Filosofi dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah melindungi keselamatan dan kesehatan para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, melalui upaya-upaya pengendalian semua bentuk potensi bahaya yang ada di lingkungan tempat kerjanya. Bila semua potensi bahaya telah dikendalikan dan memenuhi batas standar aman, maka akan memberikan kontribusi terciptanya kondisi lingkungan kerja yang aman, sehat dan proses produksi menjadi lancar, yang pada akhirnya akan dapat menekan resiko kerugian dan berdampak terhadap peningkatan produktivitas.
Undang-Undang (UU No 1 tahun 1970) memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kerja yang bekerja ditempat kerja, orang-orang lain selain pekerja dari tempat yang bersangkutan tetapi berada di tempat kerja, Pengaman peralatan produksi serta proses produksi agar terhindar dari kecelakaan Kerja
Meski diatur dalam Undang Undang, namun tanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan para pekerja tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun masyarakat industri tentunya punya tanggung jawab yang lebih besar atas aktivitas produksinya yang menyangkut dengan keselamatan pekerja.
Dengan demikian semua pihak terkait berkewajiban untuk berperan aktif sesuai fungsi dan kewenangannya untuk melakukan berbagai upaya di bidang K3 secara terus menerus dan berkesinambungan serta menjadikan K3 sebagai bagian dari budaya kerja di setiap kegiatan, sehingga dapat mencegah kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK). Agar pelaksanaan K3 dapat mencapai hasil yang optimal harus didukung oleh sumber daya manusia di bidang K3 yang berkualitas.
Pemerintah sendiri setiap tahunnya selalu mencanangkan program bulan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan untuk tahun 2011 ini bulan K3 dilaksanakan pada 12 Januari sampai 12 Februari 2011. Kegiatan seremonial tersebut, bukan kali ini saja. Hampir sama dengan kegiatan tahun-tahun sebelumnya, pencanangan bulan K3 tampak hanya menjadi lips service dan jargon pemerintah belaka. Dari tahun ke tahun, peringatan K3 hanya diisi dengan kegiatan tidak bermakna: pemasangan baligo dan spanduk, dan tanpa menyentuh aksi nyata di lapangan dalam memperbaiki kondisi kerja buruh.
Faktanya, kasus kecelakaan kerja di Indonesia terus terjadi dan ironisnya, rata-rata korban kecelakaan kerja tidak mendapatkan asuransi yang layak.
Keterangan resmi pemerintah mengatakan bahwa dalam satu hari terdapat lebih dari sembilan orang meninggal akibat kecelakaan kerja. Angkat kematian tersebut diperkirakan lebih besar, sebab PT Jamsostek hanya mendasarkan perhitungannya pada buruh-buruh yang melakukan klaim asuransi padahal, masih banyak perusahaan yang tidak mendaftarkan buruhnya kepada Jamsostek.
Saat ini Jumlah tenaga kerja di Indonesia untuk sektor formal diperkirakan mencapai 30 juta orang, sekitar 9 juta pekerja telah diikutsertakan dalam program Jamsostek, sedangkan sisanya lebih dari 70 persen tenaga kerja formal yang belum tergabung dalam Jamsostek. Begitu pun dengan pekerja informal yang jumlahnya mencapai 70 juta orang, hanya satu persen yang telah terlindungi oleh polis asuransi.
Ketua Asosiasi Perusahaan Peduli Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (AP2K3L) Kota Batam Ibnu Arif mengatakan, berdasarkan pantauan Local Initiative for OSH Network Indonesia mengatakan, rata-rata kecelakaan kerja di Indoenesia mencapai 90.000 kasus per tahun. Data itu diambil dari 9 juta orang pekerja formal yang menjadi anggota polis asuransi dari total 100 juta orang pekerja di seluruh Indonesia. Artinya, terdapat 90 juta buruh Indonesia yang tidak dilindungi kesehatan dan keselamatan kerjanya. Para buruh tersebut bekerja di berbagai sektor informal.
Di Batam sendiri kata dia, tingkat kecelakaan kerja masih tinggi sehingga penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) perlu terus dipacu.
“Beberapa investor asing yang mau masuk ke Batam masih banyak yang khawatir dengan rendahnya keselamatan dan kesehatan kerja di daerah ini,” kata dia.
Sepanjang 2009 setidaknya terjadi 3.309 kasus kecelakaan kerja di Batam atau rata-rata sembilan kasus per hari. Selanjutnya pada 2010 terjadi 521 kasus kecelakaan atau rata-rata delapan kasus per hari.
"Ini indikasi keselamatan kerja di Batam masih rendah karena banyak perusahaan yang belum penuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja," kata dia.
Tingginya angka kecelakaan kerja mendorong AP2K3L menerbitkan paspor keselamatan kerja {safety passport) bagi para pekerja dari sekitar 45 perusahaan yang sudah jadi anggota.
Menurut Ibnu, di sejumlah negara industri, paspor keselamatan kerja diterbitkan kepada perusahaan dan karyawan kontraktor setiap minggu, setelah mengikuti pelatihan dasar keselamatan kerja yang dikendalikan oleh sebuah lembaga tertentu. Dengan program tersebut terjadi penurunan angka kecelakaan kerja yang signifikan di setiap lokasi program pelatihan itu dilaksanakan di mana penurunannya mencapai 50 persen.
Dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, perusahaan juga diwajibkan menerapkan SMK3 itu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen perusahaan. Terlebih secara teknis ketentuan tersebut sudah diatur dalam Perme-nakertrans No.Per.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Oleh karena itu, penerapan K3 tidak sekadar melengkapi dokumen, prosedur dan kontrol tetapi diiringi dengan kesadaran para pekerja terhadap aturan keselamatan dan kesehatan kerja. Tuntutan negara maju atas persyaratan produk barang atau jasa terus meningkat a.l. memiliki mutu baik, aman digunakan, ramah lingkungan dan memenuhi standar internasional tertentu
Menurut Ibnu, K3 tidak hanya penting bagi pekerja tetapi juga sangat penting bagi pengusaha untuk menjamin kontinuitas produksi. Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi yang kuat antara pekerja dan pengusaha yang difasilitasi oleh pemerintah untuk menghindari atau memperkecel risiko kecelakaan kerja. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar