Kebiasaan masyarakat Indonesia yang menyusui balitanya dengan susu formula serta kebiasaan masyarakat yang harus selalu mengonsumsi nasi setiap harinya dan tidak mau menggantinya ke menu atau produk pangan lain menjadi faktor penyebab masih adanya kasus kekurangan gizi.
“Masih adanya kasus kekurangan gizi atau gizi buruk pada balita disebabkan prilaku masyarakat yang memberikan susu formula ke pada bayinya bukan susu ibu (ASI), akibatnya balita lebih rentan terhadap penyakit,” kata Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Batam, Arlan Yulvar kepada Koran Jakarta, Senin (24/1).
Menurutnya, kasus kekurangan gizi atau gizi buruk sangat berhubungan erat dengan prilaku masyarakat. Misalnya, kebiasaan masyarakat yang harus selalu mengonsumsi beras atau nasi untuk menu sehari harinya, padahal nasi sebagai sumber karbohidrat bisa digantikan dengan produk lain seperti jagung, kentang dan lainnya.
Akibatnya, jika masyarakat tidak menemukan nasi, maka mereka menjadi malas untuk makan sehingga penyakit kekurangan gizi lebih mudah muncul.
Kemudian masih banyak juga masyarakat Indonesia khususnya para ibu yang memberikan balitanya susu formula, padahal Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang sangat sehat bagi balita dibanding susu formula yang bisa menyebabkan balita mengalami obesitas atau kegemukan.
“Berdasarkan hasil penelitian para ahli gizi di banyak negara disebutkan bahwa ASI dinyatakan sebagai makanan terbaik dan tidak tergantikan untuk bayi,” kata Arlan.
Menurutnya, Air Susu Ibu memiliki banyak manfaat, pertama ASI kaya dengan sari-sari makanan yang bisa mempercepat pertumbuhan sel-sel otak. Itu sebabnya banyak yang bilang ASI bisa membuat bayi cerdas secara alami. Kedua ASI merupakan benteng pertahanan yang bagus dan kuat terhadap berbagai macam serangan penyakit. Bayi yang baru lahir sangat rentan terhadap kondisi di luar yang tidak bersahabat. Untuk mencegah masuknya bibit-bibit penyakit, ASI bisa dipergunakan sebagai benteng pertahanan tubuh yang kuat. Ketiga, ASI adalah rumah ramah bagi bakteri menguntungkan yang bisa membunuh bakteri atau virus berbahaya. Keempat, ASI mudah dicerna karena lembut. Hal tersebut tidak akan membuat bayi memiliki masalah dengan alat pencernaannya yang masih baru.
“ASI juga mengandung omega 3 dan asam linoleat alfa yang baik untuk otak dan retina,” katanya.
Menurut Arlan, masyarakat khususnya kaum Ibu masih belum memahami manfaat ASI tersebut terhadap kesehatan bayi sehingga masih banyak para ibu yang memberi balitanya susu formula.
Untuk merubah prilaku tersebut, katanya sangat sulit karena masyarakat sudah terbiasa dengan susu formula untuk balitanya. Namun Dinas Kesehatan Kota Batam terus memberi penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat melalui Rumah Sakit, Puskesmas dan Posyandu tentang pentingnya ASI.
Kasus kekurangan gizi juga dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat yang kurang terhadap pola mengonsumsi.
Menurutnya, pola konsumsi masyarakat saat ini masih menitikberatkan pada rasa dan kekenyangan tetapi unsure kesehatan yang terkandung dalam makanan itu belum diperhatikan.
Untuk itu, Pemerintah Kota Batam senantiasa melakukan sosialisasi tentang gizi seimbang.
Ahli Gizi di Rumah Sakit Budi Kemuliaan Batam, Lilies Eva Parida mengatakan, penyakit kekurangan gizi atau gizi buruk yang terjadi pada masyarakat saat ini lebih banyak disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pola makan yang seimbang.
Masyarakat Indonesia saat ini banyak melakukan pola makan yang tidak baik, artinya mengonsumsi makanan yang tinggi lemak, tinggi garam dan tinggi gula tetapi rendah serat dan vitamin contonya makanan cepat saji seperti freid chicken, burger, French fries, sate kambing dan soto jeroan.
Makanan tersebut, kata Eva memicu munculnya berbagai penyakit degeneratif seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes dan gagal ginjal.
“Gizi seimbang artinya didalam menu makanan yang kita konsumsi itu terdapat zat zat yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein, karbohidrat, serat dan vitamin dan biasanya itu semua terdapat dalam menu yang disebut empat sehati lima sempurna ditambah susu,” kata Eva.
Masyarakat mestinya mengonsumsi makanan dengan pola gizi seimbang, artinya pola makan yang seimbang antar zat gizi yang terdapat dalam aneka ragam makanan dalam memenuhi zat gizi untuk hidup sehat, cerdas dan produktif.
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi seimbang serta pentingnya ASI, kata Arlan, pemerintah kota Batam terus menerus melakukan penyuluhan dan sosialisasi. Bahkan Pemko Batam juga memberi makanan tambahan untuk Balita di Posyandu.
Upaya yang dilakukan pemerintah Kota Batam membuahkan hasil sehingga angka penderita gizi buruk bisa dikurangi. Pada tahun 2009 angka penderita gizi buruk yang teridentifikasi klinis sebanyak 13 orang lalu pada tahun 2010 berkurang menjadi hanya 7 orang.
Jumlah angka gizi buruk di Kabupaten Bintan turun drastis. Jika tahun 2007/2008 lalu, jumlah kasus anak kekurangan gizi di Kabupaten Bintan bertambah sekitar 11 orang per bulan maka tahun tahun 2009 turun drastis.
Selain di Batam, daerah lainnya di Provinsi Kepri seperti Bintan juga mengalami hal yang sama dimana jumlah penderita gizi buruk terus mengalami penurunan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan, dr Puji Basuki mengatakan, penurunan jumlah anak kurang gizi di Bintan dapat diketahui setelah menerima hasil laporan dari beberapa tim yang melakukan sweeping dan kunjungan ke beberapa wilayah. Diantaranya Kecamatan Teluk Sebong, Kecamatan Teluk Bintan, Kecamatan Bintan Timur, Kecamatan Gunung Kijang, Kecamatan Bintan Utara dan Kecamatan Tambelan.
Dijelaskan, Kecamatan Teluk Sebong merupakan daerah yang paling banyak ditemukan kasus anak kurang gizi. Di Kecamatan ini terdapat 5 anak yang saat ini dikategorikan kekurangan gizi.
Kemudian Kecamatan Bintan Timur juga ditemukan banyak kasus anak kurang gizi dan gizi buruk. Untuk Kecamatan Bintan Timur, ada 4 anak yang kekurangan gizi, disusul Bintan Utara, 4 kasus dan Teluk Bintan 2 kasus.
“Total penderita gizi buruk dan kurang gizi di Kabupaten Bintan pada 2009 mencapai 21 kasus. Terhadap jumlah ini, Pemkab Bintan akan terus terus meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak,” katanya. Sementara itu angka penderita gizi buruk pada tahun 2010 diperkirakan sama dengan angka penderita tahun 2009.
Menurutnya, anak-anak yang menderita gizi buruk dan kurang gizi biasanya akan mudah terserang penyakit seperti inspeksi saluran pernapasan (INSPA), diare, dan tiber colosis (TBC). (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar