Selasa, 26 April 2011

Mimpi Siswa Tunarungu Usai Ujian Nasional

Meski tunarungu, Dodi Ardiansyah (22) bersama dua rekannya tetap optimistis bisa menyelesaikan semua soal yang diujikan pada Ujian Nasional tahun ini dengan benar sehingga lulus dan bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi layaknya siswa normal lainnya agar mimpinya bisa diraih.




Dengan keterbatasan yang dimilikinya, Dodi tetap bersemangat mengikuti Ujian Nasional hari Pertama di sekolahnya SLB (Sekolah Luar Biasa) Kartini pada Senin (18/4) itu.

Bersama dua rekannya yakni Venina Patinasarani dan Jasmin Nur Abdillah, Dodi membaca lembar demi lembar soal Ujian Matapelajaran Bahasa Indonesia yang diujikan kala itu dengan cermat.

Tidak ada perbedaan materi soal yang diterima Dodi dengan siswa normal lainnya dan Dodi pun memang tidak berharap ada perbedaan meski faktanya mereka berbeda dengan siswa normal lainnya.

“Kami tidak merasa beda dengan siswa normal lain, sehingga tak pantas bagi kami untuk mendapatkan soal ujian yang lebih mudah. Justru pada saat Ujian Nasional ini, ingin kami buktikan bahwa siswa Tunarungu juga mampu menjawab soal dengan benar,” kata Dodi dengan bahasa isyarat, Senin (18/4).

Tepat pukul 8.00 pagi, dodi dan dua rekannya mulai melaksanakan ujian nasional di lantai tiga ruang kelas SLB Kartini. Meski hanya diikuti tiga siswa, namun pengawasan dari guru tetap dilakukan dengan ketat, bahkan satu pengawas mengawasi satu siswa.

Tak tampak rasa gelisah dan cemas dari wajah Dodi saat mengisi lembar jawaban, dan selama dua jam akhirnya Dia bisa menyelesaikan 50 soal yang diujikan. Dengan raut muka sumringah, Dodi bercerita bahwa dia yakin bisa menjawab 90 persen soal yang diujikan karena soal soal yang diujikan tidak jauh berbeda dengan materi pelajaran yang diajari guru sewaktu sekolah.

Dodi pun juga sebelumnya sudah menghapal dan belajar semua materi yang diajari gurunya di rumah sehingga pada saat ujian tidak ada kendala yang berarti dalam menjawab seluruh soal yang diujikan.

Selepas ujian, Dodi berniat langsung pulang ke rumah dan dia mengatakan ingin belajar kembali di rumah untuk persiapan ujian besoknya agar bisa menjawab soal dengan benar.

Saat ditanya tentang rencananya jika lulus Ujian, Dodi mengatakan ingin melanjutkan ke perguruan tinggi karena dia punya cita cita tinggi yakni menjadi dokter.

“Saya ingin jadi Dokter agar bisa mengobati tunarungu supaya bisa bicara dengan normal layaknya orang kebanyakan,” katanya.

Dodi sadar tidak mudah mewujudkan cita citanya tersebut terlebih bagi dirinya yang punya keterbatasan karena tidak mampu bicara. Apalagi, tidak semua perguruan tinggi di Indonesia mau menerima siswa cacat seperti dirinya.

Menghadapi kondisi tersebut, Dodi merasa mendapat perlakuan tidak adil dari lingkungan dan negara. Lingkungan yang selalu menganggap siswa cacat tidak mampu dan lemah serta negara yang tidak memfasilitasi ribuan siswa cacat untuk bisa mewujudkan mimpinya merupakan perlakuan yang tidak adil bagi anak anak cacat di Indonesia.

Padahal, Dodi dan rekannya tidak menghendaki Cacat, namun Tuhan punya kehendak lain.

Dodi berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mau memberi perhatian yang lebih besar pada anak anak cacat di Indonesia, karena meski mereka cacat namun harapan dan cita citanya dalam menjalani hidup juga sama dengan orang lain yang normal.

Untuk itu, lembaga pendidikan sepertihalnya Sekolah Luar Biasa Kartini Batam mestinya dibangun oleh Negara di seluruh penjuru kota agar para anak cacat bisa bersekolah layaknya anak anak normal lainnya sehingga mereka mampu mewujudkan mimpinya seperti Kartini Pahlawan dari Jepara yang bermimpi ingin mencerdaskan bangsa. (gus).



Tidak ada komentar: