Selasa, 21 Desember 2010

Perbatasan Laut Natuna dan Negara Tetangga Mendesak Dituntaskan

BATAM – Pemerintah pusat diminta segera berunding dengan Singapura, Malaysia dan Vietnam untuk membahas tapal batas wilayah perairan di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sebab kasus pencurian ikan di perairan tersebut kian marak.



Gubernur Kepri, HM Sani mengatakan, tapal batas wilayah perairan Indonesia di laut Cina selatan yang masuk dalam Kabupaten Natuna Provinsi Kepri sampai saat ini masih belum jelas, padahal terdapat 19 pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Singapura, Vietnam dan Malaysia.

"Diharapkan pemerintah menuntaskan wilayah perbatasan perairan di Natuna karena ada 19 pulau yang berbatasan dengan negara tetangga dan sebagian pulau tidak berpenghuni,” katanya, Senin (20/12).

Ke 19 pulau terluar di Natuna itu, kata Sani berpotensi menimbulkan konflik dengan Singapura, Vietnam dan Malaysia karena sebagian pulau belum berpenghuni, selain itu pulau pulau tersebut juga memiliki kekayaan sumber daya alam berupa gas sehingga dikuatirkan bisa memancing pihak Singapura, Malaysia dan Vietnam untuk mengklaim pulau tersebut sebagai daerah mereka.

Selain berpotensi menimbulkan konflik kepemilikan, ketidak jelasan batas wilayah perairan Indonesia dan negara tetangga juga menyebabkan maraknya aksi pencurian ikan di perairan Natuna yang kaya dengan sumber daya ikan berkualitas tinggi.

Menurutnya kasus pencurian ikan oleh nelayan asing hampir tiap hari terjadi di wilayah perairan Kepri khususnya Natuna, seperti yang terjadi pada minggu lalu dimana 16 kapal nelayan Vietnam ditangkap karena mencuri ikan di perairan Natuna.

Kasus pencurian ikan timbul karena tidak jelasnya wilayah perbatasan laut antar negara sehingga Pemerintah Indonesia dan negara tetangga perlu secepatnya berunding.

Sementara itu, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Agus Suhartono mendesak pemerintah pusat untuk segera berunding dengan pemerintah Cina untuk membahas ZEE (Zone Ekonomi Ekslusif) di laut Cina selatan, terkait maraknya nelayan Cina yang mencuri ikan di wilayah perairan tersebut.

Pihak TNI AL, katanya tidak dapat berbuat maksimal untuk mengamankan potensi perikanan di wilayah perairan Indonesia itu karena tidak ada batas yang jelas antara perairan Indonesia dan Cina, terlebih nelayan Cina yang melakukan aksi pencurian ikan sering dikawal langsung oleh Dinas Kelautan Cina, sehingga dikuatirkan bisa terjadi bentrokan dengan aparat Indonesia.

"Kami mendorong Pemerintah untuk segera membahas soal ZEE di Natuna itu secepatnya dengan Pemerintah Cina agar tidak terjadi lagi tumpang tindih penguasaan di perairan itu, sebab sejak 1982 Pemerintah Cina sudah membuat klaim sendiri atas wilayah perairan tersebut,” katanya.

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) RI mencatat pencurian ikan oleh nelayan asing di perairan Indonesia selama ini telah merugikan negara sekitar 30 triliun setiap tahunnya.

Menteri Dalam Negeri yang juga ketua BNPP (Badan Nasional Pengelola Perbatasan) Gamawan Fauzi mengatakan, kasus tapal batas di pulau terluar Indonesia saat ini cukup banyak selain itu, wilayah perbatasan atau pulau terluar juga memiliki kasus perekonomian yang masih belum tumbuh atau tertinggal.

“Pmerintah mencatat adaa delapan persoalan utama terkait masalah perbatasan dengan negara lain,” katanya.

Masalah pertama adalah penetapan perbatasan dengan negara lain yang masih belum tuntas. Kedua, selama ini persepsi yang berkembang masih menempatkan perbatasan sebagai halaman belakang. Ketiga yang dicatat BNPP adalah minimnya sarana dan pra sarana dasar di perbatasan. Keempat, masih miskinnya penduduk di wilayah perbatasan dan masih minimnya infrastruktur dasar. Meski demikian untuk perbatasan dengan Panua Nugini atau Timor Leste, sarana dan pra sarana milik Indonesia masih lebih baik.

Kelima, masih maraknya kegiatan ilegal di perbatasan seperti ilegal mining, ilegal logging, serta perdagangan manusia. Soal ilegal mining, Gamawan mengaku bahwa belum lama ini dirinya menerima laporan dari Kalimantan Barat tentang adanya material dari galian yang dibawa ke negara lain.

Masalah keenam yang dicatat BNPP adalah masih dominannya kawasan lindung sementara pembangunan masih terbatas. Ketujuh, pos pemeriksaan lintas batas dan pengamanan perbatasan belum optimal. Kedelapan, permaslaahannya karena perbatasan ditangani oleh lebih dari 29 kementrian dan lembaga.

Pemerintah kata dia akan menuntaskan permasalahan tersebut satu per satu dengan sasaran utama menekan pelanggaran hukum dan mendongkrak perekonomian di 46 kabupaten di 12 provinsi yang berbatsan dengan wilayah negara lain.

"Sudah disiapkan 60 program untuk kawasan perbatasan. Prioritasnya adalah penetapan dan penegasan batas, penguatan hankam dan penegakan hukum, pengembangan ekonomi perbatasan, peningkatan layanan sosial dasar dan budaya, serta penguatan kapasitas lembaga pengelola perbatasan," ucap Gamawan.

Untuk itu telah disiapkan dana sekitar 4,1 triliun rupiah yang sebagian besar akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur. (gus).


Tidak ada komentar: