Rabu, 08 Desember 2010

Warga Kepri Butuh Akses ke Sumber Daya Alam

Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) memiliki kekayaan sumber daya alam yang berlimpah seperti granit, timah, minyak bumi dan gas alam, ironisnya kekayaan alam itu tidak mampu meningkatkan perekonomian warganya disebabkan masyarakat tidak memiliki akses yang lebih besar atas sumber daya alam tersebut.



Sudin (40) warga pulau Bintan sehari harinya bekerja sebagai nelayan dan profesi itu digelutinya sejak dia belum menikah sampai sudah memiliki dua anak dari perkawinanya dengan gadis di kampong halamannya.

Dia tidak bisa bekerja di perusahaan pertambangan granit atau nikel yang banyak beropersi di Bintan sebab pendidikannya tidak memungkinkan. Sudin hanya tamat Sekolah Dasar begitupun dengan ratusan bahkan ribuan warga Pulau Bintan lainnya.

Alhasil, kekayaan alam di Bintan lebih banyak dinikmati pengusaha yang sebagian besar dari luar negeri seperti Singapura sedangkan penduduk local hanya bisa menjadi penonton atas pengurasan kekayaan alam tersebut.

Kondisi yang sama juga terjadi di daerah lainnya dalam Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) seperti Natuna, Karimun, Anambas dan Lingga serta Tanjung Pinang.

Natuna yang kaya dengan Minyak dan Gas bahkan tidak bisa memenuhi minyak untuk kebutuhan warganya sebab sebagian besar minyak dan gas dari Natuna di ekspor. Nelayan di Bintan bahkan sering kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar perahunya.

Menurut Sudin, bulan lalu banyak nelayan di Kabupaten Bintan tidak melaut sebab tidak bisa mendapatkan solar untuk menghidupkan mesin perahunya, akibatnya puluhan perahu nelayan hanya tertambat di pelabuhan APMS Barek Motor kijang di Bintan Timur.

Kalaupun bisa diperoleh solar, katanya, nelayan harus antri beberapa hari karena pasokan solar di daerah itu sangat terbatas, sehingga solar yang diperoleh hanya beberapa liter dan tidak cukup untuk kebutuhan melaut.

"Beginilah kalau sudah langka minyak solar, nelayan dibuat pusing antri hingga berminggu-minggu, kalau beruntung baru bisa dapat itupun hanya beberapa liter saja,” katanya.

Di Kabupaten Bintan hanya ada dua APMS atau agen BBM, satu terdapat di Kijang, yakni APMS Halim Kusuma dan satu lagi di daerah Kawal. Sedangkan tempat pengisian lain yang dipersiapkan khusus nelayan atau SPDN (Solar Paket Dealer Nelayan) ada tiga titik yakni di Kijang, satu di Pulau Kucung Kecamatan Gunung Kijang dan satu di Tanjungberakit.

Salah seorang pemilik APMS Halim Kusuma, Irawan mengatatakan, kekurangan minyak di Bintan bukanlah masalah baru karena jumlah pasokah yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan.

“Perbandingan antara jumlah kapal yang akan diisi minyaknya dengan jumlah kuota minyak yang diberikan pertamina tidak seimbang lagi. Bayangkan saja satu kapal membutuhkan solar satu ton bahkan bisa mencapai tiga ton, dan jumlah kapal mencapai 700 sampai 800 unit. Berarti dalam satu bulan kebutuhan rilnya lebih dari 800 ton,” kata dia.

Sementara itu, pasokan yang diberi Pertamina hanya 600 ton perbulan, sehingga tidak bisa mencukupi untuk memenuh kebutuhan nelayan.

Pada tahun 2007, kata Irawan, dia sudah mengajukan tambahan kuota ke pertamina, namun usulan itu belum ada jawabannya sampai hari ini.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Bintan, Baini mengatakan, pemerintah mestinya bertindak cepat mengatasi keluhan nelayan tersebut, karena sebagian besar profesi warga Kepri khususnya di Bintan adalah nelayan yang kesehariannya butuh solar untuk melaut.

Kelangkaan minyak juga terjadi di Natuna yang merupakan daerah penghasil minyak dan gas terbesar di Indonesia. Masyarakat Natuna harus antri untuk mendapatkan bahan bakar solar dan premium pada awal Nopember lalu dan saat ini secara perlahan kebutuhan itu sudah bisa dipenuhi Pertamina.

Butuh Akses

Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi baru hasil pemekaran dari provinsi Riau, terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2002 merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia yang mencakup Kota Tanjungpinang, Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Anambas dan Kabupaten Lingga.

Secara geografis Provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan negara tetangga yaitu Singapura, Malaysia, dan Vietnam yang memiliki luas wilayah 251,810,71 km dengan 96 persennya adalah perairan dengan 1350 pulau besar dan kecil.

Potensi sumber daya alam mineral dan energi di Kepulauan Riau cukup besar dan bervariasi baik berupa bahan galian A (strategis), bahan galian B (vital) maupun bahan galian golongan C, diantaranya adalah Minyak Bumi, Gas Alam, Timah, Bauksit, Pasir Besi, Zircon, Antimon, Granit, Pasir Darat, Pasir Laut, Kuarsa, Granulit, Diorit, Andesit, Rijang, Feldspar, Kaolin, Batu setengah permata, Hornfels dan Batuan Ultrafamic.

Sebagian besar kekayaan alam tersebut di tambang oleh perusahaan asing seperti Minyak dan Gas di Natuna oleh Conoco Philips dan pertambangan batu granit di Karimun yang dikelola oleh puluhan perusahaan Singapura.

Masyarakat Kepulauan Riau tidak memiliki akses sama sekali atas kekayaan alam tersebut meskipun kekayaan itu berada di bumi tempat mereka dilahirkan dan dikuburkan kelak jika sudah meninggal. Ironisnya, sebagian besar masyarakat Kepulauan Riau juga tidak diperkerjakan di perusahaan pertambangan itu karena minimnya pendidikan masyarakat lokal sehingga mereka hanya bisa meneruskan pekerjaan pendahulunya sebagai nelayan.

Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Kepri mengalokasikan dana cukup besar untuk mengelola potensi kelautan di Kepri. Gubernur Kepri, H M Sani mengatakan, sebagian besar dana APBD tahun 2011 yang bernilai sekitar 1,9 triliun akan dialokasikan untuk pengembangan industri perikanan.

Menurut Arman, nelayan dari Nongsa yang dibutuhkan masyarakat local saat ini tidak hanya sekedar pembangunan industri yang hanya menguntungkan pengusaha. Masyarakat membutuhkan akses yang lebih luas atas kekayaan yang ada di Bumi tempat mereka berpijak sehingga itu bisa mendatangkan keuntungan bagi mereka untuk bisa melanjutkan kehidupan dimuka bumi.

Jika masyarakat tidak bisa diberikan hal untuk mengelola kekayaan alam tersebut, kata dia setidaknya warga bisa diperkerjakan di perusahaan perusahaan tersebut. Sehingga mereka bisa memiliki pendapatan yang jelas untuk menghidupi keluarganya. (gus).

Tidak ada komentar: