BATAM – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Provinsi Kepulauan Riau mencapai 6.000 kasus pada tahun 2010 , naik 122,2 persen dibanding 2009 yang 2.700 kasus. Jumlah itu diperkirakan kembali naik tahun ini disebabkan minimnya perlindungan hukum bagi korban KDRT.
Konsultan hukum, Ida Zuraida SH mengatakan kasus kekerasan dalam rumah tangga di Kepri relatif tinggi disbanding kota lain di Indonesia karena banyaknya pasangan suami istri yang nikah di usia muda selain itu banyak juga pasangan yang tidak menikah secara resmi di KUA memicu tindakan kekerasan yang umumnya dilakukan suami.
“Korban KDRT selalu terjadi pada istri serta anak anak yang dilakukan oleh suami. Penyebabnya beragam dan salah satunya faktor ekonomi ,” katanya, Senin (14/3).
Tingginya kasus KDRT di Kepri, kata Ida harusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah untuk memberi perlindungan hukum terhadap para korban, misalnya menyediakan jasa konsultasi dan pengacara untuk membela korban. Selain itu Pemerintah daerah juga hendaknya melakukan sosialisasi untuk memberi pengetahuan kepada masyarakat tentang KDRT.
Kasubid Perlindungan Perempuan dan Anak PP-KB Kota Batam, Maudi Vera Menteng mengatakan, laporan dari masyarakat tentang kasus KDRT memang cenderung meningkat di Kota Batam termasuk Provinsi Kepri.
“Persoalan ekonomi serta adanya Wanita Idaman Lain (WIL) ditengarai menjadi faktor penyebab terjadi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi di Batam,” katanya.
Selain itu, Pola komunikasi hubungan suami istri juga menjadi faktor utama terjadinya KDRT di Batam. Oleh karena itu, Pemerintah daerah senantiasa meningkatkan pola konseling kepada para korban dan masyarakat umum untuk memerkecil kasus tersebut.
Anggota DPRD Kota Batam, Mesrawati Tampubolon mengatakan pemerintah sebenarnya sudah memberi perlindungan hukum bagi korban KDRT melalui UU No 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Aturan itu merupakan suatu terobosan hukum yang sangat penting untuk mengupayakan keadilan bagi korban sekaligus melakukan pencegahan KDRT.
Meski demikian, masih terdapat hambatan dalam pelaksanaannya, terutama dari aspek psikologi serta pandangan masyarakat termasuk penegak hukum terhadap KDRT.
Misalnya pasal 7 dalam UU no 23 tahun 2004 disebutkan Kekerasan psikis. Penjabaran kekeran psikis sulit diartikan dan dibuktikan meskipun dampak psikis sering sangat berat bagi korban. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar