Senin, 22 Maret 2010

CMNP Masih Berharap Proyek Depok-Antasari

BATAM – Perusahaan jasa konstruksi, PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (cmnp) masih tetap fokus pada rencana pembangunan proyek jalan tol Depok-Antasari yang tertunda sejak 2005 akibat pembengkakan biaya pembebasan lahan dan biaya konstruksi. Perusahaan itu berharap pemerintah segera menyepakati negosiasi ulang kontrak agar proyek bisa dikerjakan tahun ini.




Direktur Keuangan Citra Marga Nusaphala Persada Hendro Santoso mengatakan, pihaknya masih tetap fokus pada pembangunan proyek jalan tol Depok-Antasari meskipun proyek itu tertunda pembangunannya sejak 2005 akibat pembengkakan biaya pembebasan lahan dan biaya konstruksi.

“Kami tidak akan melepas proyek Tol Depok Antasari meskipun sudah lama tertunda, dan kami masih menunggu hasil negosiasi ulang soal kontrak proyek tersebut dengan pemerintah yang kini sedang dilakukan,” katanya, Rabu (17/3).

Perseroan tidak akan melepas proyek tersebut, kata Hendro karena nilainya cukup besar dan bila negosiasi ulang soal kontrak dengan pemerintah selesai maka proyek tersebut akan memberi kontribusi cukup besar pada pendapatan dan laba perusahaan.

Menurutnya, proyek Tol Depok-Antasari macet karena terjadi pembengkakan biaya pembebasan lahan dari yang dianggarkan 700 miliar rupiah menjadi sekitar 1,8 triliun rupiah. Kemudian biaya konstruksi juga membengkak karena, perhitungan yang dilakukan tahun 2005 lalu sudah berubah dan kian membesar untuk perhitungan saat ini, dengan demikian nilai proyeknyapun dipastikan membengkak dari rencana awal yang 2,5 triliun rupiah.

Untuk itu, perseroan saat ini sedang melakukan negosiasi dengan pemerintah untuk mengaji ulang kontrak tersebut.

Hal yang sama dikatakan Direktur Utama PT Citra Wapphutowa, anak usaha Citra Marga yang khusus menangani proyek jalan tol Depok-Antasari, Tri Agus Riyanto. Menurut dia, evaluasi proyek tersebut sebenarnya sudah mulai dilakukan tahun lalu tapi sampai saat ini belum selesai juga.

“negosiasi dengan pemerintah soal proyek Tol Depok-Antasari masih terus dilakukan, dan belum selesai sampai sekarang,” katanya.

Dalam negosiasi atau evaluasi tersebut, menurut Agus pihaknya mengajukan beberapa alternatif pemecahan, Pertama, pemerintah diharapkan bersedia mengambil tanggung jawab untuk pembebasan lahan. Itu perlu dilakukan, karena pembebasan yang dilakukan perseroan saat ini sering menghadapi masalah dengan masyarakat, selain itu, harga tanah juga terus meningkat, dari perkiraan awal 700 miliar rupiah menjadi 1,8 triliun rupiah dan angka itu masih bergerak naik sampai saat ini.

Pemerintah, kata Tri, dari negosiasi yang tengah dilakukan bersedia menanggung sekitar satu triliun rupiah untuk pembebasan lahan. Namun, harga lahan yang terus bergerak naik hingga kini menyebabkan perseroan ingin pemerintah mengambil alih tanggung jawab itu, sebagaimana yang dilakukan pemerintah dengan proyek tol lainnya.

Kedua, perseroan bersedia mengurangi waktu konsesi pengelolaan jalan tol yang tertuang dalam pernjian awal dari 35 tahun menjadi 30 tahun, bila pemerintah ikut menanggung pembengkakan biaya konstruksi dari 1,1 triliun rupiah menjadi 2,2 triliun rupiah saat ini. Itu perlu dilakukan, karena perseroan saat ini sulit mencari pinjaman dari bank ditengah ketatnya likuiditas.

Ketiga, pemerintah mau merubah rancangan proyek itu, menjadi lebih minimalis untuk mengurangi biaya operasi.

Pendapatan Tumbuh

Meskipun proyek Tol Depok-Antasari terkendala, kata Hendro Santoso pihaknya masih optimistis pendapatannya tahun ini tumbuh sekitar 10 persen. Hal itu didasari atas beberapa pertimbangan antara lain adanya penambahan beberap traffic di jalan Tol Surabaya serta adanya peningkatan tariff tol beberapa waktu lalu oleh pemerintah yang akan menambah pendapatan perusahaan.

“Kami cukup yakin pendapatan tahun ini bisa tumbuh 10 persen meskipun proyek Depok-Antasari tertunda,” katanya.

Untuk mengembangkan traffic di jalan tol Surabaya tersebut, pihaknya telah mengalokasikan belanja modal dari kas internal sekitar 100 miliar sampai 500 miliar rupiah, dan jumlah itu akan bertambah sesuai dengan kebutuhan proyek tersebut.

Proyek jalan tol Depok-Antasari diketahui dimenangkan Citra Marga Nusaphala pada 2005 melalui proses tender. Proyek yang awalnya senilai 2,5 triliun rupiah itu, menurut rencana akan dibiayai dari pinjaman bank dan kas internal dengan komposisi 70 persen dan 30 persen. Pengerjaannya dilakukan anak perusahaan CMNP yaitu, PT Citra Waspphutowa (CW), yang masih memiliki fasilitas kredit dari bank domestik senilai tujuh triliun rupiah, sehingga dianggap bisa melakukan pengerjaan awal.

Sementara itu, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) beberap waktu lalu memberikan peringkat idBBB+ dengan prospek stabil untuk PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) dan obligasi III-2005 sebesar 100 miliar rupiah yang jatuh tempo Juni 2010. Peringkat tersebut sekaligus mengeluarkan perseroan dari status Credit Watch.

"Peringkat ini mengeluarkan perseroan dari status Credit Watch dengan implikasi negatif," kata analis Pefindo Niken Indriarsih.

Diberinya peringkat tersebut merupakan respons selesainya proses restrukturisasi utang anak perusahaan CMNP yakni PT Citra Margatama Surabaya (CMS) yang mengoperasikan jalan tol Waru-Juanda.

Utang yang direstruktrusasi diantaranya senilai 951 miliar rupiah terdiri atas fasilitas kredit investasi dari PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dan PT Bank Mega Tbk untuk proyek jalan tol Waru-Juanda pada 2007.(gus).

Tidak ada komentar: