir pengeluaran atau biaya, pasalnya sesuai ketentuan seluruh limbah hasil produksi di Batam harus diolah terlebih dahulu di Cielengsi Jawa Barat. Proses tersebut membutuhkan biaya yang relative besar sehingga perusahaan banyak yang membuang dan menimbun limbahnya di hutan di sekitar Batam.

Dendi mengakui masih banyak perusahaan yang membuang limbahnya secara serampangan dan tidak diketahui oleh pemerintah, sebab pengawasan yang dilakukan Bapedalda Batam sangat lemah disebabkan keterbatasan personil yang akan mengawasi aktivitas pembuangan limbah ratusan perusahaan yang ada di Batam.

Selain itu, kebanyakan perusahaan di Batam telah menyerahkan proses pengolahan limbahnya kepada perusahaan lain yang tidak memiliki reputasi baik dalam pengelolaan limbah sehingga mengambil cara efektif dengan menimbunnya di hutan.

Dendi kuatir jika proses pembuagan dan penimbunan limbah B3 di hutan terus berlanjut akan berdampak negatif terhadap sumber daya air bersih di Batam. Pasalnya, limbah B3 yang ditimbun dalam tanah mengandung logam berat yang jika ditimbun dalam jangka lama akan mencemari tanah dan air sehingga jika air tersebut di konsumsi masyarakat akan menimbulkan berbagai penyakit.

Ketua Komisi III DPRD Kota Batam Jahuin Hutajulu mengatakan, sebagai daerah industri maka Batam merupakan daerah yang sangat rawan tercemar oleh limbah industri. Oleh karena itu, pejabat pemerintah harus bersikap tegas terhadap perusahaan yang membuang limbah secara sembarangan tanpa mengolahnya terlebih dahulu.

Pihaknya sendiri pernah mendapatkan perusahaan yakni PT Master Indonesia yang berlokasi di Kawasan Industri Kabil melakukan penumpukan limbah B3, dan masih banyak lagi perusahaan lain yang melakukan hal yang sama.

Sesuai dengan UU Lingkungan Hidup maka seluruh limbah yang dihasilkan perusahaan mestinya diolah agar tidak berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Untuk itu memang dibutuhkan biaya sehingga perusahaan idealnya mengalokasikan anggaran untuk pengolahan limbahnya. (gus).

Tidak ada komentar: