Senin, 03 Mei 2010

Kerusuhan Drydock

Nasionalisme Atau Memang “Stupid”

Sulit memilih jawaban atas kerusuhan yang terjadi di perusahaan galangan kapal Batam, PT Drydock World Graha… apakah dipicu oleh semangat nasionalisme yang demikian tinggi dari pekerja lokal yang marah atas ucapan pekerja asal India yang menyebut All Indonesian Stupid. Faktanya akibat ucapan dari pekerja asal India itu menyebabkan beberapa pekerja India babak belur di hakimi buruh lokal dan tidak itu saja… sejumlah aset milik perusahaan yang bukan milik pekerja asal India juga menjadi sasaran amuk buruh, sehingga pemilik perusahaan asal Dubai tersebut harus menanggung rugi miliaran rupiah, belum termasuk rugi akibat tertundanya pesanan kapal yang mestinya harus dikirim Mei ini.




Ketua Kamar Dagang dan Industri Batam Nada Faza Soraya mengatakan, kalau di lihat dari kemapuan atau keahlian maka tenaga kerja Indonesia tidak diragukan lagi, artinya hampir seluruh proses produksi dalam industri manufacturing dan lainnya bisa di kerjakan pekerja Indonesia.

“Artinya pekerja Indonesia tidaklah bodoh,” kata dia.

Meski demikian, dalam perhitungan bisnis setiap perusahaan mempunyai kebijakan tersendiri dalam merekrut pekerjanya. Banyak perusahaan mewajibkan sertifikan keahlian (sertifikasi) bagi pekerja untuk pekerjaan tertentu, dan sertifikasi itu jarang dimiliki oleh pekerja Indonesia meskipun mereka bisa mengerjakannya.

Akibatnya, upah yang diterima tenaga kerja Indonesia relatif kecil dibanding pekerja asing yang ada di Batam. Misalnya untuk bagian operator pabrik di Batam hanya di gaji berdasarkan UMK yakni sekitar 1.100 ribu rupiah per bulan (dengan asumsi jam kerja 8 jam per hari), dan dengan perhitungan lembur (12 jam perhari) upah yang bisa diterima menjadi sekitar 2 juta sampai 2,5 juta rupiah.

Bandingkan dengan pekerja asing yang upahnya minimal 10 jura rupiah per bulanbelum lagi berbagai fasilitas yang diterima seperti makan, tempat tinggal dan lainnya.

Selain itu, perusahaan asing yang beroperasi di Batam juga merekrut pekerjanya tidak secara langsung tapi menggunakan jasa perusahaan tenaga kerja yang menjadi mitranya, sehingga gaji yang diterima pekerja lokal bertambah kecil karena harus dipotong oleh perusahaan yang merekrutnya.

Akibatnya, sering terjadi demonstrasi pekerja yang menuntut peningkatan gaji dan itu juga terjadi di Batam.

Kerusuhan yang terjadi di PT Drydock beberapa hari lalu, kata Nada dipicu oleh perkataan asal India yang mengatakan pekerja Indonesia bodoh, namun persoalannya tidak semudah itu, karena kerusuhan itu terjadi disebabkan kompleksitasnya mengenai ketenagakerjaan di Indonesia.

Pemerintah RI agaknya telat memahami bahwa, arus investasi asing kini makin deras ke Indonesia sehingga bermunculan banyak perusahaan di berbagai daerah termasuk di Batam yang mayoritas perusahaannya milik asing. Itu menyebabkan kebutuhan pekerja meningkat. Sayangnya Pemerintah belum membenahi soal ketenagakerjaan di dalam negeri, termasuk soal yang menyangkut hak pekerja, soal sistem Outshourching atau pekerja kontrak, soal upah minimum, ketentuan mengenai pekerja asing serta tentang produktivitas tenaga kerja Indonesia.

Banyak pihak beranggapan rendahnya upah yang diterima pekerja Indonesia karena produktivitasnya juga rendah, namun itu masih perlu pembuktian.

Ketua Dewan Pengurus Nasional (DPN) Apindo Djimanto kepada Koran Jakarta mengatakan, tenaga kerja Indonesia sebenarnya tidak kalah saing dengan pekerja dari negara lain dari segi keahlian namun sayangnya produktifitas tenaga kerja Indonesia masih rendah. Itu bisa dilihat dari hasil produksi yang dihasilkan pekerja Indonesia relatif sedikit bila dibanding tenaga kerja asing seperti dari Vietnam dengan jam kerja yang sama. Persoalan tingkat produktivitas yang rendah tersebut sering dikeluhkan investor asing.

Untuk mengukur produktivitas tenaga kerja dapat digunakan dua jenis ukuran jam kerja manusia, yakni jam-jam kerja yang harus dibayar dan jam-jam kerja yang dipergunakan untuk bekerja. Jam kerja yang harus dibayar meliputi semua jam-jam kerja yang harus dibayar, ditambah jam-jam yang tidak digunakan untuk bekerja namun harus dibayar, liburan, cuti, libur karena sakit, tugas luar dan sisa lainnya.

Kerusuhan yang terjadi atas perusahaan asing di Batam, hendaknya bisa menjadi pelajaran bagi pemerintah Indonesia untuk membenahi sistem ketenagakerjaan nasional, karena mau tidak mau tenaga kerja Indonesia harus siap menghadapi kompetisi global, karena keterbukaan ekonomi tidak hanya akan membuka ruang bagi produk dari berbagai negara masuk ke Indonesia namun, pekerja asing juga akan berseliweran di dalam negeri, jadi bila pemerintah tidak segera menyiapkan sumber daya manusia yang handal maka bisa dipastikan masyarakat Indonesia hanya akan menjadi penonton di negerinya sendiri.

Namun kerusuhan yang terjadi di Batam juga menjadi bukti bahwa tenaga kerja menjadi salah satu faktor risiko dalam berbisnis di Indonesia, karena walaubagaimanapun aksi brutal yang dilakukan buruh tidaklah tepat, karena merugikan semuanya, terlebih pemilik perusahaan yang tidak tahu menahu atas kerusuhan tersebut.

Jadi.. perkataan stupid dari pekerja asal India itu bisa jadi benar bisa juga tidak. Benarnya.. karena aksi brutal buruh tidak hanya melukai pekerja asal India lainnya yang tidak tahu menahu persoalan tersebut dan parahnya lagi, ribuan pekerja ikut ikutan membuat suasana menjadi panas hingga sejumlah asset milik perusahaan di baker, padahal tidak ada sangkut pautnya dengan pemicu persoalan. Apakah.. tindakan kekerasan tersebut memang potret bangsa Indonesia … ?.. (gus).

Tidak ada komentar: