Senin, 22 Maret 2010

Pendapatan Perusahaan Coklat Ditargetkan Tumbuh 50 Persen

BATAM – Perusahaan coklat PT Davomas Abadi Tbk menargetkan pertumbuhan pendapatan cukup signifikan yakni 50 persen pada tahun ini dipicu selesainya proses restrukturisasi dan mulai meningkatnya permintaan coklat di pasaran Amerika dan Eropa, untuk itu produksi akan dipacu.




Sekretaris Perusahaan Davomas Hasiem Wily mengatakan, pihaknya cukup agresif pada tahun ini karena proses restrukturisasi utang dengan sejumlah kreditor asing dan nasional telah rampung sehingga manajemen bisa meningkatkan kegiatan produksi yang sejak Mei 2009 lalu sempat terganggu karena proses restrukturisasi tersebut.

“Tahun 2009 lalu penjualan sangat kecil karena manajemen terganggu dengan proses restrukturisasi dan prosesnya sekarang sudah selesai sehingga tahun ini cukup agresif dan pendapatan kami targetkan tumbuh hingga 50 persen,” katanya, Senin (22/3).

Untuk itu, kata dia produksi akan dipacu untuk memenuhi pasar Amerika dan Eropa yang sudah mulai pulih paska krisis keuangan global di 2008, selain itu juga untuk memenuhi pasar domestik yang cukup tinggi permintaanya.

Perseroan akan meningkatkan pembelian bahan baku biji coklat dari petani untuk memacu produksi kakao lemak (cocoa butter) dan kakao bubuk (cocoa powder). Untuk itu telah dianggarkan belanja modal sejumlah 7 juta dollar AS atau sekitar 70 miliar rupiah dengan kurs 10.000 rupiah per dollar AS dari kas internal.

Belanja modal tersebut, kata Hasiem relatif kecil karena hanya akan digunakan untuk belanja rutin dan persiapan membeli bahan baku biji coklat. Pihaknya sendiri belum akan melakukan investasi baru seperti perluasan pabrik atau penambahan mesin karena kapasitas yang ada saat ini dinilai masih bisa memenuhi permintaan konsumen.

Hasiem optimistis dengan dipacunya produksi pada tahun ini pendapatan bisa tumbuh signifikan yakni lebih dari 50 persen. Hingga September 2009, perseroan hanya membukukan 364,6 miliar rupiah turun 87,04 persen disbanding periode sama 2008 yang mencapai 2,3 triliun rupiah. Laba bersih juga mengalami penurunan dari 249,94 miliar rupiah di September 2008 menjadi rugi bersih 839,84 miiar rupiah di September 2009 yang disebabkan adanya proses restrkturisasi yang dilakukan sebagai dampak dari kondisi krisis perekonomian global yang terjadi pada kuartal akhir 2008. Selain itu juga disebabkan kerugian selisih kurs hingga 306,5 miliar rupiah dan beban biaya bunga sebesar 209,ll miliar rupiah pada September 2009.

Menurut Hasiem kegiatan produksi perseroan pada tahun lalu terganggu dan sempat dihentikan pada Mei 2009 akibat proses restrukturisasi yang sedang dijalani. Namun, prosesnya sudah rampung ketika kreditor menyetujui untuk melakukan pembebasan utang atau hair cut kepada debitur Singapura sebesar 50 persen dari total utang perseroan sebesar 243 juta dollar AS.

Dari utang outstanding 2009 sekitar 243 juta dollar AS yang sudah diexchange 117 juta dollar AS. Namun, ada kreditur yang existing dengan nilai dana sekitar 3,9 juta dollar AS sehingga total utang perseroan pada saat ini tinggal 120 juta dollar AS.

Produksi Meningkat

Sementara itu, Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) menargetkan produksi biji kakao, baik fermentasi maupun non-fermentasi pada tahun ini sebesar 540.000 ton, lebih tinggi dibanding produksi 2009 yang 500.000 ton.

Sekretaris Jenderal Askindo Zulhefi Sikumbang mengatakan, dari jumlah produksi kakao nasional yang 500.000 ton pada 2009, sebagian besar atau sekitar 360.000 ton di ekspor sedangkan yang diserap di pasar dalam negeri hanya 140.000 ton sesuai dengan kebutuhan nasional.

Industri coklat dalam negeri sendiri, kata dia memiliki kapasitas terpasang hingga 230.000 ton setiap tahunnya namun utilisasinya masih 140.000 ton.

Di pasar global, kata dia, total produksi biji kakao sekitar 3,3 juta ton dan permintaan pada tahun ini diprediksi 3,4 juta ton, sehingga terjadi defisit yang diperkirakan bisa mencapai 200.000 ton. Tingginya permintaan coklat dunia dipengaruhi oleh perekonomian Amerika Serikat dan Eropa yang menguasai 85 persen kebutuhan cokelat dunia mulai pulih didukung dengan penurunan produksi di Afrika.

Terkait dengan harga biji kakao, menurut Sulhefi saat ini, harga biji kakao sebesar 3.450 dollar AS per ton, atau tertinggi dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Sebaliknya, harga produk andalan industri pengolahan kakao domestik seperti cocoa butter justru melorot karena terjadinya kelebihan pasokan dunia. (gus).

Tidak ada komentar: