KARIMUN – Pengusaha nasional Tomy Winata melalui kelompok usahanya Artha Graha akan membangun sejumlah proyek antara lain, kawasan wisata terpadu dan pelabuhan kargo di kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas (FTZ) Karimun Provinsi Kepulauan Riau dengan nilai investasi ditaksir 40 triliun rupiah.
Tomy Winata sebelumnya yakni sekitar tahun 2005 berniat membangun sejumlah proyek besar di Pulang Galang Batam, namun kendala status lahan menyebabkan rencana tersebut tidak jelas hingga saat ini. Kemudian rencana tersebut dialihkan ke Pulau Karimun yang berstatus sama dengan Batam sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (FTZ/Free Trade Zone) serta memiliki letak geografis yang strategis yakni berjarak 45 menit ke Singapura.
Artha Graha berencana membangun sejumlah proyek besar di Karimun melalui anak usahanya PT Usaha Griya Sejahtera (UGS). Proyek dibangun melibatkan Pemerintah Kabupaten Karimun dan naskah kerjasamanya sudah ditandatangani pada 2009 lalu.
Direktur Teknik Usaha Griya Sejahtera (UGS), Andi Tangara mengatakan, total investasi yang akan dikucurkan sekitar empat miliar dolar Amerika setara dengan 40 triliun rupiah dengan kurs 10.000 rupiah per dollar AS.
Perseroan akan membangun pelabuhan dengan konsep hijau atau disebut dengan Green Port di dalam kawasan wisata terpadu yang dibangunnya di daerah Pongkar Karimun.
“Konsep pelabuhan hijau atau green port merupakan konsep yang pertama kali dikembangkan di Karimun dan Indonesia,” katanya.
Dengan konsep itu nantinya akan menghilangkan kesan jika kawasan pelabuhan itu gersang dan panas, sebab nantinya di kawasan pelabuhan tetap ada hutan, hunian, dan sarana prasarana lainnya.
Sebagai tahap awal, Artha Graha telah telah melakukan investasi dengan membangun Soechi Beach Resort di Pantai Pongkar dengan investasi senilai 250 miliar rupiah. Perseroan juga telah membangun perusahaan galangan kapal atau shipyard melalui PT Multi Ocean Shipyard Dockyard Ship dekat Tanjung Melolo, Kelurahan Sei Raya, Kecamatan Meral dengan nilai investasi sekitar 400 miliar rupiah.
Menurut Andi, untuk membangun proyek tersebut pihaknya membutuhkan lahan sekitar 2000 hektare, dan tahap awal dikelola terlebih dahulu seluas 400 hektare.
Bupati Karimun, Nurdin Basirun mengatakan, untuk mendukung rencana investasi itu akan dilakukan pendalaman alur pelayaran. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Karimun sudah mendapat dukungan rekomendasi dari DPRD Karimun meskipun sejumlah kelompok masyarakat di Karimun menentangnya karena dikuatirkan dapat merusak ekosistem laut.
Menurutnya, pendalaman alur tidak akan merusak eksosistem dan menenggelamkan pulau-pulau kecil karena pengerukan dilakukan pada alur pelayaran yang dangkal sehingga mencapai kedalaman minimal 30 meter. Tujuannya, agar dapat dilalui kapal-kapal besar.
Itu perlu dilakukan karena perusahaan yang telah dan akan berinvestasi di Karimun membutuhkan jaminan keselamatan pelayaran dari pemerintah daerah. Jika alur pelayaran tidak di keruk maka sulit menjamin keselamatan kapal atau keselamatan pelayaran.
Terkait dengan pasir yang akan dikeruk, menurut Nurdin nantinya bisa dijual atau di ekspor. Namun itu perlu mendapat ijin dari pemerintah pusat, pasalnya sejak tahun 2003 sudah tidak diperbolehkan lagi mengekspor pasir laut.
Oleh karenanya, Pemerintah daerah berharap keran ekspor pasir laut bisa dibuka kembali sebab memberi dampak positif terhadap perekonomian Karimun. Pada tahun 2000 sewaktu ekspor pasir laut diperbolehkan, penerimaan pemerintah daerah dari aktivitas ekspor tersebut sekitar 27 miliar rupiah, lalu pada tahun 2001 naik menjadi 45 miliar rupiah dan 2002 menjadi 30 miliar rupiah.
Namun, sejak tahun 2003 ketika ekspor pasir laut dilarang maka pemerintah daerah tidak mendapat pemasukan lagi dari aktivitas pertambangan tersebut karena sudah tidak ada lagi aktivitas pengerukan pasir laut. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar