Selasa, 26 April 2011

Ekonomi Natuna Berbanding Terbalik dengan Kekayaan Alamnya

Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau merupakan daerah penghasil minyak dan gas utama di Indonesia, daerah itu juga kaya dengan potensi kelautan seperti ikan dan rumput laut serta memiliki obyek wisata bahari yang indah. Ironisnya kekayaan alam yang berlimpah dan bernilai ekonomis tersebut tidak mampu meningkatkan perekonomian warganya.




Wakil Bupati Natuna terpilih periode 2011-2016, Imalko Ismail mengatakan, Natuna diberi anugerah kekayaan alam yang berlimpah. Misalnya, satu ladang gas di terminal D Aplha saja memiliki cadangan terukur 222 triliun cubic feet dengan kandungan gas hidrokarbon 46 triliun cubic feet. Maka bisa dibayangkan berapa rupiah yang bisa didapat dari pengelolaan gas, sementara Natuna memiliki banyak ladang gas.

Daerah itu juga memiliki kandungan minyak bumi jutaan barel yang sudah di ketahui dan masih dalam bentuk cadangan.

“Dengan potensi gas dan minyak yang dimiliki, menjadikan Natuna tidak hanya sebagi penghasil terbesar di Indonesia tapi juga di Asia,” katanya, Jumat (8/4).

Selain Migas, Natuna juga memiliki potensi kelautan yang sangat besar disebabkan mayoritas wilayah Natuna berupa laut yang di dalamnya terdapat jenis ikan dalam jumlah besar. Sayangnya potensi tersebut juga belum dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga dan malah dimanfaatkan orang asing seperti dari China, Vietnam, Singapura dan Malaysia yang mencari ikan di perairan Natuna baik secara illegal maupun legal.

Potensi wisata bahari Natuna juga dikenal sebagai yang terindah di Asia seperti wisata pantai dan laut yang hingga saat ini belum dikelola secara professional.

Pemerintah daerah sudah saatnya mulai melakukan pembangunan dan membuat program yang dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan warganya. Untuk itu dibutuhkan program kerja yang komprehensif.

Artinya, seluruh kebijakan pemerintah pusat dan daerah harus saling mendukung. Misalnya kebijakan politik-ekonomi seperti fiskal-moneter, hukum, keamanan, otonomi daerah, infrastruktur, dan ketenagakerjaan, harus kondusif bagi tumbuh kembangnya ekonomi kelautan. Program pembangunan tersebut selama ini diabaikan oleh pemerintah daerah sejak era Orde Baru hingga saat ini.

“Perbaikan pembangunan ekonomi di berbagai sektor kelautan masih jauh dibanding potensi yang ada,” katanya.

Menurut Imalko, pembanguna ekonomi yang berbasis kelautan sangat dibutuhkan oleh Natuna sebagai daerah bahari, karena potensi sumber daya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil, sangatlah besar dan berlimpah untuk dikelola secara optimal yang pada akhirnya bisa memberi dampak multidimensi yang signifikan bagi negara dan bangsa, khusunya di daerah perbatasan seperti Natuna.

Penyangkalan terhadap realitas potensi-potensi sumber daya yang ada dan yang terjadi selama ini justru sangat merugikan masa depan pembangunan. Misalnya saja ada kesan bahwa kaum nelayan merasa di marginalkan sebagai komunitas yang terpisahkan dan ditinggalkan dari derap pembangunan. Akibatnya kebanyakan nelayan di Indonesia begitupun di Natuna masih miskin, terutama nelayan yang berada di hinterland yang berada di pulau pulau kecil.

Integrasi pembangunan ekonomi yang berbasis kelautan bisa dilakukan jika tersedia infrastruktur. Untuk itu, kata Imalko pemerintah daerah akan mengalokasikan dana cukup besar membangun infrastruktur untuk memudahkan mobilisasi penduduk dan membuka akses daerah terpencil terhadap peradaban.

Imalko optimistis jika program pembangunan di Natuna dilakukan secara terintegrasi dengan menjadikan potensi yang ada yakni kelautan sebagai basis pembangunan maka dalam beberapa tahun kedepan ekonomi Natuna akan melesat. Terlebih jika swasta khususnya investor asing membantu dengan membuka usaha di Natuna yang akan menciptakan lapangan kerja.

Untuk mengundang investor asing ke Natuna, kata Imalko tidaklah terlalu sulit sebab dewngan kekayaan alam berlimpah maka justru investor lah yang akan berbondong bondong untuk berinvestasi di Natuna. Meski demikian, pemerintah daerah perlu membangun sarana pendukung seperti kesediaan infrastruktur dan birokrasi yang efisien untuk memuluskan minat investor menanamkan modalnya di Natuna. (gus).

Tidak ada komentar: