Selasa, 25 Januari 2011

Nelayan Dilarang Melaut

ANAMBAS – Nelayan di Kabupaten Anambas dan Natuna Provinsi Kepulauan Riau diminta untuk tidak mencari ikan atau melaut selama Januari ini sebab cuaca ekstrim memicu tinggi gelombang dan kecepatan angin diatas normal sehingga membahayakan keselamatan.



Kepala Teknisi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Tarempa, M.Salim mengatakan, cuaca ekstrim di perairan Kabupaten Anambas dan Natuna sudah mulai terjadi sejak Desember 2010 dan diperkirakan akan berlangsung hingga Maret atau April 2011.

Akibatnya tinggi gelombang bisa mencapai lebih lima meter dari posisi saat ini yang 3,5 meter sedangkan kecepatan angin mencapai 5-28 knot atau 10-50 kilometer per jam. Kondisi itu, katanya tidak akan bisa menyelamatkan nelayan jika melaut sehingga Nelayan diminta untuk tidak melaut.

“Saya perkirakan selama Januari ini tinggi gelombang dan kecepatan angina sangat ekstrim dan diatas rata rata normal sehingga nelayan diminta untuk tidak melaut demi keselamatannya,” kata dia, Minggu (9/1).

Selain gelombang tinggi dan kecepatan angin yang diatas rata rata, kata dia perairan Kepri khususnya Anambas dan Natuna juga di ganggu oleh curah hujan yang relatif tinggi.

Transportasi Udara

Kondisi cuaca ekstrim ternyata tidak hanya dirisaukan nelayan tetapi masyarakat Natuna dan Anambas lainnya juga terganggu karena sarana transportasi umum berupa kapal laut tidak bisa berlayar akibat cuaca ekstrim tersebut. Oleh karena itu masyarakat Natuna dan Anambas berharap pemerintah daerah bisa mengusahakan beroperasinya transportasi udara untuk mendukung mobilitas perekonomian daerah.

Bupati Anambas Tengku Mukhtarrudin mengatakan sejak Riau Airlines tidak beroperasi lagi Oktober lalu hingga saat ini sarana transportasi ke Anambas dan Natuna hanya mengandalkan kapal laut yang hanya melayani dua atau tiga kali satu minggu sesuai dengan kondisi cuaca di laut.

Kondisi itu menyebabkan Kabupaten Anambas dan Natuna seperti daerah terpencil yang sulit mendapat akses dari daerah sekitarnya sehingga pasokan kebutuhan pokok menjadi langka dan harganyapun terus menerus naik.

Oleh karenanya, Pemerintah Kabupaten Anambas berharap ada perusahaan penerbangan lain yang bisa menggantikan Riau Airlines yang sudah tak terbang lagi ke Anambas akibat kisruh keuangan di tubuh perusahaan tersebut.

Menurut Tengku, belum lama ini Pembkab Anambas telah mencoba menjalin kerja sama dengan perusahaan penerbangan Kemala Air untuk membuka rute terbang ke Anambas. Dari negosiasi yang dilakukan, Kemala Air meminta waktu penerbangan sekitar 120 jam per bulan namun Pemkab Anambas hanya menyediakan waktu 60 jam per bulan.

Harga tiket yang ditawarkan perusahaan itu sebesar satu juta rupiah per orang, dan untuk itu, Pemkab Anambas akan memberi subsidi sebesar 200 ribu per orang sehingga masyarakat hanya membayar 800 ribu rupiah per tiket.

Kemala Air akan menggunakan pesawat Cassa kapasitas 22 tempat duduk dan terbang dari Tanjung Pinang ke Anambas. Menurut Tengku, perusahaan itu akan mulai menjalani operasionalnya di Anambas sekitar 5 Januari 2011.

“Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Anambas telah menyetujui terbangnya pesawat Cassa dengan kapasitas 22 seat yang akan terbang selama 6 kali seminggu, dengan rute Tanjungpinang-Palmatak (Anambas),” katanya.

Menurut Tengku, pemerintah mestinya memperhatikan keberadaan infrastruktur khususnya sarana transportasi di Anambas maupun Natuna karena kedua daerah merupakan penghasil Minyak dan Gas terbesar di Indonesia.

Cadangan minyak bumi Natuna diperkirakan mencapai 14.386.470 barel dan gas bumi sekitar 112.356.680 barel. Sementara itu, kandungan gas di blok D Alpha mencapai 222 TCF (triliun kubik kaki), tiga kali dari kandungan gas Arun, Aceh. Namun, yang diperkirakan bisa digunakan sekitar 46,2 TCF disebabkan 75 persenya adalah CO2 (karbon dioksida).

Lapangan North Belut di Laut Natuna, kata Yerry memulai produksi gas perdana 16 November 2009 lalu. Poduksinya sekitar 265 juta kaki kubik per hari untuk gas dan 20 ribu barel minyak per hari. Produksi Migas di North Belut masih bisa ditingkatkan hingga puncak produksi sebesar 315 juta kaki kubik per hari dan 30 ribu barel perhari.

Dikatakan, Natuna dan Anambas diperkirakan masih memiliki cadangan minyak bumi dan gas alam yang cukup besar di wilayah lautnya yang hingga kini belum diketahui. Oleh karena itu, keberadaan infrastruktur sangat penting bagi daerah tersebut. (gus).








tu lanjut M Salim, efek yang paling dirasakan dari cuaca ekstrim ini adalah tingginya tingkat curah hujan yang disertai angin kencang. Untuk itu pihaknya juga mengimbau kepada seluruh masyarakat Anambas khususnya para nelayan tradisiolan, untuk tidak turun melaut hingga cuaca membaik.

"Cuaca ekstrim yang terjadi saat ini baru awalnya saja. Diperkirakan akan berlangsung hingga tahun 2011 nanti, mungkin akan berakhir pada bulan Maret atau April mendatang," katanya.

M Salim juga menambahkan, hingga penghujung tahun 2010 mendatang, Kabupaten Anambas akan diguyur hujan baik siang maupun malam.(h





Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Tarempa mengimbau kepada seluruh masyarakat Anambas khusunya nelayan tradisional untuk sementar waktu tidak melaut. Pasalnya, cuaca ekstrim masih melanda perairan Anambas.

"Cuaca ekstrim muncul akibat tekanan rendah yang terjadi di laut Cina Selatan bergerak menuju Kalimantan dengan tekanan 1.008 milibar,", belum lama ini.

Menurut Salim, cuaca ekstrim tersebut terbagi atas beberapa bagian, yaitu curah hujan yang tinggi (disertai petir dan angin kencang), naiknya gelombang air laut, terbatasnya jarak pandang, kecepatan angin kencang di atas rata-rata, dan lain-lain.

Sedangkan untuk tinggi gelombang saat ini yang terjadi di perairan Anambas berkisar antara 3,5-5 meter. "Sementara untuk kecepatan angin berkisar dari 5-28 knot atau 10-50 km/jam, bergerak dari Barat Laut menuju Utara," jelas M Salim.(gus).

Tidak ada komentar: