BATAM – Lebih dari 60 persen dari 114 rencana investor asing untuk menanamkan modalnya di Batam belum direalisasikan sejak 2010 hingga saat ini disebabkan sejumlah persoalan diantaranya belum ada kepastian hukum dan iklim investasi yang dinilai kurang menguntungkan.
Kepala Sub Direktorat Penanaman Modal Badan Pengusahaan (BP) Batam Yayan Achyar mengatakan, sejak 2010 hingga Februari 2011 ini ada sekitar 114 rencana investasi dari investor asing ke Batam. Investor yang sebagian besar berasal dari Singapura itu bergerak di sektor manufaktur, galangan kapal dan perdagangan.
“Semua negara akan dibanjiri investor asing jika ada kepastian hukum dan untuk saat ini hal itu tidak ada di Batam sehingga investor asing mulai ragu untuk menanamkan modalnya,” katanya, Senin (21/2).
Realisasi dari rencana investasinya, kata dia masih relatif kecil, bahkan sebagian besar atau lebih dari 60 persen belum merealisasikannya disebabkan berbagai alasan. Misalnya masih ada beberapa proses ijin investasi yang harus di urus ke Jakarta sehingga membutuhkan waktu lama untuk mengurusnya.
Ijin yang masih harus di urus ke Jakarta, Pertama, Angka pengenal impor produsen dan Kedua, Nomor Induk Kepabenan atau NIK. Kedua ijin tersebut sangat penting bagi investor untuk ekspor atau impor barangnya.
Selain itu, masih ada peraturan daerah yang menghambat investasi, misalnya Perda yang saat ini diajukan Pemerintah Kota Batam untuk menaikan pajak dan retribusi daerah. Hal tersebut hanya akan berdampak negatif terhadap iklim investasi di Batam dan menambah keraguan investor asing untuk menanamkan modalnya.
Sementara itu, Direktur Kawasan Industri Hijrah Batam, Salam mengatakan pihaknya belum mendapat tambahan investor baru sejak 2010 hingga saat ini, justri terdapat satu investor asing dari Malaysia bergerak di sector manufaktur yang menutup usahanya pada 2009.
Di kawasan industri lainnya, seperti Kawasan Industri Kabil, Batamindo, Panbil dan Bintan Industri juga belum terdapat tambahan investor asing secara signifikan. Beberapa kawasan indusri hanya mendapat tambahan satu hingga tiga investor dan itupun merupakan investor yang pindah dari satu kawasan industri ke kawasan industri lain yang ada di Batam.
Pajak dan Retribusi
Ketua Dewan Penasihat Apindo Kepri, Abidin Hasibuan mengatakan, keraguan investor asing untuk menanamkan modalnya di Batam juga disebabkan tingginya biaya ekonomi atau biaya investasi disbanding negara lain.
Misalnya, tarif listrik di Batam 15 persen lebih tinggi dibanding Malaysia dan 25 persen lebih tinggi dibanding tarif listrik di Jakarta. Kemudian Upah Minimum Pekerja di Batam juga paling tinggi di Indonesia dan lebih tinggi disbanding China dan Vietnam.
Pengusaha juga harus membayar pajak dan retribusi daerah yang cukup tinggi dan anehnya lagi Pemko batam justru akan menaikan pajak dan retribusi daerah pada tahun ini.
“Pemko Batam sudah tak punya hati nurani dengan menaikan pajak dan retribusi daerah padahal beban dunia usaha dan masyarakat Batam makin berat,” kata Abidin, Senin (21/2).
Abidin minta semua Ranperda yang muaranya memberatkan masyarakat untuk tidak dibahas lagi DPRD Batam. Bahkan, Apindo berharap pada anggota DPRD Batam yang merupakan perwakilan masyarakat Batam untuk menggunakan hati nurani dan menolak usulan kenaikan tarif itu. Bukan malah menerima dan menganggap itu sebagai sesuatu yang biasa.
“Mestinya yang teriak menolak kenaikan pajak dan retribusi daerah adalah DPRD Batam karena wakil rakyat. Tapi kok malah diam. Sampai saat ini belum ada satupun yang teriak menolak, bahkan belum ada satupun yang membuat statmen di media yang berani menolak usulan Pemko Batam itu,” katanya. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar