Rabu, 08 Desember 2010

Riau Airlines Berkejaran Dengan Waktu

Kementerian Perhubungan telah menetapkan batas waktu hingga 31 Desember 2011 bagi Riau Airlines untuk menyediakan sedikitnya 10 pesawat dengan lima unit berstatus milik dan lima lagi boleh sewa, sebagaimana amanat UU no 1 tahun 2009 pasal 118 tentang penerbangan. Jika tidak dipenuhi maka status perseroan turun menjadi maskapai carter atau sertifikat operator penerbangannya dicabut.




Hasil Rapat Umum Pemegang Saham PT Riau Airlines yang diadakan pada 17 Mei 2010 di Pekanbaru Provinsi Riau menyepakati suntikan modal sebesar 55,4 miliar rupiah untuk memperbaiki kinerja perusahaan, diantaranya menambah pesawat terbang dan menyelesaikan utang.

Komisaris Utama Riau Airlines, Wan Syamsir Yus dengan sikap optimistis menjelaskan rencana ekspansi Riau airlines antara lain pada Desember 2010 akan sewa beli dua pesawat jenis Fokker 50, Sebelumnya pada pertengahan Juni dan awal Juli 2010 sudah didatangkan dua pesawat Boeing masing-masing 737-500 dan 737-300 dari Hong Kong.

Perseroan juga menyetujui rencana perusahaan yang akan melakukan kerja sama operasi dengan perusahaan Eropa untuk mengoperasikan 14 unit pesawat penumpang bermesin jet Embraer ERJ 145 dan tujuh unit pesawat Embraer ERJ 170.

Sayangnya, rencana tersebut belum terwujud, pemegang saham bahkan belum sepenuhnya merealisasikan komitmenya untuk menyuntikan dana investasi 55,4 miliar rupiah seperti yang dijanjikan.

Padahal, tinggal 12 bulan lagi perseroan harus menyesuaikan diri dengan amanat Undang Undang nomor 1 tahun 2009 yang mengatur soal bisnis di industri penerbangan. Salah satu pasalnya yakni pasal 118 menyebutkan bahwa maskapai berjadwal diwajibkan mengoperasikan sedikitnya 10 pesawat dengan lima unit berstatus milik dan lima sisanya dikuasai (boleh sewa).

Kementerian Perhubungan sudah menetapkan batas waktu hingga 31 Desember 2011 bagi maskapai berjadwal yang beroperasi agar menyesuaikan dirinya dengan amanat UU tersebut. Bila maskapai berjadwal seperti Riau Airlines tidak memenuhi persyaratan itu, maka statusnya turun menjadi maskapai carter atau dicabut sertifikat operator penerbangan (air operator cerWcate/AOC).

Dalam bisnis, untung rugi atau buka tutup usaha suatu hal yang biasa. Tentu pemilik modal akan berpikir dua kali untuk mempertahankan usahanya jika ekspektasi kedepannya negatif dan tidak menguntungkan.

Namun, jika boleh ditinjau kebelakang kembali, pemilik modal atau pemegang saham pastinya akan berpikir tujuan awal dia membuka usahanya, apakah hanya untuk semata mengejar keuntungan atau ada hal lainnya.

Riau Airlines yang berdiri pada tahun 2002 merupakan satu-satunya perusahaan penerbangan di Indonesia milik pemerintah daerah. Perusahaan itu didirikan untuk menjadi jembatan udara yang menghubungkan antar pulau di Riau dan Kepulauan Riau serta Jambi dan Lampung yang dahulunya hingga saat ini masih ada yang belum tersentuh oleh akses transportasi udara dari perusahaan swasta yang hanya mempertimbangkan untung rugi semata.

Riau Airlines mau mengambil tanggung jawab untuk membuka akses transportasi yang cepat bagi banyak pulau di daerah Sumatra tanpa berpikir apakah untung atau rugi. Tujuannya hanya untuk memberdayakan ekonomi daerah dan meningkatkan mobilitas masyarakat di daerah sehingga ekonomi bisa tumbuh.

Oleh karenanya, Pemerintah Kabupaten Natuna saja berani memberi dana talangan 6 miliar rupiah ke Riau Airlines dengan konpensasi ada penerbangan setiap hari ke Natuna. Itu dilakukan karena memang tidak ada perusahaan penerbangan yang mau membuka rute ke Natuna.

Namun, setelah delapan tahun mengudara, Riau Airlines terpaksa berhenti karena kisruh internal dan krisis keuangan. Perseroan harus menghadapi gugatan yang dilakukan Aero Century dan desakan pengembalian utang dari bank serta tuntutan upah dari pekerjanya yang belum dibayar. Riau Airlines juga didesak Kementerian Perhubungan untuk menyediakan sedikitnya 10 pesawat hingga Desember 2011 jika tidak ijinya di hentikan.

Jika manajemen Riau Airlines ternyata tidak dapat memenuhi ketentuan pemerintah tersebut lalu ijinnya di cabut, lantas siapa yang akan mengambil alih tanggung jawabnya untuk menyediakan transportasi udara di sejumlah pulau di Sumatra. (gus).

Tidak ada komentar: